Mohon tunggu...
Lintang Rutri Cahayani
Lintang Rutri Cahayani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana - Universitas Gadjah Mada

A curious mind: constantly asking questions and eager to learn from every experience

Selanjutnya

Tutup

Nature

The Dark Side of Ultra-Processed Foods: Bagaimana Makanan Ultra-Processed Membahayakan Planet Kita

23 September 2024   06:30 Diperbarui: 6 Oktober 2024   12:29 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Makanan cepat saji dan makanan ultra-processed telah menjadi bagian integral dari gaya hidup masyarakat di era modern ini. Makanan ultra-processed, khususnya, menjadi fokus tidak hanya karena dampaknya terhadap kesehatan manusia, tetapi juga karena konsekuensinya yang signifikan terhadap lingkungan. Pencemaran tanah dan air, penggunaan sumber daya alam yang berlebihan, serta emisi gas rumah kaca menjadi aspek yang paling menonjol dan seringkali dikaitkan dengan dampak lingkungan dari makanan ultra-processed.

Produksi makanan ultra-processed yang kompleks dan penggunaan bahan-bahan kimia sintetis membutuhkan energi yang besar dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Selain itu, kemasan plastik yang digunakan untuk produk-produk ini berkontribusi pada peningkatan sampah non-biodegradable yang mencemari tanah dan lautan. Lebih jauh lagi, industri makanan ultra-processed sering kali memanfaatkan praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan pestisida berlebihan dan penggundulan hutan untuk perluasan lahan pertanian.

Konsumsi makanan ultra-processed meningkat secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Dampaknya terhadap lingkungan, khususnya degradasi tanah dan kerugian biodiversitas, semakin terlihat. Makanan ultra-processed sering kali berasal dari bahan-bahan yang ditanam dalam skala besar, seperti gandum, jagung, kedelai, dan minyak kelapa sawit, menggunakan metode pertanian intensif yang mengandalkan pupuk kimia dan pestisida. Konversi penggunaan lahan secara luas untuk pertanian tentu juga harus dilakukan. Praktik ini tidak hanya merusak kualitas tanah, namun juga mengurangi kesuburan jangka panjangnya. Penggunaan bahan kimia yang berlebihan dapat menyebabkan pencemaran tanah dan air, serta mengganggu ekosistem mikroba yang penting untuk kesehatan tanah. Contoh nyatanya dapat kita lihat, di mana produksi sawit telah menyebabkan deforestasi yang luas di Indonesia dan Brazil, sehingga mengancam spesies ikonik seperti harimau dan orangutan.

Makanan ultra-processed juga memiliki dampak serius terhadap penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diabaikan. Proses produksi makanan ini sering kali melibatkan rantai pasokan yang panjang dan kompleks, yang memerlukan sejumlah besar sumber daya, mulai dari air, energi, hingga bahan baku. Produksi bahan-bahan utama untuk makanan ultra-processed, seperti jagung dan kedelai, membutuhkan irigasi yang intensif serta pestisida dan pupuk nitrogen yang berlebihan. Penggunaan air untuk pertanian mengakibatkan penurunan cadangan air tanah dan pencemaran sumber air akibat limpasan pupuk dan pestisida. Ketika sumber daya air semakin menipis, dampaknya terasa tidak hanya pada pertanian tetapi juga pada masyarakat yang bergantung pada air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Kondisi ini dibuktikan oleh salah satunya oleh Anastasiou et al (2022) yang menunjukkan bahwa konsumsi soda manis saja telah menggunakan 230.555 hektar tanah, 33,6 juta kg pupuk nitrogen, dan 175.000 kg herbisida Atrazine, serta menyebabkan erosi tanah sebesar 4,9 juta ton.

Proses pengolahan dan distribusi makanan ultra-processed sangat bergantung pada energi. Setiap tahapan, mulai dari pengolahan bahan mentah hingga pengemasan dan transportasi ke berbagai lokasi, memerlukan energi dalam jumlah yang tidak sedikit —menambah jejak karbon keseluruhan dari makanan tersebut. Sebagian besar energi ini berasal dari bahan bakar fosil, yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim.

Pengemasan makanan ultra-processed, terutama, menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan. Makanan ultra-processed sering kali dikemas dalam jumlah besar dan dengan cara yang tidak efisien, menggunakan plastik atau bahan sekali pakai lainnya yang memerlukan energi untuk diproduksi dan didistribusikan. Proses pembuatan kemasan ini juga menghasilkan emisi gas rumah kaca tambahan. Sebagian besar kemasan yang dibuang tidak terurai dengan baik menimbulkan polusi plastik, mencemari lingkungan, dan berakhir menciptakan masalah baru bagi ekosistem laut dan darat. Menurut beberapa studi, kemasan plastik dari makanan ultra-processed saja dapat berkontribusi hingga 40% dari total kemasan plastik yang digunakan dalam industri makanan.

Tidak hanya itu, makanan ultra-processed seringkali memiliki masa simpan yang singkat sehingga lebih rentan terhadap kerusakan dan perubahan kualitas selama penyimpanan dan distribusi. Misalnya, produk-produk yang mengandung bahan-bahan seperti susu, telur, dan daging cincang seringkali memiliki masa simpan yang lebih singkat dibandingkan dengan makanan alami. Apabila tidak segera dikonsumsi, produk-produk ini dapat rusak, tidak layak konsumsi, dan berujung menjadi limbah.

Dampak dari limbah makanan yang dihasilkan oleh makanan ultra-processed terhadap kesehatan lingkungan dinilai sangat signifikan. Limbah makanan ini dapat menyebabkan polusi air dan tanah. Banyak dari limbah makanan ini tidak dapat diuraikan dengan alami dan akan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) atau sungai-sungai. Limbah makanan ini dapat menghasilkan gas metana, di mana gas metana tersebut berdampak lebih besar daripada karbon dioksida dalam menimbulkan efek rumah kaca. Sementara itu, di sungai-sungai, limbah makanan ini dapat menyebabkan polusi air. Kondisi ini menyebabkan kematian ikan dan tumbuhan air, yang pada gilirannya akan mempengaruhi rantai makanan dan ekosistem air secara keseluruhan.

Kesadaran akan dampak-dampak ini menjadi semakin penting di tengah tantangan perubahan iklim dan penurunan kualitas lingkungan. Strategi yang efektif dan kerja sama dari berbagai pihak, meliputi pemerintah hingga industri makanan, sangat diperlukan untuk mengurangi dampak makanan ultra-processed ini. Strategi ini dapat meliputi pengembangan kemasan yang lebih ramah lingkungan, penggunaan bahan-bahan yang lebih stabil, serta kampanye kesadaran masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan yang tidak perlu.

Kita juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi planet kita dan memastikan bahwa generasi mendatang dapat menikmati lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, saatnya bagi kita semua untuk mengambil tindakan nyata dengan mengurangi konsumsi makanan ultra-processed. Kita dapat mulai dengan memilih makanan segar, lokal, dan organik, yang tidak hanya lebih baik untuk kesehatan kita tetapi juga lebih ramah lingkungan.

Melalui dukungan terhadap pertanian berkelanjutan dan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada produk olahan, kita dapat membantu meminimalisir dampak negatif terhadap tanah, air, dan udara. Setiap langkah kecil yang kita ambil—baik itu memasak di rumah dengan bahan-bahan segar atau memilih produk dengan kemasan ramah lingkungan—dapat memberikan kontribusi besar bagi kesehatan planet kita.

Referensi:

Alabi, O. A., Ologbonjaye, K. I., Awosolu, O., & Alalade, O. E. (2019). Public and environmental health effects of plastic wastes disposal: a review. J Toxicol Risk Assess, 5(021), 1-13.

Anastasiou, K., Baker, P., Hadjikakou, M., Hendrie, G. A., & Lawrence, M. (2022). A conceptual framework for understanding the environmental impacts of ultra-processed foods and implications for sustainable food systems. Journal of Cleaner Production, 368, 133155.

García, S., Pastor, R., Monserrat-Mesquida, M., Álvarez-Álvarez, L., Rubín-García, M., Martínez-González, M. Á., ... & Bouzas, C. (2023). Ultra-processed foods consumption as a promoting factor of greenhouse gas emissions, water, energy, and land use: A longitudinal assessment. Science of the Total Environment, 891, 164417.

Leite, F. H. M., Khandpur, N., Andrade, G. C., Anastasiou, K., Baker, P., Lawrence, M., & Monteiro, C. A. (2022). Ultra-processed foods should be central to the dialogue and action of global food systems on biodiversity. BMJ Global Health, 7(3), e008269.

Salarbashi, D., Bazeli, J., & Tafaghodi, M. (2019). Environment-friendly green composites based on soluble soybean polysaccharide: A review. International journal of biological macromolecules, 122, 216-223.

Seferidi, P., Scrinis, G., Huybrechts, I., Woods, J., Vineis, P., & Millett, C. (2020). The neglected environmental impacts of ultra-processed foods. The Lancet Planetary Health, 4(10), e437-e438.

Vellinga, R. E., van den Boomgaard, I., Boer, J. M., van der Schouw, Y. T., Harbers, M. C., Verschuren, W. M., ... & Biesbroek, S. (2023). Different levels of ultra-processed food and beverage consumption and associations with environmental sustainability and all-cause mortality in EPIC-NL. The American Journal of Clinical Nutrition, 118(1), 103-113.

Carbon-intensive ultra-processed ingredients are subsidized by nearly $43 billion a year. Available online: https://www.iied.org/carbon-intensive-ultra-processed-ingredients-subsidised-nearly-43-billion-year. Released 28 Nov 2023; Accessed 22 Sep 2024.

Commission Regulation. 2015/2283 of the European Parliament and of the Council of 25 November 2015 on Novel Foods, Amending Regulation (EU) No 1169/2011 of the European Parliament and of the Council and Repealing Regulation (EC) No 258/97 of the European Parliament and of the C; 2015. Available online: https://www.legislation.gov.uk/eur/2015/2283/contents (accessed on 21 September 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun