Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Degradasi Etika Peserta Didik dalam Interaksi Edukatif di Masa Pandemi

19 Juni 2021   09:15 Diperbarui: 21 Juni 2021   13:32 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Tujuan dikembangkannya etika merujuk kepada pengertianya dimana etika muncul sebagai cabang ilmu filsafat mengarah kepada bagaimana kita seharusnya berprilaku dalam hidup dan bagaimana kita menjalani hidup. Ranah perilaku ini memunculkan pengertian bahwa etika merupakan moral etika juga diartikan dengan sopan santun atau juga diartikan dengan tindakan baik dimana hal ini tidak sepenuhnya salah.  Munculnya etika digunakan untuk menjawab pertimbangan kategoris dalam kehidupan manusia kaitanya dengan baik atau buruk, benar atau salah menurut aturan moral yang berlaku.

Pada lembaga guruan berkaitan dengan perilaku peserta didik menghormati guru dengan cara berkomunikasi dengan baik, memperhatikan apa yang sedang dijelaskan, mengerjakan apa yang menjadi tugasnya dan masih banyak lagi merupakan nilai baik yang harus ditanamkan dan dicontohkan oleh seorang guru baik secara langsung maupun tidak. Sebenarnya hal ini tidak hanya harus dilakukan dan dicontohkan oleh guru mengingat intensitas pertemuan yang hanya beberapa saat saja di sekolah maka hal ini mengharuskan orang tua juga memberikan didikan prihal etika. Terlebih ketika  pembelajaran dilaksanakan secara daring. Intensitas pertemuan peserta didik dan guru ketika pembelajaran daring sangat terbatas malahan bisa jadi untuk bertemu secara tatap muka, siswa dan guru hanya bisa bertemu seminggu sekali maksimal atau bahkan sebulan sekali. Ini mengakibatkan guru tidak bisa memberikan uswatun hasanah secara langsung kepada peserta didik. pertemuan sendiri dalam term islam merupakan hal yang wajib bahkan dalam term yang biasa di pondok pesantren, asalkan bertemu secara tatap muka mau tidur mengantuk atau yang lainnya dalam suatu pembelajaran tetap saja lebih baik daripada belajar sendiri. Maka dari itu intensitas tatap muka memang sangat diperlukan untuk mendidik etika peserta didik.

Pelaksanaan guruan daring memeberikan hambatan baik kepada guru maupun kepada peserta didik dalam bidang kognitif terlebih pada bidang afektif. Posisi guru yang tidak bisa bersinggungan langsung dengan peserta didik mengurangi kekuasaan guru dalam memberikan pengaturan dan guruan prihal etika ini. Misalnya ketika dalam pelaksanaan pembelajaran peserta didik mengikutinya dengan makan atau minum maka hal ini tidak lagi menjadi suatu hal yang bisa dihindari dan mendapatkan teguran secara langsung, bentuk hukuman juga masih paradoks dimana hukuman yang diberikan tidak secara langsung bisa dilakukan oleh peserta didik. peserta didik hanya akan melakukan itu jika sosok guru memang hadir dan nyata di depannya. Selain itu etika peserta didik berkaitan dengan tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan, ketika peserta didik tidak menyelesaikan tugas pada saat itu guru hanya bisa mengancamnya dari sisi nilai dimana hal ini menanamkan pragmatisme kepada peserta didik. peserta didik yang mengerjakan tugas mendapatkan nilai dan jika tidak maka tidak akan mendapatkan nilai. Belum ada inovasi lainnya yang bisa dilakukan guru untuk mengantisipasi hal ini.

Bentuk lainnya yang bisa dilihat ketika pelaksanaan pembelajaran peserta didik tidak memperhatikan pelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini dapat diketahui melalui banyaknya peserta didik yang tidak mau menonton video ataupun membaca materi yang diberikan oleh guru, peserta didik biasanya hanya melihat awal video dan kemudian merasa bosan. Jika materi yang diberikan berbentuk file, maka hanya akan di download saja tidak kemudian membacanya. Hal yang demikian membuktikan bahwa kesadaran akan tanggung jawab peserta didik sebagai pelajar yang seharusnya belajar belum tertanam dengan baik di dalam jiwanya.

Etika yang ditampilkan peserta didik ini mencerminkan lemahnya guruan dalam membina etika dan juga evaluasi yang wajib dilakukan secara terus menerus. Etika yang muncul ketika pembelajaran daring memang tidak bisa disamakan dengan ketika pembelajaran tatap muka. Misalnya ketika sedang berlangsungnya pembelajaran secara tatap muka di layar gawai masing-masing, peserta didik tidak bisa mengikuti karena ada permasalahan jaringan, maka ini suatu hal yang perlu dimaklumi. Permasalahan jaringan ini mengakibatkan peserta didik tidak bisa meminta izin atau mengabari guru dan teman sebayanya untuk memberikan informasi bahwa dirinya sedang dalam fase tidak memiliki jaringan. Selain itu fleksibilitas juga menjadi salah satu yang perlu ada di pembelajaran daring ini. Maksudnya yaitu pelaksanaan pembelajaran melalui video conference misalnya tidak bisa sepenuhnya melarang aktivitas lainnya yang sedang dikerjakan oleh peserta didik selama aktivitas itu tidak mengalihkan perhatian peserta didik. misalnya ketika sedang dalam pembelajaran peserta didik diperkenankan untuk pergi mencari reverensi tambahan berupa buku yang dimilikinya, peserta didik tidak diharuskan duduk dengan tenang dan rapi, belajar sambil rebahan selama peserta didik paham akan pembelajaran yang disampaikan juga menjadi salah satu yang masih bisa dimaafkan. Maka dari itu fleksibilitas ini menjadi salah satu hal yang perlu ditekankan pada guru dan menjadi pedoman dalam pelaskanaan pembelajaran daring. Namun batasan fleksibilitas ini  masih perlu dikaji ulang, sehingga tidak sampai kepada hal hal yang memang seharusnya mendapat teguran namun karena dibingkai dalam fleksibilitas menjadi suatu hal yang wajar.

Pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan media daring ini memang perlu dikaji ulang secara mendalam. Kaitanya dengan etika dirasa sudah menjadi lahan pendegradasian etika peserta didik baik ketika pelaksanaan pembelajaran bahkan sampai kepada etika peserta didik ketika melaskanakan kehidupan kesehariannya. Pelaksanaan pembelajaran yang tidak langsung di awasi oleh guru menghadirkan sikap peserta didik yang sewenang-wenang terhadap materi yang diberikan. Kedekatan emosional yang tidak terjalin dengan baik antara guru dan peserta didik juga memutuskan rasa hormat peserta didik dengan meremehkan materi yang diberikan oleh guru. Tidak adanya bentuk hukuman yang lain selain pada pengurangan nilai juga tidak bisa dilakukan secara langsung.

Selain itu kurangnya pengawasan orang tua dalam pelaksanaan daring ini baik itu dikarenakan ketidak mampuan orang tua dalam mengikuti pembelajaran daring atau karena memang orang tua tidak perduli dengan pembelajarannya membuat peserta didik menjadi orang yang berjalan sendiri mengarungi lautan pembuktian dan pencarian jati diri. Wadah yang tidak bisa ditemukan oleh peserta didik untuk mengaktualisasikan apa yang diinginkannya mengarah kepada gawai yang menyediakan apa saja yang diinginkannya sehingga peserta didik lebih merujuk kepada gawainya dari pada kehidupan yang sesungguhnya. Gawai yang menyediakan segala hal tanpa adanya filter membuat peserta didik menjadi acuh dan antisosial tidak sedikit peserta didik yang menajdi kecanduan game sehingga mengakibatkan tidak tanggung jawab pada materi yang diberikan oleh guru.

Tugas peserta didik sebagai anak juga tidak dilaksanakan dengan baik, tidak sedikit orang tua yang mengeluhkan anaknya yang lebih tertuju kepada gawainya daripada orang yang ada di sekelilingnya. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli paket data agar gawai bisa digunakan untuk melaksanakn pembelajaran online seringnya porsinya lebih banyak digunakan untuk hal lainnya seperti menonton video yang disukai, membuka aplikasi yang tidak dibutuhkan dan bermain game sehingga memakan data yang besar dan cepat habis.

Pelaksanaan pembelajaran daring memang dirasa memproduksi manusia yang antisosial dan juga lemah akivitas. Antisosial ini jika berlangsung lama maka tidak hanya kehidupan kota saja, kehidupan desa juga disulap menjadi masyarakat yang acuh akan tetangganya sehingga rasa tenggang rasa dan juga gotong royong akan terkikis dan hilang dari permukaan. Hilangnya hal hal baik yang berkaitan dengan kerjasama fisik dan terciptanya masyarakat baru dimana pelaksanaan kerjanya hanya di depan gawainya. Hilangnya kompetensi peserta didik yang berkaitan dengan kerja fisik karena kesehariannya hanya terpaku pada gawai dan apa yang dilihat hanyalah apa yang diinginkannya bukan apa yang dibutuhkannya.

Kiranya semua permasalahan ini menjadi revleksi kita bersama, meskipun pemerintah sudah memberikan ijin untuk melaksanakan sekolah tatap muka pada juli 2021 namun tidak menutup kemungkinan pembelajaran online akan dilaksanakan kembali mengingat pandemi covid 19 masih terus berkembang dan bermutasi. Orang tua dan guru seharusnya bersinergi bersama dalam mengembangkan potensi anak baik dari sisi akademiknya maupun sikap mentalnya. orang tua dengan porsi yang lebih besar sudah tidak bisa lagi lepas tangan menyerahkan seluruh guruan anak kepada guru. Orang tua seharusnya mulai berperan serta dalam membina mental dan sikap anak untuk selalu melaskanakn tugasnya sebagai pembelajar. Sehinga tidak hanya akan tercipta peserta didik yang baik. Namun juga peserta didik yang cerdas dan beradab.

Guru juga perlu merancang pembelajaran kembali. Hal ini dikarenakan materi yang tidak terserap secara maksimal ketika pembelajaran online akan berpengaruh kepada pelaskanaan pembeljaaran tatap muka. Pembeljaaran tatap muka yang akan dilaksanakan juli ini menjadi PR tersendiri bagi guru. Kebiasaan dan etika peserta didik yang sudah terpengaruh oleh kebiasaan ketika pandemi akan mempengaruhi sikapnya ketika di sekolah. tidak bisa guru mengharapkan etika yang sama seperti yang sebelumnya ketika sebelum ada pandemi. Sekala maksimalitas kenakalan yang ada pada peserta didik harus menjadi pertimbangan dan kemudian guru merancang segala hal yang digunakan untuk menangani peserta didik. meskipun ini hanya refleksi dan antisipasi kiranya menjadi hal yang menjadi prioritas untuk dipertimbangkan.

PENULIS: SEPTY NURUL ARYANI - IAIN KUDUS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun