Banyak masukkan jenis hukuman yang dapat diajukan untuk menjerat para koruptor. Mulai dari penjara seumur hidup, pemotongan tangan/jari tangan, pemiskinan para koruptor, hingga penggantungan di monas – sebagaimana pernah dilontarkan oleh Anas Urbaningrum. Menanggapi usulan ini – menurut Machiavelli – setiap jenis hukuman perlu memiliki dua unsur mendasar, yakni (1) penekanan rasa takut rakyat (dalam hal ini koruptor dan para calonnya) dengan menekankan kaidah etika umum yang berlaku; dan (2) dilakukan “Cukup Sekali!” sehingga dapat menjadi mitos yang menekan rasa takut masyarkat
Andaisaja Machiavelli masih hidup dan kini menjadi ketua KPK, saya yakin untuk memenuhi unsur kedua, Paket hukum dan konstitusi khusus, Machiavelli akan memilih bentuk penghukuman “Pemiskinan Total Para Koruptor” yang kasusnya di bawah penanganan KPK. Namun, penerapan hukuman ini perlu melakukan pengamatan yang sangat cermat sehingga dapat tepat guna.
Penerapan kebijakan “Pemiskinan Total” ini dilakukan melalui empat langkah. Pertama, setelah ditetapkan sebagai pelaku korupsi, para koruptor harus membayar ganti rugi kepada negara sebagaimana telah ditentukan oleh undang-undang dan peradilan. Kedua, seluruh harta kekayaan dan milik atas nama sang koruptor dan segala hal yang berhubungan dengannya (atas nama isteri, anak, keluarga, atau kolega) – sejauh telah diselidiki dan ditemukan kaitannya oleh penyidik KPK – disita seutuhnya dan diberikan kepada negara. Ketiga, sang koruptor dimasukkan ke dalam penjara dengan lama penahanan berdasarkan keputusan hakim pengadilan. Keempat, keluarga yang ditinggalkan (anak dan isteri) mendapatkan label “keluarga koruptor” dan jika tidak memiliki tempat tinggal, dipindahkan ke rumah susun yang telah dipersiapkan pemerintah.
Kebijakan “Pemiskinan Total” dalam lingkup kerja KPK perlu dilakukan dengan tepat karena tindakan korupsi sudah sangat mendesak untuk ditanggulangi. Mendesak dalam arti: (1) besarnya kerugian yang diakibatkan oleh negara; (2) biasanya dilakukan oleh para pejabat negara dan mendapatkan sorotan publik yang amat besar; dan (3) efek penindakannya akan berakibat luas pada penekanan ketakutan rakyat untuk melakukan tindakan korupsi.
Kebijakan ini mau tidak mau harus memenuhi persyaratan penyelidikan yang sangat serius dan ketat oleh KPK. Jangan sampai para koruptor dapat melakukan serangan balik terhadap KPK, yang dalam lain kata menghancurkan virtu seorang penguasa terhadap rakyat. Bila hal ini sampai terjadi, virtu masyarakat akan kembali terdegenerasi kembali dengan penekanan dan preferensi pada kepentingan pribadi daripada kepentingan publik.
***
Dengan “Pemiskinan Total”, dan segala bentuk persyaratannya yang ketat, diharapkan rakyat dapat merasa takut dan mengurungkan niat untuk melakukan tindakan korupsi. Ketatnya prosedur penyidikan diberlakukan agar “Pemiskinan Total” tidak begitu dengan mudah diputuskan sebagaimana dinyatakan oleh Machiavelli bahwa tindakan kekerasan cukup sekali dan dapat menimbulkan trauma dan mitos bagi rakyat untuk tidak melakukan korupsi. Dengan demikian, melalui kebijakan “Pemiskinan Total” virtu seorang pemimpin tetap terjaga sehingga kestabilan negara tetap terjamin karena rakyat tunduk dan patuh serta mengikutkan virtu-nya pada virtupenguasa atau pemimpin.
Andaisaja Machiavelli masih hidup dan menjadi ketua KPK....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H