Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zaadit dan Daya Kritis yang Tak Mumpuni

8 Februari 2018   10:46 Diperbarui: 8 Februari 2018   10:53 1299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurangnya Daya Kritis

Bagaimana kita bisa melakukan perbaikan, kalau kita tidak tahu ada sesuatu yang tidak benar di sekitar kita?

Bagaimana kita bisa tahu ada sesuatu yang tidak benar di sekitar kita, kalau kita tidak punya daya kritis?

Hal yang paling penting disini adalah daya kritis. Dengan memiliki kemampuan ini, kita akan sadar bahwa di lingkungan sekitar kita ada sesuatu yang salah/tidak benar.

Kalau tidak punya daya kritis, kita akan cenderung menganggap semua yang ada di sekitar kita itu baik-baik saja alias tidak ada yang salah. Setiap hari Zaadit melihat warga yang tinggal di kolong jembatan. Saya, Anda dan siapa saja yang lewat melihatnya, tapi menganggapnya biasa saja. Memang seperti itu nasibnya. Tidak ada yang bertindak.

Sesekali, mungkin ada yang tergerak untuk memberikan bantuan berupa beras, sembako atau nasi bungkus. Tapi, sumbangan semacam itu akan habis dalam beberapa hari. Yang lebih penting adalah mengedukasi mereka bagaimana cara hidup yang benar. Sumbangan semacam ini hanya akan membuat mereka manja dan ketergantungan.

Oke, kembali lagi ke kasus Zaadit. Jika memang kita ingin mengkritisi, setidaknya berkaca dulu. Apa yang sudah saya lakukan untuk orang-orang di sekitar saya, minimal untuk keluarga, kerabat dan tetangga dekat. Benar kata Bang Adian Napitupulu yang juga diundang dalam Mata Najwa semalam.

Mahasiswa kalau mau menyuarakan derita dan rasa sakit rakyat, harus tinggal dengan rakyat, merasakan air mata dan aroma tubuh rakyat. Jangan mengancungkan kartu kuning kemudian berharap Pak Jokowi menoleh dan memfasilitasi kita berangkat ke Asmat.

Lalu, apa yang akan kalian lakukan disana? Mengajarkan bagaimana pupyang bersih, membangun MCK, kemudian pulang ke Jakarta? Kenapa harus menunggu difasilitasi negara? Kalau memang peduli, langsung turun dan buat gerakan.

Sayangnya, kerabat dan tetangga dekat kita sendiri di Jakarta juga sangat butuh perhatian. Kenapa mahasiswa jauh-jauh menyoroti Asmat? Padahal, yang dekat juga sudah sangat lama menderita. Ini disebabkan karena kurangnya daya kritis kita. Yang akhirnya membuat kita tidak peka dengan lingkungan sekitar.

Kurikulum Ikut Menyumbang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun