Menarik sekali perjalan Jelajah Makam Londho akhir Januari kemarin. Aku belajar banyak hal baru, seperti menyibak masa lalu jaman Eropa dulu. Oh ya, acara ini diadakan oleh Payung Literasi Malang X Jelajah Malang.
Aku sendiri lumayan sering ikutan acara Jelajah Malang. Menurutku ikutan Jelajah Malang tuh seru banget, karena ternyata banyak hal yang ngga aku ketahui tentang sejarah kotaku sendiri. Agak nyesek kan, saat tahu banyak sekali sejarah  yang aku lewatkan.
Padahal aku lahir dan besar di Bumi Arema, tempat  banyak cerita, tempat banyak romansa dan perjalanan sejak jaman kolonial. Malu juga ngaku anak Malang tapi ngga tahu sejarahnya kan?
Untungnya acara walking tour Malang bisa menjembatani rasa ingin tahuku tentang sejarah kotaku. Beberapa walking tour yang pernah aku ikuti ada Idjen Boulevard, Kayoetangan Heritage, dan yang paling baru nih Makam Londho.
Boleh kan aku cerita sedikit, seru banget buat dilewatkan sih. Acara Jelajah Malang kali ini ditemani oleh bu Hariani dari Dinas Lingkungan Hidup Malang.
Menyusuri Sejarah yang Terkubur
Awalnya aku mikirnya, "hah ngapain sih jalan-jalan ke makam? Serem ah!"
Ternyata setelah menyusurinya, aku cuma bisa menganga. Makam Londho benar-benar kaya sejarah, berbagai tokoh dan pejuang beserta kisah dibaliknya.
Makam Londho, begitu warga biasanya warga setempat menyebut Tempat Pemakaman Umum (TPU) Nasrani Sukun. Areal pekuburan 12 ribu meter persegi ini dibangun pada 1919-1920 saat Bouwplan III atau rencana perluasan Kota Malang tahap ketiga semasa kolonial.
Sebelumnya dikenal sebagai Europese Begraafplaats Soekoen te Malang atau Pemakaman Eropa di Sukun, Malang.
Di sini aku bisa melihat lebih dari 200 makam orang Eropa yang dikebumikan pada masa itu. Namun banyak juga yang belum diketahui siapa saja dan bagaimana riwayatnya.
Pendiri Sekolah Balewiyata, Dr. B. M. Schuurman
"Mati dipenjara karena menyebarkan injil."
Schuurman adalah salah satu tokoh yang membidani lahirnya Balewiyata pada 1927. Dr. B. M. Schuurman sangat mencintai tradisi dan kebudayaan Jawa. Kecintaan beliau ini dituangkan dalam buku yang berjudul "Pambijake Kekeraning Ngaurip".
Namun buku ini juga yang bertanggung jawab atas dipenjarakannya beliau karena dianggap telah melakukan provokasi kepada pribumi untuk melakukan perlawanan pada Jepang.
Pambijake Kekeraning Ngaurip atau Penyingkapan Rahasia Kehidupan berisi dogmatika berpola pikir Jawa. Buku ini sangat luwes mengawinkan pandangan Jawa dengan Teologi Kristen. Agaknya Jepang kelabakan mengira buku ini merupakan dokumen rahasia pemerintahan Belanda.
Dr. B. M. Schuurman sakit dan meninggal di penjara. Jasadnya dipindahkan diam-diam ke Makam Londho, pemakamannya sangat sepi, dan begitu khidmat. Penuh air mata.
Ziarah Makam Tante Dolly, Pendiri Lokalisasi Tersohor Surabaya
Tahun 2014 silam, lokalisasi Dolly resmi ditutup oleh Pemkot Surabaya. Lokalisasi yang berada di Jalan Kupang Gunung Timur I ini dulunya didirikan Dolira Advonso Chavid. Beliau lebih terkenal dengan sebutan Tante Dolly.
Aku tak menyangka, seseorang yang kondang di kota sebelah ternyata pusaranya ada di sini. Masih berdiri kokoh, maupun tak nampak semewah komplek lokalisasi atau makam orang kaya lainnya.
Bu Hariani menyebutkan bahwa pada akhir hayatnya, Tante Dolly sudah ngga ingin lagi dihubungkan dengan bisnis prostitusi yang dibangunnya. Karenanya, beliau memilih pindah ke Malang agar menjalani sisa hidupnya sebagai manusia normal.
Dirinya juga ingin hidup tenang bersama keluarganya. Di akhir hayatnya beliau memilih pindah ke Malang untuk menghilangkan idenstitas siapa dirinya.
Kini pihak Pemerintah Kota Malang berusaha tetap merawat jejak Tante Dolly di peristirahatan terakhirnya.
Menggali Jejak Tokoh Freemason, Dr. P. A. A. F Eyken
Aku menatap sebuah batu nisan berbahan granit, hampir sama dengan makam lainnya. Hanya saja aku sejenak terpaku pada simbol yang tak asing bagiku. Simbol jangka dan mistar siku, simbol organisasi Freemason.
Apakah aku kaget? Sebenarnya ngga, karena saat mengikuti Jelajah Malang sebelumnya, mba Dini (tour guide saat itu) juga menjelaskan kalau sebenarnya di Malang banyak jejak-jejak Freemason. Organisasi rahasia ini memang kabarnya memiliki anggota tersebar di seluruh dunia, termasuk kota ini.
Memang Freemason selalu dianggap punya kedekatan dengan Illuminati dan tak sedikit yang menganggap oraganisasi ini sebagai pemuja setan.
Padahal anggota Fremason sendiri sebenarnya orang-orang penting yang sangat pintar, pejabat dunia, ilmuwam, dokter, hingga insinyur. Namun sangat tertutup yang bikin orang-orang makin kepo karena serba rahasia.
Kabarnya, pelukis ternama Raden Saleh dan cendekia Ki Hajar Dewantara juga anggota organisasi rahasia ini.
Simbol Freemason ini terpampang jelas pada nisan Dr. Eyken yang letaknya di Blok D. Dr. Eyken diberitakan pernah mendapatkan penghargaan yang diberikan Dinas Kesehatan Masyarakat pada 31 Oktober 1913 karena melakukan penelitian pemurnian biologi di Kebun Botani Bogor.
Berita kematian sang Apoteker ini juga dimuat dalam surat kabar Soerabaijasch Handelsblad. Jasa-jasa beliau tersemat dan tak terlupakan.
Dr. Eyken juga memiliki istri yang disemayamkan bersebelahan dengannya. Makam istrinya memperlihatkan simbol daun Akasia yang melambangkan immortality of soul, atau keabadian.
Ritual "Hana O Maku" di Monumen Tugu Jepang
Saat ada tulisan huruf kanji, aku jadi penasaran dong. Lho katanya Bong Londho, kok ada tulisan Jepang?
Setelah Perang Dunia II, Jepang memang mundur dari Indonesia pada tahun 1945. Meski hanya 3.5 tahun, tapi Jepang tetap menyisakan luka lama di masa Pra-Kemerdekaan RI. Banyak catatan sejarah yang bisa kita pelajari, termasuk masa pendudukan Jepang di Kota Malang.
Satu tempat yang bisa menjadi saksi Jepang pernah ada di Malang adalah Monumen Tugu Jepang ini.
"Monumen Jepang ini dibangun Sekjen Jepang pada tahun 1982. Setiap Oktober ada acara penghormatan nenek moyang sejak 1982 lalu,"Â tutur Bu Hariani.
Tugu ini menjadi penanda ada 40-50 jenazah yang dikubur secara massal. Pada tugu ini terpahat nama-nama pahlawan Jepang yang gugur saat menjajah Indonesia.
Jadi mula tahun 1982 konsultan Jepang setiap tahun mengadakan ritual Hana O Maku atau Tabur Bunga. Ritual ini sebagai penghormatan arwah nenek moyang mereka.
Tulisan kanji tersebut ternyata dibacanya dari bawah ke atas lho, artinya:
"Beristirahatlah dengan tenang di Kota Malang yang indah dan tenteram. Dalam kandungan negara".
Itulah beberapa makam tokoh penting yang dijelaskan Bu Hariani saat kami mengikuti walking tour  Malang. Ada banyak tokoh lainnya yang bisa dikupas lagi. Ngga cuma di Makam Londho aja, ada banyak lagi sejarah yang belum aku khatamkan.
Semakin aku mengetahui banyak cerita dalam perjalanan ini, semaking aku mengagumi kekayaan kotaku. Banyak nilai budaya yang tak semua orang tahu. Dan aku makin penasaran untuk terus menggali, dan menyusuri semua kisah dibaliknya.
Wah ini mah harus rajin ikutan Jelajah Malang nih!
Nanti aku update lagi yaa kalau udah ikut next trip..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H