Mohon tunggu...
Marcellinus Vitus
Marcellinus Vitus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa STF Driyarkara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Filsafat Itu Menggembirakan

15 Oktober 2015   21:43 Diperbarui: 15 Oktober 2015   22:04 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya ingin bertanya, kira-kira apa yang ada di benak anda semua ketika mendengar kata filsafat? Susah… Mengawang-awang… Abstrak… Membingungkan… Tidak membumi…Menarik… Tertantang…. Atau bahkan sangat gampang???  Mungkin, kebanyakan pendapat di antara kita bernada pesimis atau bahkan sedikit negatif perihal “sosok” filsafat ini. Namun, sungguhkah demikian? Dalam tulisan sederhana ini.. saya ingin memperlihatkan betapa filsafat itu berawal dari sebuah kegiatan yang menggembirakan. Maka... silahkan menyimak dengan kebahagiaan pula...

Sang Pencinta Kebijaksanaan

Kata filsafat sejatinya berasal dari kata dalam Bahasa Yunani, yakni philosophia. Kata philosophia ini merupakan gabungan dari dua kata dasar, philos dan sophia. Philos memiliki arti “pencinta atau pencari”, sementara sophia dapat diartikan sebagai “kebijaksanaan”. Singkat kata, philosophia berarti “mencintai kebijaksanaan”. Oleh karena itu para filsuf – mereka yang berfilsafat - sebenarnya merupakan “Seseorang yang mencintai (oleh karena itu mencari) kebijaksanaan”; dengan lain kata, Filsuf adalah SANG PENCINTA KEBIJAKSANAAN.

Akan tetapi… itu kan baru menjelaskan secara literer (asal-usul) arti kata dari filsafat. Menjadi pertanyaan selanjutnya, “Sesungguhnya apa itu filsafat?” Dalam menjawab pertanyaan ini – secara sederhana -  kita dapat membandingkannya dengan definisi Ilmu Pengetahuan.

Ilmu Pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan. Ciri khasnya adalah ilmu pengetahuan berbasiskan pada “data dan fakta yang terdapat dalam ruang dan waktu serta dapat dihitung, dianalisis, dan dicermati”. Kesimpulan yang didapat dari Ilmu Pengetahuan ini hanya (dan hanya karena) berdasarkan pada data dan fakta tersebut.

Berdasarkan hal ini, filsafat dapat dikatakan sebagai pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh realitas. Penekanan pembeda di antara keduanya terletak pada bidang tertentu dan seluruh realitas. Faktor pembeda inilah yang memperlihatkan betapa istimewanya peran filsafat ini dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan. Menakjubkan bukan….

Semangat dasar…

Mungkin kita pun bertanya… jika filsafat membahas keseluruhan realitas, bagaimana cara atau semangat dasar dari cara berfilsafat ini? Tiap filsuf tentunya memiliki pahamnya masing-masing. Akan tetapi setidaknya ada tiga cara atau semangat dasar dari berfilsafat ini:

Pertama, keheranan. Banyak filsuf memulai teori atau pandangan filosofisnya dengan rasa heran melihat segala sesuatu di sekitarnya. Ada yang merasa heran mengapa manusia bisa berbicara dan belajar bahasa lain, sementara hewan tidak; ada pula yang heran mengapa bintang di langit tertata dengan begitu rapinya, dan masih banyak lainnya. Mungkin kita pun juga bisa memulainya dengan rasa heran ketika melihat dan menyadari serta mempertanyakan mengapa alpukat di Indonesia masuk dalam kategori buah, sementara di Prancis dimasukkan pada sayur-mayur; lalu apa itu buah?

Kedua, kesangsian. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa filsafat itu pencinta (dan pencari) kebijaksanaan. Cara yang paling sederhana adalah terus-menerus mencari dan mencari serta tidak cepat puas diri menghadapi suatu “kebenaran” yang disampaikan kepada kita. Jika dikaitkan dengan konteks alpukat tersebut, “sungguhkah alpukat adalah buah, ataukah sayuran? Atau apa sebenarnya buah-pada-dirinya-sendiri itu?”

Ketiga, kesadaran akan keterbatasan. Sederhananya adalah para filsuf banyak yang merasa begitu kecil ketika berhadapan dengan realitas di depan mereka. Rasa-rasanya manusia sungguh kecil dan tak berdaya di hadapan realitas tersebut. Kesadaran ini membuat para filsuf ini bertanya-tanya tentang ke”diri”an mereka serta makna “ada”-nya mereka di dunia….

Sederhana serta menggembirakan bukan???

Bermula dari pengisi waktu luang serta perjalanan menuju pasar

Pernahkah kita sesungguhnya bertanya apa makna dari kata “sekolah”. Mungkin dengan mudahnya kita akan menjawab serta mengasumsikan sekolah dengan berpadanan pada sebuah institus formal. Pernahkah kita menyadari bahwa sekolah pada dasarnya adalah sebuah kesempatan untuk mendidik diri sendiri? Oleh karena itu, kesempatan ini tidak melulu terkungkung dalam suatu institusi formal, melainkan terbuka pada kesempatan dan tempat-tempat lainnya.

Secara asal-usul kata, kata “sekolah” (school) berasal dari kata schola (Bhs. Yunani) yang berarti “waktu luang/kosong”. Ya… memang begitu adanya… jangan dibayangkan situasi Yunani saat itu seperti situasi kita saat ini. Jam 7 atau setengah 8 adalah waktu masuk sekolah atau kuliah atau kantor, jam 12 siang waktunya istirahat, dan jam 4 sore waktunya pulang ke rumah. Situasi dan kondisi mereka saat itu tidak sama dengan kita. Karena tidak ada jadwal tepat, para warga Yunani kuno ini banyak memiliki waktu luang/kosong (schola). Untuk mengisi waktu luang ini, banyak di antara mereka mulai berdiskusi. Bermula dari omongan sederhana, seperti gosip, hingga berkembang pada diskusi serius perihal unsur penyusun (arkhe) alam semesta.

Kegiatan ini kemudian berkembang seiringan dengan kemajuan budaya Yunani. Pada masa Aristoteles banyak “institusi” dan plasa (pasar atau tempat berkumpulnya banyak orang) telah dibangun. Ia dan teman-teman serta beberapa pengikutnya ini seringkali berbincang-bincang serta berdiskusi di sepanjang jalan setapak (paideia) ini. Sama seperti sebelumnya, diskusi pun bergerak ke arah pembahasan yang semakin mendalam. Beberapa di antaranya menghasilkan teori 4 substansi yang dikemukakan oleh Aristoteles.

Dari dua hal ini kita dapat melihat bahwa filsafat sesungguhnya tidak bermula dari sesuatu hal yang negatif atau membingungkan. Pada dasarnya filsafat bermula untuk mengisi waktu kosong (serta rentang waktu menuju pasar). Bermula dari sekadar rasa heran dan sangsi, hingga kesadaran akan keterbatasan ketika berhadapan dengan realita hidup, seseorang kemudian bergerak maju menuju ke dalam hidup mereka, mencari dan menemukan tak kunjung henti kebenaran serta kebijaksanaan hidup.

Filsafat itu pada dasar dan mulanya menggembirakan… dan semua orang menikmatinya…. Mari kita mulai mengenal, belajar, dan mendalami filsafat… FILSAFAT ITU MENGGEMBIRAKAN…

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun