Mohon tunggu...
Lintang Chandra
Lintang Chandra Mohon Tunggu... -

Seorang pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ujung Galuh Bukan Surabaya??

22 Oktober 2014   01:38 Diperbarui: 21 Agustus 2017   16:42 4000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika merujuk pada pendapat De Casparis (1958) lokasi Ujung Gakuh tidak mungkin di Surabaya, karena letak Ujung Galuh menurut Prasasti Kemalagyan menuju arah hulu sungai dari Klagen. Casparis memperkirakan lokasi Ujung Galuh dekat dengan Mojokerto, yaitu antara Pelabuhan Tuban sampai Babat, Ngimbang dan Ploso Jombang yang merupakan daerah yang menjadi prioritas pembangunan di jaman Raja Airlangga. Dari pendapat tersebut De Casparis mempertimbangkan bahwa Ujung Galuh mungkin terdiri dari dua pelabuhan utama, yaitu Pelabuhan Tuban sebagai pelabuhan laut yang menghubungkan Jawa Timur dengan pulau-pulau lain dan pelabuhan sungai di sekitar Ploso Jombang yang menghubungkan daerah-daerah di Jawa Timur. Hanya saja yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah dulu pernah ada aliran sungai brantas yang bertemu dengan sungai Bengawan Solo dan bermuara ke Pelabuhan Tuban? Ataukah para pendatang dari luar Jawa yang masuk ke Pelabuhan Tuban harus menempuh jalur darat menuju ke selatan jika hendak memasuki sungai brantas di Ploso Jombang? Sebagaimana diketahui pada masa kuno jalur sungai brantas memang merupakan jalur transportasi utama.

Berdasarkan sumber-sumber tutur di daerah sepanjang sungai brantas dulunya adalah pelabuhan-pelabuhan sungai yang besar dan dapat dilalui kapal-kapal sejak jaman Airlangga bahkan Pu Sindok. Hal ini sulit dibayangkan karena sekarang ukuran sungai sudah sangat kecil. Tetapi dulu kapal yang besar sekalipun masih bisa melintas. Itulah sebabnya Kerajaan Pu Sindok ada di Tamwlang (Jombang). Itulah sebabnya Kerajaan Daha (Kediri) dapat maju dengan mobilitas tinggi dan demikian pula Kerajaan Majapahit di Trowulan memiliki armada laut yang tanpa tanding. Karena memang sehari-hari mereka bergerak dengan kapal-kapal di sungai yang besar. Jika Ujung Galuh dikatakan sebagai pelabuhan kuno yang ramai, maka logikanya di sana pun pasti berceceran artefak-artefak kuno. Sekarang mari kita melacak artefak-artefak kuno di sekitar daerah-daerah yang saya sebutkan di atas. Kecamatan Megaluh bersebelahan dengan Kecamatan Kudu - Jombang. Daerah ini yang merupakan gudang prasasti dari jaman Airlangga, setidaknya yang saya tahu adalah Prasasti Kudu, Prasasti Katemas, Prasasti Pucangan, dan Sendang Made. Belum lagi saya dengar banyak prasasti lain yang belum dipublikasikan.

Lalu bergerak lagi sedikit ke utara sekitar 30km kita akan masuk ke Kabupaten Lamongan, di sini juga gudangnya prasasti, antara lain Prasasti Pamwatan, Prasasti Sumbersari, Prasasti Patakan, Prasasti Terep, dll. Khususnya di daerah Kecamatan Ngimbang (perbatasan Jombang-Lamongan) setidaknya tercatat ada 7 buah prasasti kuno. Sedangkan jika dari Jombang bergerak ke barat menuju Nganjuk, di Desa Bandar Alim terdapat Prasasti Bandar Alim, lalu di Nganjuk ada Prasasti Anjuk Ladang, Prasasti Hering dan Prasasti Kujon Manis. Menurut cerita tutur, pada saat Kerajaan Sriwijaya mengutus ribuan pasukan Jambi menyerbu sisa-sisa pasukan Pu Sindok di Anjuk Ladang, mereka berlabuh di Bandar Alim dan bermarkas di desa yang sekarang bernama Desa Jambi. Hal ini didukung ceceran artefak batu bata merah kuno yang tersebar di halaman rumah-rumah penduduk Desa Jambi.

Lalu pada saat Pasukan Tar-Tar datang berlabuh di pelabuhan Tuban, kavaleri besar itu tidak mungkin mengangkut semua perbekalan melalui jalur darat menuju Kediri. Solusinya mereka harus menggunakan jalur sungai brantas di sebelah selatan dan berlabuh di pelabuhan-pelabuhan sungai yang dekat dengan Kediri. Jalur pelabuhan sungai yang sudah aktif pada masa itu adalah pelabuhan sungai di kawasan kota Jombang-Nganjuk-Kediri, yaitu: Bandar Kedung Mulyo, Bandar Alim, Jongbiru, Bandar Lor, dan Bandar Kidul. Pasukan Tar-Tar menyusuri aliran sungai brantas hingga mendarat di Jongbiru - Kediri. Dari situ pasukan Tar-Tar bersama-sama dengan pasukan Arya Wiraraja dan pasukan Raden Wijaya mengepung dan membantai pasukan Jayakatwang. Sisa-sisa tawanan Kerajaan Gelang-Gelang itu lalu dibawa keluar Kota Kediri. Di sanalah pasukan Tar-Tar berpesta, dan dalam kelengahan itu pasukan Raden Wijaya menggempur pasukan Tar-Tar habis-habisan selama 2 hari dan mendesaknya terus hingga sampai ke Ujung Galuh. Akan sulit membayangkan suatu pertempuran yang bergerak dari Kediri menuju Ujung Galuh jika lokasi Ujung Galuh adalah di ujung utara Surabaya, terlalu jauh dan tidak memungkinkan. Tetapi menjadi logis jika letak Ujung Galuh memang tidak terlalu jauh dari Kediri yaitu di wilayah sekitar Ploso-Jombang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun