Mohon tunggu...
lintangpuspita
lintangpuspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Mahasiswi jurusan Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dilema Kenaikan Cukai Rokok Elektrik: Mencegah Kecanduan atau Memicu Stres?

8 Desember 2024   08:50 Diperbarui: 8 Desember 2024   09:59 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Rokok Elektrik Jadi Perhatian?

Dalam beberapa tahun terakhir, rokok elektrik atau vape menjadi sorotan. Rokok elektrik menjadi simbol gaya hidup modern, terutama di kalangan anak muda. Dengan desain modern, berbagai rasa yang menarik, serta klaim sebagai alternatif yang lebih aman daripada rokok tembakau, membuat penggunaannya melonjak tajam. Rokok elektrik dianggap sebagai "jalan keluar" dari rokok tembakau yang lebih berbahaya. Namun, di balik tren ini, muncul kekhawatiran: apakah kita menciptakan generasi baru yang kecanduan nikotin?

Pemerintah Indonesia menjawab kekhawatiran ini dengan menaikkan cukai rokok elektrik. Kebijakan ini bertujuan unntuk mengendalikan konsumsi, melindungi  kesehatan masyarakat, sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Langkah ini bertujuan mengendalikan konsumi sekaligus melindungi masyarakat dari dampak buruk jangka panjang. Namun, apakah kebijakan ini benar-benar mengatasi masalah atau malah menciptakan dilema baru?

Cukai: Upaya Mencegah Kecanduan

Mulai 1 Januari 2024, pemerintah Indonesia memberlakukan kenaikan cukai rokok elektrik sebesar 10%. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2022 dan Nomor 192/PMK.010/2022, sebagai bagian dari upaya nasional untuk menekan angka kecanduan, terutama di kalangan remaja. Harapannya, dengan harga yang lebih mahal, calon pengguna pemula akan berpikir dua kali sebelum mencoba rokok elektrik yang kian populer.

Kenaikan harga rokok elektrik ini sejalan dengan strategi kesehatan global yang menempatkan harga tinggi sebagai senjata ampuh melawan konsumsi produk adiktif. Negara-negara seperti Inggris telah menunjukkan bagaimana kebijakan serupa berhasil menurunkan angka perokok secara signifikan. Dengan langkah ini, Indonesia berusaha mengikuti jejak positif tersebut, membawa harapan besar untuk masa depan generasi muda yang lebih sehat.

Namun, di balik langkah yang tampak progresif ini, tersimpan tantangan kompleks yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pengguna rokok elektrik di Indonesia tidak hanya memanfaatkan produk ini sebagai pelarian dari rokok konvensional, tetapi juga sering kali menjadikannya sebagai sarana untuk mengatasi tekanan psikologis dan emosional. Bagi banyak orang, terutama mereka yang sudah ketergantungan, kenaikan harga ini bisa menjadi pukulan telak. Bukan hanya soal biaya, tetapi juga tentang bagaimana kebijakan ini memengaruhi kesehatan mental mereka yang belum siap untuk berhenti. Tekanan akibat tidak mampu membeli rokok elektrik atau bahkan terpaksa beralih ke alternatif yang mungkin lebih berbahaya, bisa menimbulkan masalah baru yang sama seriusnya.

Dampak Psikologis: Stres, Frustasi, dan Kecemasan.

Bagi sebagian pengguna, kenaikan harga rokok elektrik membawa dampak lebih dari sekadar pengeluaran tambahan, tetapi juga membawa dampak mendalam pada sisi psikologis pengguna. Banyak yang mengandalkan vape sebagai pelarian dari stres dan kecemasan. Sehingga ketika harganya melonjak, bukan hanya dompet yang tertekan, tetapi juga kondisi mental mereka yang bergantung pada rokok elektrik untuk menghadapi hari-harinya.

Bagi sebagian besar pengguna, terutama yang sudah kecanduan nikotin, berhenti dari vape bukanlah pilihan yang mudah. Proses ini sering kali diiringi efek samping yang signifikan, seperti rasa mudah marah, sulit berkonsentrasi, dan bahkan gejala depresi ringan. Tanpa dukungan yag memadai, baik dari keluarga, teman, maupun akses ke layanan konseling, efek ini bisa menjadi penghalang besar dalam upaya mereka melepaskan diri dari ketergantungan.

Ironisnya, kebijakan kenaikan cukai justru memunculkan dilema bagi mereka yang ingin berhenti. Meskipun harga yang lebih mahal dapat menjadi motivasi untuk meninggalkan kebiasaan ini, tidak semua orang memiliki akses ke terapi berhenti merokok atau alternatif yang lebih aman, seperti nikotin dalam bentuk yang terkontrol. Akibatnya, perjalanan menuju perubahan terasa seperti medan yang penuh rintangan. Namun, ada juga sisi optimistis dari kebijakan ini. Bagi sebagian pengguna, kenaikan harga menjadi "wake-up call" untuk mereka memikirkan kembali kebiasaan mereka. Mereka melihat ini sebagai kesempatan untuk memulai hidup yang lebih sehat. Sayangnya, tanpa edukasi yang memadai tentang cara berhenti merokok secara efektif, peluang ini bisa dengan mudah terlewatkan.

Langkah pemerintah untuk menaikkan cukai rokok elektrik memiliki niat baik, tetapi dampaknya tidak sesederhana yang dibayangkan. Di satu sisi, kebijakan ini bertujuan menekan konsumsi dan melindungi masyarakat dari bahaya jangka panjang. Di sisi lain, tekanan psikologis dan kurangnya dukungan bagi pengguna membuat upaya ini rentan menghadapi kegagalan.

Pasar Gelap : Ancaman Baru?

Di tengah kenaikan harga, ada risiko baru yang harus diwaspadai: peredaran rokok elektrik ilegal. Produk-produk ini sering kali dijual dengan harga yang lebih murah, tetapi tanpa melalui pengawasan kualitas atau standar keamanan. Pengguna yang tidak mampu membeli rokok elektrik yang legal mungkin tergoda untuk beralih ke pasar gelap, yang justru membuka pintu pada risiko kesehatan yang lebih besar, seperti penggunaan bahan kimia berbahaya atau perangkat berkualitas rendah yang rentan meledak.

Kenaikan cukai rokok elektrik adalah langkah penting untuk mengendalikan konsumsi, tetapi tanpa penegakan hukum yang ketat dan edukasi yang baik, kebijakan ini bisa memicu lonjakan pasar ilegal. Pemerintah harus memastikan bahwa langkah ini tidak menciptakan celah baru bagi produk berbahaya yang beredar bebas di masyarakat.

Akhirnya, perjuangan melawan kecanduan vape tidak hanya soal menaikkan harga, tetapi juga menciptakan ekosistem yang melindungi pengguna dari risiko fisik, mental, hingga ancaman produk ilegal. 

Dilema Ekonomi dan Kesehatan

Bagi industri rokok elektrik lokal, kenaikan cukai ini adalah tantangan besar. Banyak produsen kecil yang sebelumnya berkembang pesat berkat meningkatnya minat masyarakat terhadap vape kini menghadapi tekanan finansial. Kenaikan harga dapat mengurangi daya beli konsumen, yang pada akhirnya memaksa produsen untuk menurunkan produksi atau bahkan menghentikan operasional mereka. Sebagian besar produsen kecil ini tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk beradaptasi dengan kenaikan cukai. Berbeda dengan perusahaan besar yang mampu menyerap kenaikan biaya atau menyesuaikan strategi pemasaran, usaha kecil sering kali bergantung pada margin keuntungan yang tipis. Akibatnya, kenaikan cukai dapat mempersempit ruang gerak mereka, menempatkan banyak pelaku usaha diambang kebangkrutan. Selain itu, konsumen yang kesulitan membeli produk legal mungkin beralih ke produk ilegal yang lebih murah, sehingga menambah tekanan pada industri resmi. Kondisi ini menciptakan tantangan baru bagi pemerintah dalam mengawasi dan menertibkan peredaran produk vape ilegal yang tidak memenuhi standar kualitas dan keamanan. 

Dari perspektif kesehatan, kenaikan cukai rokok elektrik adalah langkah penting. Pengurangan konsumsi rokok elektrik berarti menekan potensi risiko penyakit yang disebabkan oleh nikotin dan bahan kimia lain yang terkandung dalam cairan vape. Dalam jangka panjang, kebijakan ini dapat membantu mengurangi beban biaya kesehatan negara, seperti yang telah dibuktikan oleh negara-negara lain yang berhasil menekan angka perokok melalui kebijakan serupa. Namun, keberhasilan ini tidak datang dengan mudah. Tanpa dukungan yang memadai, seperti edukasi tentang bahaya rokok elekrik, akses ke layanan berhenti merokok, atau pengawasan ketat terhadap produk ilegal, mengakibatkan manfaat kesehatan dari kebijakan ini bisa saja tertunda. Konsumen yang kesulitan berhenti atau beralih ke alternatif yang lebih aman juga akan menghadapi tantangan besar.

Solusi: Menemukan Titik Tengah

Supaya kebijakan ini benar-benar efektif, pemerintah perlu mengimbanginya dengan langkah tambahan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan meliputi:

  • Edukasi Publik: Memberikan informasi yang jelas tentang risiko rokok elektrik dan manfaat berhenti.
  • Program Dukungan: Menyediakan layanan konseling atau terapi nikotin yang terjangkau bagi pengguna yang ingin berhenti.
  • Pengawasan Ketat: Memastikan peredaran rokok elektrik ilegal dapat ditekan untuk melindungi konsumen. 
  • Insentif untuk Industri Lokal: Memberikan dukungan kepada produsen lokal agar tetap kompetitif di pasar yang diatur lebih ketat.

Penutup: Langkah Ke Depan

Kenaikan cukai rokok elektrik adalah kebijakan yang penuh dilema. Di satu sisi, ini adalah langkah penting untuk melindungi masyarakat dari bahaya kecanduan nikotin. Di sisi lain, dampaknya pada psikologis konsumen dan kelangsungan industri yang harus dikelola dengan hati-hati.

Keberhasilan kebijakan ini terletak pada pendekatan yang seimbang, di mana kepentingan kesehatan masyarakat tidak mengorbankan kesejahteraan konsumen dan pelaku usaha. Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan industri, dilema ini dapat diubah menjadi peluang untuk menciptakan masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun