Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menjadi salah satu kebijakan penting dalam reformasi perpajakan di Indonesia. Langkah ini bertujuan untuk memperkuat struktur keuangan negara di tengah tantangan global dan kebutuhan pembangunan nasional. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar menjadi solusi untuk perekonomian?
Berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah menetapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada 2022, dan selanjutnya menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini diambil untuk:
1. Mengoptimalkan Penerimaan Pajak: PPN merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara, yang diharapkan dapat menutup defisit anggaran.
2. Meningkatkan Keberlanjutan Fiskal: Dengan tambahan penerimaan dari PPN, pemerintah dapat mendanai berbagai program pembangunan dan pemulihan ekonomi.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Meski banyak mengalami pro dan kontra, kebijakan ini juga memunculkan sejumlah tantangan, seperti:
1. Dampak pada Daya Beli Masyarakat
Kenaikan PPN dapat menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, terutama untuk masyarakat menengah ke bawah yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.
2. Pengaruh pada Inflasi
Penyesuaian tarif PPN bisa memicu kenaikan inflasi, yang berpotensi mengurangi stabilitas ekonomi.