Sebagai mahasiswi yang sedang berproses menuju kelulusan, terkadang menyusun tugas akhir dan revisi merupakan salah satu hal yang menjadi alasan untuk tidak hidup sehat. Lupa makan, lupa tidur, dan lupa bahwa terkadang hidup itu harus disyukuri meski dengan berbagai rintangan yang disuguhkan oleh dosen pembimbing apalagi penguji.
Awal tahun 2018 menjadi tantangan yang amat berat bagi saya. Memasuki fase akhir dunia perkuliahan dimana kewajiban paling utama untuk menyusun skripsi harus saya hadapi, diperparah dengan masalah keuangan dari orang tua yang semakin lama semakin menipis dibarengi tuntutan untuk segera lulus agar cepat mendapat kerja. Di sisi lain, saya ingin segera menuntaskan perkuliahan, namun di sisi yang lainnya lagi, saya ingin penelitian yang saya lakukan memberikan dampak yang berarti, setidaknya bagi diri saya sendiri.
Jika boleh jujur, selama menyusun skripsi, kehidupan yang saya jalani, terutama soal makanan bisa dibilang sangat buruk. Kebutuhan gizi yang cukup saya abaikan demi menyelesaikan tuntutan tersebut. Saya pun bukan tipe gadis yang ketika mengalami stress langsung memutuskan untuk makan dengan porsi yang banyak. Sebaliknya, ketika stress melanda, nafsu makan saya berkurang drastis. Hal tersebut diperparah dengan kondisi kos yang terlampau nyaman untuk ditinggalkan. Ya, istilah keren anak muda zaman sekarang sih, mager, alias males gerak.
Setelah lama menatap langit-langit kos yang putih hampa dan sama sekali tak membuahkan inspirasi, saya kemudian ber-manuver pada layar gawai yang selalu terlihat lebih menggiurkan daripada lembar-lembar revisi. Disana kemudian saya membuka folder yang saya namai sebagai transportation. Niat awalnya, ingin mencari tiket di aplikasi penyedia layanan jasa travel untuk melihat harga tiket yang sekiranya mampu saya beli untuk liburan ke Bali, tentunya dengan promo-promo hebatnya.Â
Namun yang terjadi justru keinginan yang sangat kuat untuk membuka aplikasi serba ada yang menyediakan jasa pesan-antar makanan bernama Go-Food, yang merupakan bagian dari aplikasi Go-jek. Ya, saya lapar, tapi mager. Terpujilah wahai abang Nadim Makarim yang menciptakan aplikasi serba bisa yang memudahkan mahasiswi seperti saya untuk melestarikan tingkat ke-mager-an ke level yang lebih tinggi.
Kemudian saya jatuh hati pada voucher-voucher yang bertebaran, lengkap dengan ciri khas warna yang menggoda: merah menyala. Dan, terdapat nama restoran-restoran cepat saji yang menawarkan harga promosi yang murah. Dengan hanya menukarkan 10 points voucher saja, saya bisa mendapatkan se-paket burger beserta kentang dan minum. Minimal pembeliannya memang lumayan, 50.000 rupiah, tetapi saya sudah bisa mendapatkan diskon 20.000 rupiah dengan membeli burger yang selama ini harganya terlampau tidak rasional bagi mahasiswa koret seperti saya.
Setelah menunggu sekitar 20 menit, sampailah pesanan itu pada saya. Bapak pengantar yang sangat baik hati itu kemudian menulis pesan di aplikasi chat (terpujilah Nadim Makarim yang akhirnya berbaik hati menyiapkan fitur ini karena ya tahu lah mahasiswi itu terkadang malas menelepon karena tidak punya pulsa). Pesannya seperti ini:
"Teh saya ini udah di ujung babakan ciamis tiga, gang-nya di sebelah mana ya?"
"Oh bentar pak, saya yang kesana aja.", begitu balasku.