Namun ketika pemilu telah selesai banyak orang yang unjuk rasa bahwa ada kecurangan dalam pemilu tahun itu dan dengan begitu membuat paslon 01 dan paslon 03 menyewa pengacara untuk menggugat hal tersebut di MK (Mahkamah Konstitusi), tetapi pada akhirnya pengacara-pengacara paslon 01 dan paslon 03 pun kalah dalam gugatan dan tetaplah paslon 02 itu menang secara sah.
  Oleh karena itu membuat demokrasi negara tersebut melemah karena upaya nepotisme dan dinasti politik Mulyono yang berhasil, kemudian diperparah lagi ketika ada isu bahwa Caesar yang saat itu merupakan ketua umum sebuah partai yang katanya "partai anak muda" itu akan dicalonkan menjadi cawagub Meikarta menjelang pilkada Meikarta nanti, nah karena ada isu tersebut akhirnya ketua MK yang baru membuat putusan agar Caesar tidak bisa ikut pilkada Meikarta, kemudian putusan MK di negara tersebut kan sebenarnya tidak boleh diganggu gugat tetapi malahan oleh Volksraad ditentang dan justru membuat putusan agar Caesar tetap bisa ikut pilkada Meikarta sehingga itu menjadi darurat demokrasi negara tersebut.Â
Belum lagi pada pilkada Meikarta kali ini itu ada paslon yang calon-calonnya independen atau tidak tergabung partai manapun yang terjadi ketidakjelasan saat mereka masuk untuk mencalonkan diri sebagai cagub dan cawagub Meikarta.
  Dan sekarang di negara tersebut sedang viral bahwa presidennya alias Mulyono itu meloloskan ekspor pasir laut yang di mana di negara tersebut ini telah dilarang/ilegal sejak tahun 2004 silam yang membuat citra Mulyono sekarang semakin buruk dan Raka yang statusnya sekarang merupakan wapres terpilih ternyata mempunyai rekam jejak yang pernah menjelek-jelekkan Wok selaku presiden terpilih.
  Itulah sedikit kisah mengenai Mulyono dan kedua anak laki-laki nya yang menjadi perantara Mulyono untuk menghancurkan demokrasi negara tersebut.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H