Sejak awal januari ini, publik telah dihebohkan dengan keberadaan pagar laut bambu setinggi 6 meter yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di Kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tanggerang, Banten.
Masalah bermula dari ketidak jelasan mengenai pembangunan dan keberadaan pagar tersebut. Sejumlah nama pejabat terseret dalam kasus pagar laut ini, bahkan polemik ini berujung pada dugaan adanya praktik korupsi dan kolusi.
Di Tengah simpang siur siapa pemilik pagar laut ini, koordinator kelompok nelayan Jaringan Rakyat Pantura (JRP), Sandi Martapraja, mengeklaim bahwa pagar laut di Tanggerang dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat. Ia menyebut bahwa pagar laut tersebut merupakan tanggul yang dibangun sebagai langkah mitigasi bencana tsunami dan abrasi.
Pernyataan ini kemudian dibantah oleh seorang nelayan setempat, Kholid, yang menyatakan bahwa tidak logis jika pemasangan pagar laut ini adalah swadaya masyarakat, sementara pendapatan masyarakat itu sendiri masih morat marit. Jika dihitung, harga per-bambu sekitar Rp.15 ribu dikali dengan jumlah bambu yang ribuan, jumlah dana sebesar itu tidak mungkin dikeluarkan oleh masyarakat.
Belum juga terungkap siapa pemiliknya, kasus pagar laut Tanggerang diketahui memiliki sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM). Dilansir dari laman Tempo (26/01/2025) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan pemilik bidang tanah di area pagar laut tersebut adalah perusahaan PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa. PT Intan Agung Makmur memiliki 234 bidang tanah, PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang tanah, 9 bidang tanah atas nama perseorangan, sebanyak 17 bidang tanah diterbitkan SHM.
Dikutip dari laman Kontan (20/01/2025), Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengatakan pagar laut di Tanggerang ini merupakan pelanggaran serius karena bertentangan dengan UUD pasal 33 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) 1982. Johan mengatakan, ruang laut tidak dapat dimiliki individu maupun perusahaan, ia juga menekankan bahwasanya permerintah perlu segera mengungkap penyebab kasus ini dan menindak tegas para pelaku yang melanggar.
Selang beberapa waktu, Nusron kemudian menerangkan bahwa penerbitan sertifikat HGB dan SHM pagar laut di Tanggerang sebagian telah dibatalkan, karena sertifikat tersebut dinyatakan cacat prosedur dan cacat material. Salah satu yang telah dicabut ialah SHGB yang dibangun pagar laut milik PT Intan Agung Makmur di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tanggerang, Banten. Adapun Sebagian SHGB yang belum dicabut, hal tersebut masih dalam proses pengecekan. Dikutip dari laman Tempo (26/01/2025).
“Jika ditemukan cacat material, cacat prosedural, atau cacat hukum, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, maka sertifikat tersebut dapat dibatalkan tanpa harus melalui proses pengadilan, selama usianya belum mencapai lima tahun” ungkap Nusron, dilansir dari Kompas.com (21/01/2025).
TNI Angkatan Laut bersama nelayan telah membongkar pagar laut di Tanggerang sepanjang 18,7 kilometer per-senin (27/01). Tersisa 11,46 kilometer pagar laut yang belum dibongkar, dari total keseluruhan 30,16 kilometer.
Sebanyak 3 pasukan khusus TNI AL dikerahkan untuk membongkar pagar laut, diantaranya Komando Pasukan Katak (Kopaska), Marinir, dan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair). Pembongkaran pagar laut oleh tim gabungan ini terbagi dalam tiga titik meliputi wilayah Tanjung Pasir, Kronjo dan Mauk.
Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) III Brigadir Jenderal Harry Indarto mengatakan, pembongkaran pagar laut di Tanggerang dilakukan atas perintah langsung dari Presiden Prabowo, dilansir dari Kompas.com (19/01/2025).
Kementerian Kelautan dan Perikanan akan memastikan bahwa investigasi terhadap kasus pemasangan pagar laut di Tanggerang akan tetap berlanjut meskipun dalam tahap pembongkaran. KKP akan bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelesaian kasus ini.
Dikutip dari laman Tempo (26/01/2025), Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengatakan pemilik pagar laut di Tanggerang akan dikenakan sanksi denda administratif sebesar Rp.18 juta per-kilometer. Menurutnya, hal tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Bidang Kelautan dna Perikanan.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Mahfud MD, menyarankan agar kasus ini segera dinyatakan sebagai kasus pidana, karena dampak yang ditimbulkan akibat penerbitan sertifikat tersebut. Sebab polemik pagar laut di Tanggerang ini terindikasi menyebabkan penyerobotan alam, pembuatan sertifikat ilegal dan dugaan adanya praktik korupsi-kolusi.
Sumber:
Aditya Priyatna Darmawan, I. S. (2025, Januari 23). Perjalanan Kasus Pagar Laut Tangerang dari Awal Ditemukan sampai SHGB Dicabut. Retrieved from Kompas.com: https://www.kompas.com/tren/read/2025/01/23/050000065/perjalanan-kasus-pagar-laut-tangerang-dari-awal-ditemukan-sampai-shgb?page=all#page2
Ferdianto, A. (2025, Januari 20). Soal Pagar Laut Tangerang, Anggota Komisi IV DPR Sebut Pelanggaran Serius. Retrieved from Kontan.co.id: https://nasional.kontan.co.id/news/soal-pagar-laut-tangerang-anggota-komisi-iv-dpr-sebut-pelanggaran-serius
Mardianti, D. L. (2025, Januari 26). Fakta Penting Kasus Pagar Laut Tangerang: Pengakuan Agung Sedayu Group dan Keterlibatan Mantan Menteri. Retrieved from Tempo: https://www.tempo.co/ekonomi/fakta-penting-kasus-pagar-laut-tangerang-pengakuan-agung-sedayu-group-dan-keterlibatan-mantan-menteri-1198988
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI