Kasus kecanduan game online saat ini semakin meningkat. Dikutip dari laman web detikcom, dua pelajar di Kabupaten Madiun harus berurusan dengan polisi. Karena kecanduan game online, mereka nekat mencuri uang sebuah panti asuhan dengan total 102 juta rupiah. Kedua pelaku masih dibawah umur yakni berinisial MY dan DW. MY merupakan anak asuh dari panti asuhan tersebut. Pelaku sudah 10 kali melakukan aksi pencurian sejak 2019. Selain untuk bermain game online, uang curian juga digunakan pelaku untuk membeli sepeda motor.
Kasus serupa juga terjadi di daerah Jawa Timur. Dikutip dari laman web kompasTV, Ketagihan game online membuat 3 remaja di Surabaya Jawa Timur nekat mencuri sepeda motor. 2 pelaku pencurian motor, yakni M-R, usia 17 tahun dan P-A, usia 18 tahun ditangkap Kepolisian Sektor Kenjeran Kota Surabaya. Pelaku M-R telah dikirim ke penjara khusus anak oleh polisi. Sedangkan pelaku berinisial R-Z, usia 20 tahun, tewas setelah dihajar massa. Komplotan remaja curanmor itu sudah dua kali beraksi. Motor curian dijual ke Madura dan uangnya digunakan untuk main game online.
Kasus lainnya juga terjadi sangat tragis. Dikutip dari laman web detikINET, Seorang bocah (13) di Hanoi, Vietnam, menginginkan uang virtual di akun game online miliknya. Tanpa pikir panjang, anak yang sudah kecanduan game itu memilih merampok dan menghabisi nyawa seorang nenek berusia 81 tahun di sebuah jalan. Mengejutkannya lagi, anak ini bahkan mengubur jasad sang nenek di dekat rumah keluarganya. Spekulasi yang beredar, anak ini ingin uang virtual untuk game 'World of Warcraft'. Anak itu kemudian berhasil menjarah 100 ribu Dong atau bila dirupiahkan hanya berkisar 63 ribu rupiah. Murah, tapi sampai membunuh orang.
Berdasarkan survei Entertainment Software Association (ESA, 2013) menemukan bahwa setiap orang memiliki minimal satu smartphone yang bisa akses game online. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa 32% dari pemain game berusia remaja dibawah 18 tahun, dan sekitar 10% dari remaja tersebut aktif bermain game online rata-rata tiga kali dalam sehari dengan lama bermain sekitar 1 jam atau lebih.
Seseorang yang kecanduan game online dapat mengalami gangguan kesehatan mental seperti kecemasan dan stress. Hal itu berdampak pada kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain di dunia nyata dan kesulitan dalam mengerjakan tugas sehari-hari. Bermain game online dengan durasi yang lama setiap harinya membuat jam tidur seseorang tidak teratur sehingga daya tahan tubuh menurun. Dikutip dari laman web Indonesiabaik.id, kecenderungan sedentary life dan memprioritaskan bermain game dibandingkan aktifitas utama lainnya seperti makan, membuat para pecandu game online mengalami dehidrasi, kurus atau bahkan sebaliknya (obesitas) dan berisiko menderita penyakit tidak menular seperti penyakit jantung. Dalam kasus-kasus tertentu dampak kerugian ekonomi juga cukup besar karena seseorang rela menghabiskan uang secara berlebihan hanya untuk game online. Adapun salah satu solusi untuk menangani masalah ini adalah self-compassion.
Bersikap baik dan penuh kasih kepada manusia adalah hal yang sewajarnya dilakukan dalam hidup. Namun, pernahkah kamu mengasihi diri sendiri? Ketika mengalami konflik dan masa-masa sulit, cenderung berfokus pada hal-hal negatif dalam diri. Sering mengkritik, menyalahkan diri sendiri, dan menganggap diri sendiri adalah yang terburuk dan tidak berguna. Hal ini hanya dapat memperburuk keadaan. Pada masa sulit, mengembangkan self-compassion adalah pilihan yang tepat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih positif dan bahagia.
Apa itu Self-Compassion  ?
Jika kamu ingin menerapkan self-compassion pada kehidupan sehari-hari dalam langkah untuk mengasihi diri sendiri, maka kamu harus mengetahui tentang self-compassion itu. Compassion merupakan sebuah pemahaman untuk tidak mengkritik dan menghakimi kegagalan, keterpurukan, atau kesulitan yang dialami oleh seseorang (Neff, 2003). Berdasarkan pengertian dari compassion, dapat dipahami bahwa self-compassion adalah sebuah pemahaman tentang rasa terbuka terhadap masalah yang menimpa diri sendiri, dengan tidak menghakimi atau menghindari masalah tersebut, melainkan dengan menumbuhkan perasaan untuk meringankan serta menyembuhkan penderitaan yang dirasakan oleh diri sendiri, dengan cara berbuat baik terhadapnya (Neff, 2003).
Kristin Neff (2003), seorang psikolog yang mendefinisikan tentang self-compassion, ia mengatakan bahwa self-compassion melibatkan tentang tindakan penerimaan terhadap kekurangan dan kegagalan yang dialami sebagai hal yang umum terjadi pada semua orang. Pada hakikatnya manusia bukanlah makhluk yang sempurna, mereka pasti memiliki cela yang tak terelakkan. Menerapkan self-compassion akan membuat dirimu lebih menerima kekurangan yang dimiliki daripada menghakiminya.
Tiga komponen penting dari Self-Compassion
Neff (2011) memaparkan bahwa terdapat tiga komponen dalam self-compassion. Berikut ini tiga komponen penting dari self-compassion.
1. Self-kindness