Setelah runtuhnya Uni Soviet, republik-republik yang baru merdeka menghadapi tantangan ekonomi yang berat, karena ekonomi mereka telah terintegrasi erat dengan ekonomi Uni Soviet. Maka dari itu CIS memberi peluang kepada negara-negara anggota CIS untuk melanjutkan kolaborasi di bidang perdagangan, keuangan, transportasi, dll. Yang setidaknya membantu mengurangi dampak negatif dari keretakan ekonomi ini walau Uni Soviet telah bubar.
3. Memperkuat Interaksi Politik
Selain itu, CIS menjadi platform untuk interaksi politik seperti membahas kepentingan bersama, masalah diplomatik, dan menyelesaikan perselisihan. Saat ini, CIS membahas masalah keamanan, migrasi, dan topik penting lainnya yang memengaruhi semua negara anggota.
KTT tersebut telah menunjukkan bahwa format CIS masih relevan dan memiliki banyak potensi, meskipun dalam beberapa tahun terakhir, beberapa pakar telah menyatakan keraguan terhadap masa depan organisasi tersebut. "Namun, situasi geopolitik saat ini hanya memperkuat hubungan Rusia dengan bekas republik Soviet. CIS merupakan platform yang sangat penting untuk mempromosikan integrasi dengan negara-negara yang bukan bagian dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) atau Uni Ekonomi Eurasia (EAEU) -- Azerbaijan, Uzbekistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Moldova -- tetapi yang memandang Rusia sebagai mitra utama. Misalnya, pada KTT tersebut, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menggambarkan hubungan antara Azerbaijan dan Rusia sebagai sekutu," Ujar Farhad Ibragimov yang merupakan seorang pakar, dosen di Fakultas Ekonomi Universitas RUDN, dosen tamu di Institut Ilmu Sosial Akademi Kepresidenan Rusia untuk Ekonomi Nasional dan Administrasi Publik, dilansir RT.
Kebijakan anti-Azerbaijan dari Kongres dan Dewan Perwakilan Rakyat AS (yang menuntut untuk menjatuhkan sanksi pada negara tersebut), dan retorika agresif Prancis mendorong Azerbaijan untuk menetapkan prioritasnya di bidang kebijakan luar negeri. Fakta bahwa negara tersebut mengajukan permohonan untuk bergabung dengan BRICS keesokan harinya setelah Putin menyelesaikan kunjungan kenegaraannya ke Baku dengan jelas menunjukkan prioritas geopolitik negara tersebut.
4. Ukraina Adalah Pendiri CIS
Apa yang awalnya merupakan pertemuan berformat sempit kemudian berlanjut dalam format yang diperluas dan melibatkan anggota delegasi dari negara-negara anggota CIS.
Di antara para pemimpin yang menghadiri Dewan Kepala Negara CIS adalah Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev, Presiden Kirgistan Sadyr Japarov, Presiden Tajikistan Emomali Rahmon, Presiden Turkmenistan Serdar Berdimuhamedow, Presiden Uzbekistan Shavkat Mirziyoyev, dan Sekretaris Jenderal CIS Sergey Lebedev. Moldova tidak berpartisipasi dalam pertemuan puncak tersebut, meskipun tetap menjadi anggota CIS. Ketidakhadiran Presiden Moldova Maia Sandu tidak banyak diketahui, sama seperti ketidakhadiran perwakilan dari Kiev. Meskipun secara teratur menyatakan niatnya untuk memutuskan semua hubungan dengan CIS, Ukraina masih belum melakukannya. Penting untuk dicatat bahwa Kiev selalu menempati tempat yang unik di CIS. Ukraina adalah anggota pendiri organisasi tersebut, tetapi tidak meratifikasi Piagam CIS yang akan sepenuhnya menjadikan Ukraina sebagai anggota secara resmi, meskipun menandatangani banyak dokumen dan berpartisipasi dalam kegiatan CIS hingga kudeta 2013-2014. "Ukraina tetap menjadi bagian dari Kawasan Perdagangan Bebas CIS, dan perjanjian utama CIS seperti perjanjian tentang Pembentukan Persemakmuran Negara-negara Merdeka dan Protokol Alma-Ata (yang sering dirujuk Kiev) masih berlaku di Ukraina. Meski terdengar tidak masuk akal, secara hukum dan formal, Ukraina tetap menjadi anggota CIS," papar Ibragimov.
5. Seruan Ukraina, Georgia dan Moldova Kembali ke Pangkuan Uni Soviet
Presiden Belarusia Alexander Lukashenko kali ini menyerukan untuk mengembalikan "keluarga CIS" ke kondisi semula yang menyiratkan bahwa Georgia, Moldova, dan Ukraina harus bergabung kembali dengan CIS. Lukashenko mengakui bahwa Belarusia memelihara kontak dengan pejabat Ukraina, yang memberi Minsk harapan bahwa situasi dapat berubah menjadi lebih baik di masa mendatang.
KTT CIS biasanya mengutamakan komunikasi informal, yang bahkan lebih efektif dalam hal memperkuat hubungan antara negara-negara anggota. Misalnya, sebelum pertemuan umum dengan para pemimpin CIS, Putin mengadakan pembicaraan terpisah dengan para pemimpin Azerbaijan dan Armenia, yang menekankan peran Moskow sebagai penengah geopolitik penting di Kaukasus Selatan. Meskipun perannya pasif di CSTO, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan ingin mempertahankan hubungan persahabatan dengan Rusia melalui EAEU dan CIS. Ia kemungkinan besar akan meyakinkan Moskow bahwa hubungan Armenia yang semakin erat dengan Barat terbatas pada bidang-bidang tertentu dan tidak ditujukan terhadap Rusia. Sebagai tanggapan, Moskow kemungkinan akan mengangkat isu penyelesaian perjanjian damai antara Azerbaijan dan Armenia yang sedari awal merdeka saling berkonflik karena masalah sengketa di wilayah yang namanya dikenal sebagai Artsakh oleh masyarakat Armenia atau Nagorno-Karabakh oleh masyarakat Azerbaijan. Hal ini sangat penting bagi Rusia karena hubungan dekatnya dengan kedua belah pihak didasarkan pada sejarah, pandangan, dan memori sejarah yang sama. Saat ini, proses penyelesaian perjanjian damai yang penting tersebut telah terhenti karena masalah yang belum terselesaikan mengenai hubungan transportasi antara daratan utama Azerbaijan dan wilayah eksklave Azerbaijan yang bernama Nakhchivan. Meskipun demikian, Moskow tetap menjadi mitra yang sangat penting dan berpengaruh bagi Baku dan Yerevan dan kepentingannya tidak dapat diabaikan.