Mohon tunggu...
Lipul El Pupaka
Lipul El Pupaka Mohon Tunggu... Wiraswasta - lagi malas malasnya

ini bio belum diisi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tentang Kemiskinan dalam Paradigma Negara Membangun Pertanian

22 Januari 2014   00:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:36 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1390325835570579849

[caption id="attachment_307431" align="alignnone" width="560" caption="ilustrasi (bangazul.blogspot.com)"][/caption]

PENAILUSI - KEMISKINAN : Di bawah ini adalah catatan kaki dari berbagai sumber termasuk salah satunya adalah catatan dari Sdr. R.T. Prayudi (Founder Nusantara Tropical Farm and Fish atau yang di singkat NUTROFFISH) setidaknya menjadi bahan pemikiran saya bahwa kegagalan pembangunan RI di sektor pertanian sungguhlah terpuruk beberapa tahun terakhir ini. Tulisan ini merupakan tugas makalah kuliah tahun lalu yang membahas karakteristik petani miskin di salah satu desa di sekitar kawasan konservasi dalam mata kuliah Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PPWP).

Tentang kemiskinan telah mengalami perluasan makna, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan.

KEMISKINAN membuat jutaan rakyat :

1. Tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, 2. Kesulitan membiayai kesehatan, 3. Tidak memiliki tabungan, 4. Tidak mampu berinvestasi, 5. Kurangnya akses pelayanan publik, 6. Kurangnya lapangan pekerjaan, 7. Kurangnya jaminan sosial, 8. Kurangnya perlindungan keluarga, 9. Menguatnya arus urbanisasi

Dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat, gagal memenuhi kebutuhan : pangan, sandang dan papan secara baik. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup (safety life), yakni : Mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi tengkulak lokal dan menerima upah yang tak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan (dikutip dari buku James C. Scott, 1981 dalam catatan R.Tri Prayudi, 2011). Pendek kata, kemiskinan di Indonesia, merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis.

-Dilema dan Strategis

Penanggulangan kemiskinan yang selama ini terjadi memperlihatkan beberapa kekeliruan paradigmatik, antara lain :

[Pertama] Masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek multidimensional. Penanggulangan kemiskinan dengan fokus perhatian pada aspek ekonomi terbukti mengalami kegagalan, karena pengentasan kemiskinan yang direduksi dalam soal-soal ekonomi tidak akan mewakili persoalan kemiskinan yang sebenarnya. Dalam konteks budaya, orang miskin diindikasikan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dsb. Sementara dalam konteks dimensi struktural atau politik, orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural dan politis.

[Kedua] Lebih bernuansa karitatif (kemurahan hati) ketimbang produktivitas. Penanggulangan kemiskinan yang hanya didasarkan atas karitatif, tidak akan muncul dorongan dari masyarakat miskin sendiri untuk berupaya bagaimana mengatasi kemiskinannya. Mereka akan selalu menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan pihak lain. Padahal program penanggulangan kemiskinan seharusnya diarahkan supaya mereka menjadi produktif.

[Ketiga] Memosisikan masyarakat miskin sebagai objek daripada subjek. Seharusnya, mereka dijadikan sebagai subjek, yaitu sebagai pelaku perubahan yang aktif terlibat dalam aktivitas program penanggulangan kemiskinan.

[Keempat] Pemerintah masih sebagai penguasa daripada fasilitator. Dalam penanganan kemiskinan, pemerintah masih bertindak sebagai penguasa yang kerapkali turut campur tangan terlalu luas dalam kehidupan orang-orang miskin. Sebaliknya, pemerintah semestinya bertindak sebagai fasilitator, yang tugasnya mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki. Paradigma baru menekankan apa yang dimiliki orang miskin ketimbang apa yang tidak dimiliki orang miskin. Potensi orang miskin tersebut bisa berbentuk aset personal dan sosial, serta berbagai strategi penanganan masalah (coping strategies) yang telah dijalankannya secara lokal.

-Lalu, bagaimana strategi penanggulangan kemiskinan selanjutnya?

Mencermati beberapa kekeliruan paradigmatik penanggulangan kemiskinan tadi, ada strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi kemiskinan.

[Pertama] Karena kemiskinan bersifat multidimensional, maka program pengentasan kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tapi memperhatikan dimensi lain. Dengan kata lain, pemenuhan kebutuhan pokok memang perlu mendapat prioritas, namun juga harus mengejar target mengatasi kemiskinan nonekonomik. Strategi pengentasan kemiskinan hen-daknya diarahkan untuk mengikis nilai-nilai budaya negatif seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dsb.

Apabila budaya ini tidak dihilangkan, kemiskinan ekonomi akan sulit untuk ditanggulangi. Selain itu, langkah pengentasan kemiskinan yang efektif harus pula mengatasi hambatan-hambatan yang sifatnya struktural dan politis.

[Kedua] Untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan kerja (networking), serta informasi pasar.

[Ketiga] Melibatkan semua komponen termasuk masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan.

[Keempat] Strategi pemberdayaan. Kelompok agrarian populism yang dipelopori kelompok pakar dan aktivis LSM, menegaskan masyarakat miskin adalah kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur dirinya. Dalam kaitan ini, Ginandjar Kartasasmita menyatakan, upaya memberdayakan masyarakat setidak-tidaknya harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang dengan titik tolak bahwa setiap manusia dan masyarakat memilki potensi (daya) yang dapat dikembangkan, (2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat, dan (3) memberdayakan pula mengandung arti melindungi. Untuk proyeksi ke masa depan sangat dibutuhkan upaya yang lebih efektif dalam mengatasi kemiskinan.

Mampukah petani Indonesia bangkit dari keterpurukannya? Jawabnya bisa iya dan mungkin juga tidak. So, bila masih percaya pada instansi yang di bangun oleh negara, tanyakan pada sistem dan aktor-aktor yang terlibat.

Tunduk tertindak atau bangkit melawan untuk sebuah keadilan sosial. Salam Mahasiswa ! Salam Profesi ! Pertanian JAYAAAAAA !!! Aamiin

Yo Soy El Mejor Para Ti Lipul El Pupaka [Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu]

Bengkulu, 21 Januari 2014

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun