-------
Aku salah satu bocah pengamen jalanan
memburu bis kota berebut santapan.
Tanpa peduli atas perihnya ocehan
-
Aku sandarkan tubuh pada tiang rebahan
Tanganku mantap mencengkram perut tanda kelaparan
Yang sudah dua hari belum disentuh makanan
-
Tak ada yang peduli, aku benar kelaparan.
-
Kulempar pandanganku ke tengah jalan
Puluhan, ratusan mobil mewah silih berganti menggilas aspal jalan
Riuh bunyi klakson serupa simfoni terburuk karya maestro rendahan
-
Sepasang tiang lampu merah yang telah hilang fungsi sungguhan
Terpasang spanduk indah hitam dari negarawan,
"Bersama kita bangun bangsa, kawan!”
Dibawah itu aku bersama teman mencari keadilan.
Bertahan, panas mentari pun dilawan
Berharap ada mereka jutawan berkasihan.
-
Disampingku jatuh seorang teman
dan terjungkal menghantam trotoar hitam lesehan.
Seorang ibu menjerit kasian,
Namun dua lelaki berdasi singgah mengumpat tanpa tertahan,
“Dasar buta dan tuli, sampah jalanan!”
-
Bocah ini meringis nangis sakit
Tiada bisa berdiri bangkit
Terusssss...terus memegangi lutut yang berdarah
melap dengan tangan kecilnya resah
Lalu si bocah coba beranjak tertatih, tanpa tahu arah
kemana, dimana entah ia temanku telah lelah
-
Luka mengering di terik mentari yang sumeringah,
dihalau waktu hari lapar pun menyerah
Kemudian, ketakberdayaan kian lalu... dan berlalu.
Pasrah.
-
Oh.. sungguh malang nasib bocah jalan
Hidup tertindaskan
Tidur dikolong-kolong jembatan
Kardus bekas jadi landasan.
Mencekam..Kejam..Oh..Kejam!
-
Ini jeritku untuk kalian kawan
Kita hidup punya Tuhan
Semoga kelak jadi jutawan.
.
.
----------------
Pict by : www.ceritamu.com ^ istisubandini.blogspot.com
___________________________________________
Lipul El Pupaka – #PENAILUSI
"Puisi untuk rekan-rekan yang termarjinalkan"
Bengkulu, 03 Januari 2014 Pkl. 15.25 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H