Jadi, daya kritis itu bisa tumbuh kalau kita sering mengajak anak melihat secara langsung mengenai kondisi lingkungan di sekitar kita. Setelah melihat, kita ajak diskusi.
- Bagaimana pendapatnya mengenai kondisi yang dilihat?
- Mengapa hal itu bisa terjadi?
- Apa yang menjadi penyebabnya?
- Apa dampaknya pada kondisi ekonomi, sosial dan psikologis masyarakat?
Kita juga perlu mengajak anak untuk berandai-andai, bagaimana jika kamu mendapat kesempatan menjadi pembuat keputusan, solusi apa yang akan kamu tawarkan?
Sayangnya, pertanyaan-pertanyaan semacam ini tak pernah diajarkan di sekolah. Yang tiap hari ditanyakan guru adalah sebutkan, jelaskan, urutkandimana semua jawabannya bisa kita temukan dengan mudah di buku. Itu namanya mencatat ulang! Bukan berpikir yang mampu menumbuhkan daya kritis.
Ajak anak kita terjun langsung mengamati fakta kehidupan masyarakat di sekitarnya. Jangan hanya mempelajari materi akademis yang konteksnya jauh dari kehidupan nyata mereka.
Anak gunung dan anak pantai belajar mengenai materi pelajaran yang konteksnya adalah kota megapolitan. Tidak masalah kalau tujuannya adalah membuka wawasan mereka tentang perkotaan.
Tapi, kalau semua materi pelajaran konteksnya seperti itu, namanya bukan wawasan! Itu namanya mematikan kemampuan anak-anak melihat peluang di sekitarnya.
Ini juga yang mengakibatkan banyak warga desa pergi merantau dan berharap banyak dengan mencari kehidupan di kota. Padahal, di desa sendiri ada sumber daya alam melimpah. Jangan berikan harapan pada anak-anak sejak dini mengenai kehidupan yang baik dengan menjadi bagian dari perusahaan multinasional dan tinggal di kota.
Sama halnya dengan yang terjadi pada Zaadit dan kawan-kawan mahasiswa lainnya. Kurangnya daya kritis membuat mereka lupa bahwa kerabat dan tetangga yang sangat dekat seperti urat nadinya juga memiliki penderitaan yang sama.
Aksi kawan-kawan mahasiswa ini peringatan bagi orangtua supaya tak hanya fokus pada prestasi akademis. Yang juga penting adalah membangun kesadaran sosial. Mari kita berbenah diri, tumbuhkan daya kritis anak-anak kita. Agar mereka CERMAT MELIHAT DAN BERANI BERTINDAK untuk orang-orang yang lebih dekat nan membutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H