Mohon tunggu...
Lintang Prameswari
Lintang Prameswari Mohon Tunggu... Jurnalis - Content Writer

Bukan penulis, hanya menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pers Mahasiswa dan Rantai-rantai Kebebasan

1 Maret 2019   23:24 Diperbarui: 2 Maret 2019   01:09 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernyataan dalam undang-undang tersebut kemudian memunculkan sebuah pertanyaan: apakah Lembaga Pers Mahasiswa juga termasuk ke dalam badan hukum yang juga mendapatkan perlindungan? 

Selain kondisi Lembaga Pers Mahasiswa yang masih menggantungkan pembiayaan organisasi pada pihak kampus, kesulitan untuk mendapatkan bantuan hukum dari dalam maupun luar kampus menjadi permasalahan utama mengapa LPM tak bisa bergerak bebas seperti media-media mainstream pada umumnya. 

Pembatasan gerak inilah yang kemudian membawa mereka pada sebuah posisi yang dilematis. Pilihan-pilihan sulit mengenai keberpihakan juga pasti akan didapatkan oleh para jurnalis yang memposisikan diri mereka sebagai PERS Mahasiswa.

Lemahnya Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan terhadap awak media juga menjadi poin penting mengapa PERS Mahasiswa kerap kali berada di posisi yang kurang menguntungkan. Dalam UU PERS, pengertian wartawan adalah seorang yang melakukan kegiatan jurnalistik secara teratur.

 Dalam pasal 8 UU tersebut, wartawan memperoleh perlindungan hukum yang mencakup jaminan perlindungan pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranan mereka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kriminalisasi dan intimidasi yang didapatkan oleh PERS Mahasiswa dari pihak kampus tak jarang mengacu pada UU ITE yang diharapkan menjadi payung hukum bagi PERS mahasiswa dalam mewujudkan kebebasan berekspresi. Pasal 27 ayat 3 merupakan jurus jitu para birokrasi kampus untuk membungkam PERS Mahasiswa dengan tuduhan pencemaran nama baik. 

PERS Mahasiswa yang seharusnya bertugas untuk melindungi mahasiswa, tak jarang harus mengalah demi dalih mempertahankan nama baik kampus. Setiap kali pasal ini dijadikan acuan penghakiman, benak para jurnalis kampus pun akan dipenuhi pertanyaan-pertanyaan, "Lantas siapakah yang harus kami bela? Mahasiswa, kampus, atau organisasi kami sendiri?"

Rantai-rantai panjang yang diberikan oleh pihak kampus kepada PERS Mahasiswa semakin jelas menunjukkan bahwa PERS hanyalah sebagai sebuah alat untuk meraih keuntungan belaka. Kampus-kampus yang berdiri dibawah naungan pemerintahan cenderung bersikap cari aman, hingga lempar batu sembunyi tangan.

 Ujung-ujungnya, malah PERS Mahasiswa yang menjadi korban. Hal ini menunjukkan lunturnya idealisme kampus sebagai institusi yang mencetak prestasi dengan mendukung setiap mahasiswanya untuk memberi kritik dan berkreasi. Tujuan utama untuk mencerdaskan anak bangsa seringkali berbelok menjadi usaha untuk memanfaatkan mahasiswa menjadi ladang keuntungan. Kapitalis yang berkedok akademis.

Masa-masa menjadi mahasiswa harusnya adalah masa yang paling tepat untuk menemukan identitas. Memberi kritik bukan berarti mencemari nama baik, melindungi hak-hak korban tindak kriminal bukanlah kedok untuk mencari perhatian. 

Jika di kampus saja kita masih dibatasi, maka dimana  lagi kita akan menyuarakan butir-butir keadilan? Apakah selamanya PERS Mahasiswa hanya menjadi media untuk menyiarkan prestasi dan kebanggan kampus semata? Lantas jika begitu, apa yang membedakan PERS Mahasiswa dengan media kampus bidang pemasaran?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun