Mohon tunggu...
Lintang Masitha
Lintang Masitha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketimpangan Akses Pendidikan di Indonesia: Prespektif Konflik dan Tantangan Mewujudkan Kesetaraan

1 Juli 2023   16:07 Diperbarui: 2 Juli 2023   12:55 7602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: mbledus.com, Republika

Tau gak sih, saat ini kita diberi kesempatan yang gak semua orang bisa miliki? Yaps, kesempatan itu adalah pendidikan. Di luaran sana banyak anak Indonesia yang ingin bersekolah tetapi tidak memiliki kesempatan sebaik kita sekarang. Padahal kita hidup di negara yang sama dimana pendidikan menjadi hak dasar bagi seluruh masyarakat Indonesaia. Namun, realitasnya pendidikan di Indonesia masih dihadapkan oleh tantangan dalam pemenuhan hak pendidikan bagi setiap individu. Artikel ini akan menjelaskan ketimpangan akses pendidikan di Indonesia dari pandangan prespektif konflik.

  • LATAR BELAKANG

Pendidikan menjadi salah satu faktor kuat dalam membentuk masa depan bangsa yang cerah dan berkelanjutan. Pasal 31 undang-undang dasar negara Republik Indonesia sangat menekankan pentingnya setiap warga negara untuk mendapatkan pengajaran. Bahkan lebih spesifik pada ayat 3 dan 4 ditegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk mengusahakan penyelenggaraan pengajaran nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan memberikan akses yang merata dan berkualitas, pendidikan dapat menjadi alat untuk mengatasi ketidaksetaraan dan memperluas kesempatan bagi kelompok yang terpinggirkan serta memiliki potensi besar untuk mengubah kehidupan masyarakat secara keseluruhan. Bahkan dalam konteks global, pendidikan mengemban peran penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Kondisi pendidikan bangsa Indonesia belum merata. Pembangunan nasional sejak dahulu hanya berpusat pada daerah Jawa saja. Di daerah terutama pada daerah yang tergolong terdepan, terluar dan tertinggal (daerah 3T) masih banyak yang belum mendapatkan pendidikan yang layak bahkan ketimpangan akses pendidikan masih menjadi tantangan serius. Ada tiga tantangan besar pendidikan di Indonesia yang dihadapi saat ini yaitu akses pendidikan bagi semua orang, kualitas pendidikan yang belum merata, dan alokasi anggaran dan keseriusan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Dalam konteks ini, perspektif konflik memainkan peran penting dalam memahami dan mengatasi ketimpangan tersebut. Pemerataan dan perluasan pendidikan adalah kebijakan publik yang harus dilaksanakan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Itulah sebabnya pemerintah pusat/daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar. Dibutuhkan pemerataan terhadap akses pendidikan agar setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama mengenyam pendidikan. Proses pemerataan akses pendidikan tentunya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau negara tapi proses pemerataan akses pendidikan ini harus dilakukan secara komprehensif oleh semua pihak yang ada di dalam bangsa Indonesia.

  • PERMASALAHAN

Pendidikan di Indonesia menghadapi berbagai problem dalam masyarakat saat ini. Perspektif konflik memandang ketimpangan pendidikan di Indonesia sebagai hasil dari pertentangan kepentingan dan ketidakadilan struktural dalam masyarakat. Perspektif konflik juga memandang ketimpangan pendidikan sebagai faktor yang memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Ketika sebagian masyarakat tidak memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang baik, kesenjangan sosial dan ekonomi semakin membesar. Hal ini dapat menciptakan ketidakpuasan, dan konflik dalam masyarakat.

Dalam perspektif konflik, ketimpangan pendidikan dipandang sebagai hasil dari ketidakadilan struktural dan pertentangan kepentingan antara kelompok sosial. Karl Mark memandang masyarakat terdiri dari dua kelas yang didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi yaitu kelas borjuis dan proletar (Elly, 2011:348). Teori ini terkenal dengan teori Fungsional Konflik, yang menekankan fungsi konflik bagi sistem sosial atau masyarakat (Poloma, 1994:113). Perspektif konflik menyoroti bagaimana faktor-faktor seperti ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, ketidakadilan struktural, dan perbedaan kekuasaan dapat memperburuk ketimpangan akses pendidikan di daerah terpencil.

Sebagai contoh sekolah kolong di Jakarta, salah satu contoh yang mencerminkan ketimpangan akses pendidikan di daerah perkotaan. Sekolah Pondok Domba Kolong Tol Angke ini adalah sekolah yang beratapkan jalan tol yang melayani anak-anak dari keluarga di pemukiman kolong. Mereka sering kali menghadapi keterbatasan infrastruktur yang tidak memadai, seperti ruang kelas yang sempit, fasilitas yang terbatas, serta kurangnya sumber daya pendukung seperti guru yang ternyata hanya volunteer. Di sisi lain, saat ini terjadi ketimpangan kompetensi yang cukup mencolok pada guru di daerah tertinggal seperti di Papua yang juga menghadapi tantangan serupa dalam hal akses pendidikan.

Sekolah di daerah terpencil di Papua sering kali menghadapi kendala seperti kemampuan membaca dan menulis yang masih rendah, jarak sekolah yang jauh dari rumah, kurangnya infrastruktur pendukung seperti jalan yang baik, dan keterbatasan fasilitas pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan adalah faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia, seperti jumlah kompetensi guru yang masih terbatas dan kurangnya pelatihan pendidikan yang memadai. Mereka belum memiliki kesempatan untuk memperoleh pelatihan atau upaya peningkatan mutu guru padahal hal tersebut bergerak dengan kemampuan mengajar di sekolah.

Lemahnya kemampuan sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional belum memiliki kemampuan yang cukup untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Sistem yang belum jelas, budaya pendukungnya juga belum jelas, serta inkonsistensi dalam peraturan perundang-undangan masih kemungkinan terjadi. Bahkan muncul anekdot ”ganti menteri ganti kurikulum.” Ketimpangan akses pendidikan antara sekolah kolong di Jakarta dan sekolah di daerah terpencil di Papua menunjukkan kesenjangan yang signifikan dalam hal infrastruktur, fasilitas, sumber daya manusia, dan ekonomi.

Hal ini mencerminkan tantangan yang berbeda namun serupa yang dihadapi oleh masyarakat di daerah perkotaan dan terpencil dalam mencapai pendidikan yang berkualitas. Perbedaan ini juga menyoroti perlunya upaya lebih lanjut untuk mengatasi ketimpangan akses pendidikan di seluruh Indonesia, baik di wilayah perkotaan maupun terpencil. Dengan memahami konteks sosial dan konflik yang ada, masyarakat dapat lebih peka terhadap masalah ini dan berpotensi mendorong perubahan yang lebih mendasar. Faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan pendidikan, seperti kesenjangan ekonomi, infrastruktur yang tidak memadai, dan perbedaan kualitas sekolah, memiliki dampak yang signifikan pada masyarakat.

Ketimpangan pendidikan tidak hanya memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, tetapi juga menciptakan kesenjangan peluang dalam pengembangan potensi individu. Ketimpangan akses pendidikan bukan sekadar akibat dari ketidakmerataan geografis atau kualitas pendidikan, tetapi juga merupakan hasil dari pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok sosial yang memiliki perbedaan kekuasaan. Dalam hal ini, konflik dapat muncul antara pihak yang memiliki akses pendidikan yang memadai dan pihak yang terpinggirkan atau tidak memiliki akses yang sama.

  • KEMANFAATAN 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun