Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak "Homeschooling" Tidak Bisa Sosialisasi? Mitos!

24 Maret 2018   15:51 Diperbarui: 24 Maret 2018   20:45 3233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi.(SHUTTERSTOCK) | Sumber: Kompas.com

Saya dan praktisi homeschooling lain seringkali menghadapi orang-orang yang skeptis tentang kemampuan sosialisasi anak homeschooling. "Homeschooling? Sosialisasinya gimana?"

Untuk menjawab sikap skeptis tersebut, berikut saya berikan sedikit penjelasan agar kita mampu mengubah mindsetatau pandangan mengenai kemampuan sosialisasi anak-anak homeschooling.

Pertama, anak dari sekolah formal tidak selalu punya kemampuan sosialisasi yang baik.

Kalau Anda meragukan kemampuan sosialisasi anak homeschooling, pernahkah Anda bertanya pada diri sendiri apakah anak dari sekolah formal juga selalu memiliki kemampuan sosialisasi yang baik?

Jawabannya tidak. Ada juga anak dari sekolah formal yang rendah diri, memiliki konsep diri negatif dan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Dan hal ini sebenarnya tergantung dari pola asuh orangtuanya.

  • Bagaimana orangtua menanamkan nilai dan prinsip hidup pada anak
  • Bagaimana orangtua merancang kegiatan belajar, bertemu orang-orang lintas usia
  • Bagaimana orangtua mengajarkan anak gabung komunitas dan belajar berteman secara mandiri

Kedua, sekolah justru sering mengkotak-kotakkan interaksi sosial anak.

Hal ini bisa Anda perhatikan dari pergaulan Anda dulu sewaktu sekolah dulu atau interaksi sosial anak-anak Anda sendiri.

Anak sekolah pada satu jenjang tidak berani bergaul dengan kakak kelasnya. Mereka merasa takut, minder dan mengaku menghormati seniornya. 

Anak-anak yang tergolong senior pun merasa gengsi jika harus bergaul dengan juniornya. Karena menganggap diri mereka memiliki otoritas lebih di sekolah.

Memang tidak semua anak sekolah tidak berani bergaul dengan senior dan gengsi di hadapan adik kelas. Tapi, praktik seperti ini sangat mudah ditemukan di sekolah-sekolah. Artinya, lebih banyak yang menjalankan budaya 'digencet senior' ketimbang yang tidak.

Ketiga, di sekolah kita tidak berteman dengan semua orang.

Coba Anda perhatikan budaya pergaulan di sekolah. Dari ratusan anak seangakatan Anda, apakah Anda berteman dengan semuanya? Jelas tidak.

Jangankan berteman, kenal saja tidak semuanya. Benar sekali! Kita tidak mengenal dengan baik semua teman kita dalam satu angkatan sewaktu sekolah.

Sampai Anda dewasa dan berumah tangga, berapa banyak teman sekolah yang sampai saat ini masih berteman baik dengan Anda? Kita hanya akrab dengan beberapa orang saja mungkin sekitar 5-10 orang. Tidak banyak, kan?

Keempat, pahami makna sosialisasi dengan baik.

Apa sih yang dimaksud dengan sosialisasi? Sosialisasi bisa dilihat dari 3 hal;

  • Penanaman nilai dan prinsip hidup
  • Membangun kecakapan sosial
  • Interaksi lingkungan sekitar

Jika kita melihat sosialisasi sebagai cara untuk menanamkan nilai dan prinsip hidup, maka tempat yang tepat adalah keluarga. Bukan teman sebaya.

Bagaimana kita menanamkan prinsip kejujuran, membangun karakter anak, membantu anak mengelola emosi, memperhatikan perkembangan psikologis mereka serta menjadi orangtua teladan.

Mengatakan atau menasihati anak sembari mencontohkannya melalui keseharian. Itulah penanaman nilai dan prinsip hidup yang tepat.

Kita juga perlu melihat sosialisasi sebagai cara untuk membangun kecakapan sosial. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia harus punya adab. Adab inilah yang saya sebut dengan kecakapan sosial.

Anak-anak harus tahu bagaimana cara mengungkapkan perasaan dan pemikirannya. Tidak hanya itu, anak juga harus memiliki kemampuan mendengarkan yang baik.

Memiliki kepedulian, peka dengan kondisi sekitar, mampu memahami orang lain, mampu mengatasi konflik, pandai bernegosiasi dan berpartisipasi dalam kelompok masyarakat.

Jadi, bukan asal berteman dengan orang-orang sebaya. Tapi, dalam berteman itu anak-anak perlu diajari adabnya.

Lagi-lagi, orangtua dan keluarga adalah tempat yang tepat dalam  mengajarkan adab berteman pada anak. Bukan teman sebaya. Karena seringkali orangtua tidak paham bagaimana latar belakang teman dari anaknya.

Makna sosialisasi yang ketiga adalah sebagai cara untuk mengajarkan anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Nah, disini kita bisa mengajak anak untuk berteman dengan sebaya.

Tapi, anda juga perlu ingat. Bentuk dari interaksi lingkungan sekitar itu tidak hanya teman sebaya. Ada juga saudara, keluarga besar, lingkungan sekitar rumah, organisasi atau komunitas sehobi.

Supaya anak-anak tidak hanya pandai bergaul dengan anak-anak seusianya. Tapi juga luwes bergaul dengan orang-orang dari lintas usia.

Bagaimana? Masih meragukan kemampuan sosialisasi anak homeschooling? Semoga saja tidak ya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun