Mohon tunggu...
Marcellinus Vitus
Marcellinus Vitus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa STF Driyarkara

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Ramainya Politik Kita

10 Februari 2017   12:30 Diperbarui: 10 Februari 2017   12:39 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disadari atau tidak akhir-akhir ini situasi perpolitikan Indonesia terasa sangat ramai. Pilkada serentak memang tinggal menghitung hari. Pesta demokrasi akan kembali digelar sehingga lumrah saja keramaian semakin menjadi-jadi. Para Paslon Kepala Daerah beserta partai-partai pendukungnya serempak mengeluarkan amunisi mutakhirnya demi mengamankan kursi Kepala Daerah incaran. Tindakan mereka pun mau tidak mau berdampak pada banyak pihak: tanggapan para politikus hingga mantan presiden yang menjadi viral, gerakan para pekerja seni dan musisi mengadakan konser pemilu yang menghibur, hingga keanekaragaman hasil sigi (survei) paslon favorit. Semuanya membuat politik Indonesia menjadi ramai.

Keramaian politik Indonesia akhir-akhir ini membuat saya tergerak untuk menilik sebab-musabab meningkatnya volume keramaian politik Indonesia. saya tidak ingin menyentuh perihal sentimen agama karena akan menghasilkan perdebatan panjang yang tak kunjung usai. Dari pembacaan serta analisa atas keramaian politik kita sekarang ini, setidaknya ada tiga faktor yang membuat kadar keramaian politik kita meningkat. Ketiganya adalah media sosial, aktivitas para politikus, dan bonus demografi Indonesia.

Sumber: www.bp.com
Sumber: www.bp.com
Pertama, media sosial. Sherry Tukle dalam bukunya Alone Together: Why We Expect More from Technology and Less from Each Other(2011) menggambarkan adanya sebuah kultur baru di tengah masyakarat dewasa ini. Kultur tersebut adalah kultur “saling terhubung” (always on). Kultur “saling terhubung” ini selain berperan dalam memadatkan ruang dan waktu perjumpaan antar manusia, berakibat pula pada cepatnya keterkiriman dan penerimaan arus informasi. Dengan mudah dan cepatnya informasi didapatkan, para penikmat dan pengguna sosial media dan internet disajikan segudang informasi – baik berita benar atau pun hoax. Informasi mudah didapatkan dan banyak, namun kurang mendalam. Harian Kompas beberapa waktu yang lalu menyatakan situasi darurat membaca kita. Dalam pemaparannya dinyatakan bahwa banyak yang tidak kuat membaca selama lebih dari satu menit. Bisa dibayangkan, seberapa dalamnya informasi yang didapatkan di tengah banyaknya informasi yang ditawarkan kepada seseorang.

Sumber: pbs.twimg.com
Sumber: pbs.twimg.com
Kedua, aktivitas para politikus. Para politikus pun turut membuat ramai politik kita. Keramaian yang mereka buat dapat kita buat daftarnya; mulai dari komentar dan tanggapan di stasiun televisi, status laman facebook, cuitan status twitter, hingga merasa perlunya untuk membuat klarifikasi atas berita hoax yang menyakitkan hati. Tindakan wajar ini membuat volume keramaian meningkat karena mereka menjadi sorotan publik yang segala gerak-geriknya terus dipantau oleh publik. Tidak hanya itu, seringkali mereka mengeluarkan pernyataan yang ambigu. Antara berkomentar mendukung atau menyerang, atau bahkan antara curhat atau kritik atas pemerintahan yang dianggap kurang tanggap. Akibatnya, para aktor aktif politik ini tidak memberikan kesejukan ataupun persatuan dalam keramaian politik, melainkan menambahkan “bumbu pedas pemecah belah” yang membuat keramaian semakin menjadi-jadi.

Bonus Demografi Indonesia - https://indonesiana.tempo.co
Bonus Demografi Indonesia - https://indonesiana.tempo.co
Ketiga, bonus demografi Indonesia. Dalam pelbagai analisa atau pun literatur dapat ditemukan paparan yang menyatakan bahwa Indonesia sedang mengalami bonus demografi yang begitu besar. Angkatan kerja Indonesia berada dalam jumlah yang banyak dan berpotensi memberikan insentif besar bagi perkembangan perekonomian kita. Akan tetapi, perlu disadari pula dampaknya bagi situasi perpolitikan Indonesia. Terutama di antara para angkatan kerja baru, banyak di antara mereka yang hendak mencecap partisipasi aktif dalam pemilu kali ini. Antusiasme dalam angkatan ini sangatlah besar sehingga banyak yang tergerak untuk berkecimpung di dalamnya. Selain itu, perlu diingat bahwa angkatan ini termasuk pengguna aktif media sosial. Keramaian media sosial pun ditentukan pula oleh aktivitas angkatan ini di media sosial. Jika dikombinasikan dengan kurangnya minat mencari informasi yang mendalam, angkatan ini dapat menjadi sasaran empuk sekaligus aktor pencipta keramaian politik Indonesia sekarang ini.

Ada awal dan ada pula akhir. Pesta demokrasi dalam wujud Pilkada Serentak pada 15 Februari 2017 hendak dimulai. Keramaian boleh jadi semakin meningkat. Namun, perlu disadari pula akan adanya akhir dari pesta ini. Pesta demokrasi hendak dimulai dan akan selesai setelah Kepala Daerah terpilih dilantik – siapapun orangnya. Keramaian pun hendaknya selesai ketika pesta usai. Akan lebih indah ketika keramaian pesta demokrasi dihiasi dengan persatuan di antara kita semua. Boleh ramai dalam pesta demokrasi, asalkan jangan sampai gaduh. Selamat pesta demokrasi…. Ayo coblos!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun