ilustrasi (tribunnews.com)
***
Asap itu sendiri berdiri, seperti tugu
mandangi batang-batang, lahar menyibak
magma mabuk dan tangis mengandung angin
tungkuku belum usai menanak air mata bencana
saat murka kelud datang tiba-tiba
orang-orang berlarian menjauh bukit
menimang duka,
menjerit,
pekik,
___awasssss.. Kelud bererupsi,
___laharnya bermuntahan
___berterbaran bagai topan
___lariiiiiiiiii.. lariii..
Dan anak-anak itu
tak tahu mengapa
tak harus menunggu Emak Bapak kembali
tubuh kecilnya berlari sendiri
menghardik lahar pulang ke rumahnya
Kelud mabuk, terbatuk
dalam pesta muntahan larva
melempar orang-orang ke berbagai arah
Semburan api Kelud hadirkan ribuan duka di pojokan
Lahar itu meluluhlantakan pintu surga hidup mereka
ladang sawah menangis
hewan-hewan meninggal sarang
anak-anak lupa menyusu
orang tua sibuk menyelamatkan diri keluarga
__"Oh... kelud kenapa kau balut rumah kami dengan percikan laharmu"
mengubur rindu rumah petak
dan pertengkaran yang belum selesai
serombongan burung gagak
menggenggam batang-batang
luka menyepuh pagi
tangis menyorak siang
pilu menusuk hati
__"Hai, kelud berhentilah kau bererupsi, tak kuasa hati ini kau cabik cabik"
Oh... Tuhan
jadikan erupsi ini berkah di nanti hari
Atas kuasa-Mu semuanya pasti
Dan kami hanya berdoa disini
Esok dan nanti
Tak ada lagi erupsi.
***
"Teruntuk suadara-saudari di sekitar Gunung Kelud, semoga erupsinya cepat berlalu"
__ aamiin__
Bengkulu, 13 Februari 2014
Lipul El Pupaka ~ #PenaIlusi