Menonton film di layar tancap merupakan salah satu kenangan daripada banyak Kompasianer, terutama saat kegiatan 17 Agustusan di masa lampau. Seiring waktu, saat ini kegiatan layar tancap di kota-kota besar Indonesia seperti Jakarta sudah semakin langka, karena arus modernisasi.  Namun tahukah Kompasianer kalau layar tancap ternyata juga eksis di negeri Canada?  Ya kemaren penulis menonton film layar tancap di Montreal World Film Festival (MWFF). Dalam festival ini ada beberapa kategori film yang diputar, yaitu film berbayar di teater, dan film gratis di layar tancap.  Tidak beda dengan di Indonesia, film yang diputar gratis di layar tancap adalah film-film lama buatan tahun 1963 sampai tahun 1995, sama-sama berkategori misbar, alias bila hujan, pertunjukan dibatalkan. Yang membedakan adalah teknologi layar yang digunakan dan proyektor yang lebih modern, serta disediakan bangku duduk yang bisa menampung seratusan penonton yang datang lebih awal, sisanya menonton sambil berdiri.  Mari kita liput bersama-sama bagaimana sih layar tancap di negara Canada ini.
[caption caption="Banner Selamat Datang di Montreal World Film Festival."][/caption]
Banner Selamat Datang di Montreal World Film Festival.
Montreal World Film Festival, 27 Agustus – 7 September 2015
           [caption caption="Booklet acara 39th Montreal World Film Festival"]
    Â
           Montreal World Film Festival (MWFF) merupakan salah satu agenda tahunan daripada insan perfilman  di Canada yang bertujuan untuk memperkenalkan kebudayaan negara-negara asing kepada masyarakat Montreal melalui film. Selain itu, festival ini juga bertujuan untuk membantu insan-insan perfilman dari berbagai benua untuk mempromosikan film-film mereka di benua Amerika, bertemu dengan sesama professional di dunia perfilman dunia, dan kemungkinan bekerjasama dalam pembuatan film-film bermutu di masa mendatang dengan memadukan kultur budaya lokal. Montreal Festival des Films du Monde 2015  ini merupakan edisi festival yang ke 39 kalinya. Salah satu keunikan dari MWFF 2015 adalah merupakan satu-satunya penilaian Film Festival di Amerika Utara yang diakui oleh FIAPF (International Federation of Film Producers Association).   Adapun penghargaan atau kategori dalam MWFF 2015 antara lain penilaian film terbaik, film dunia (Amerika, Eropa, Asia, Afrika, Oceania), film dokumenter dari berbagai dunia, Chinese cinema, students independent films, dan layar tancap (Cinema Under the Stars).
Cinema Under the Stars
           Saat penulis datang sekitar jam 8 sore, di depan gerbang festival, terdapat booklet serupa majalah yang dapat diambil oleh pengunjung. Dalam booklet ini terisi daftar pertunjukan dari film-film yang akan diputar, beserta theatre yang akan memutarnya. Booklet tersebut terdiri dari 70 halaman dengan kertas arts paper full color.  Berikut contoh halaman daripada booklet tersebut. Penulis segera melihat daftar film cinema à la belle étoile (layar tancap) untuk hari tersebut, 30 Agustus 2015, yaitu Le Confessional, produksi Canada, tahun 1985. Â
[caption caption="Daftar pertunjukan film-film festival dunia berbayar di theater."]
Â
[caption caption="Daftar pemutaran film gratis layar tancap."]
Â
           Begitu penulis memasuki area festival, tidak terlalu jauh terlihat layar raksasa sedang memutar film.  Teknologi layar tancap yang digunakan termasuk modern, karena tingginya setara gedung 3 tingkat, yaitu 9 meters,  dan menggunakan teknik layar yang dapat mengembang seperti balon.   Jadi berbeda dengan di Indonesia yang masih menggunakan bambu untuk menopang layar tancapnya.Â
[caption caption="Layar tancap setinggi 9 meter. "]
Â
           Penasaran bagaimana teknik layar yang bisa mengembang tersebut, penulis melihat ke bagian belakang layar untuk melihat arsitektur dari layar tancap tersebut. Ternyata konsepnya seperti balon yang dipakai untuk berenang, yaitu diisi udara sehingga layar akan terkembang. Di bangku duduk sudah terlihat seratusan penonton duduk menonton film tersebut. Penonton yang datang belakangan  duduk di anak-anakan tangga batu, ataupun menonton sambil berdiri. Sementara di belakang penonton terlihat tenda putih tempat memutar proyektor film ke layar tancap tersebut.
[caption caption="Bagian belakang layar tancap, diisi udara sehingga layar terkembang."]
Â
[caption caption="Proyektor pemutar film. "]
Â
[caption caption="Penonton sudah ramai duduk di undakan anak tangga. "]
Â
           Berhubung hari telah malam, dan hari senin akan ada kegiatan lain yang harus diikuti, maka penulis meninggalkan acara sebelum film berakhir.Â
[caption caption="Banner di pintu keluar arena festival."]
Â
           Sayangnya penulis tidak menjumpai adanya film Indonesia yang berpartisipasi dalam Festival des Films du Monde kali ini, padahal negara-negara tetangga ASEAN, seperti Singapore, Thailand, Vietnam, bahkan Myanmar, berpartisipasi.  Mungkin produser di Indonesia tidak mendapatkan informasi adanya festival film dunia seperti ini di Amerika Utara. Tentunya bilamana ada film Indonesia diputar, tentunya dapat memperkenalkan budaya Indonesia ke masyarakat Canada, dan juga dapat membuat masyarakat Indonesia di Canada untuk datang menonton film Nusantara. Sekian liputan kali ini. Au Revoir, dan Merci.  Sampai jumpa di liputan berikutnya.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H