Mohon tunggu...
Lintang Gumilang
Lintang Gumilang Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penikmat senja

Seorang ibu pembelajar yang jatuh cinta pada literasi dan gila membaca. Penulis kelahiran asli kota Malang ini sangat bersyukur bisa menulis dan menerbitkan antologi dengan harapan agar tulisannya bisa bermanfaat bagi semua pembacanya.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menuju Rumah Minim Sampah Melalui "3AH", Mari Bergerak Bersama!

5 Februari 2024   09:25 Diperbarui: 5 Februari 2024   09:44 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Produksi sampah di Kota Malang relatif tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional. Di Malang, satu orang menghasilkan sekitar 0,8 kilogram sampah. Sedangkan angka nasional hanya 0,7 kilogram sampah per orang."

Koordinator Umum Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supit Urang Kota Malang, Much. Zaenuri mengatakan, angka 0,8 kilogram ini merupakan kajian internal Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang pada tahun 2023.

Tiga Tahun Lagi TPA Supit Urang Penuh

Ancaman overload TPA Supit Urang seakan menghantui terus menerus. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang memprediksi, umur TPA ini tinggal tiga tahun lagi.

Prediksi ini mengacu pada sisa lahan TPA yang masih terpakai volume sampah di Malang setiap harinya. Mengacu pula pada catatan DLH pada 2021 lalu, volume sampah mencapai 481 ton per hari. Sedangkan pada 2022-2023 bisa menembus 680 ton per hari.

Kamu pernah kepikiran ngga kalau slogan "buanglah sampah pada tempatnya" itu tak cukup membuat kita peduli pada lingkungan. Aku sendiri akhirnya sadar, membuang sampah pada tempatnya justru akan membawa pada masalah baru. 

Oke sekarang aku tanya lagi, "ke mana sampah kita pergi?"

Ke Mana Perginya Sampahku?

Sampah. Kalau ngomongin sampah pasti banyak orang yang menyepelekannya karena identik dengan kotor, bau, dan menjijikan. Padahal sampah tuh ngga pernah ada dengan sendirinya kalau ngga ada proses konsumsi.

Misalnya nih kamu lagi di luar rumah dan mendadak haus. Kamu pergi ke warung dan beli air minum kemasan. Kamu cuma minum sekian menit sampai isinya habis, kemudian membuang botol bekas tersebut ke tempat sampah.

Selesai membuang, kamu pergi. Dan udah ngga mikir lagi seolah-olah semua masalah selesai. Padahal kenyataannya, botol plastik kemasan air minum tadi tidak akan hilang. Mereka hanya akan berpindah tempat dan terurai ratusan tahun. Yap, hanya berpindah tempat saja.

Mungkin kalau di rumah, kita biasanya membuang sampah di tempat sampah dalam rumah atau luar rumah. kita cuma tahu kalau sampah-sampah itu nantinya akan ada yang mengangkut untuk di bawa ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

Dari TPS yang udah terkumpul biasanya akan dibawa lagi ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Gunungan sampah yang kamu lihat di TPA itu biasanya bagian bawahnya akan mengalami pembusukan, hingga terbentuk gas metana.

Dalam proses kimia tersebut akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2). Gas metana ini yang akan merusak lapisan ozon Bumi. Karena gas metana termasuk gas-gas rumah kaca yang bisa mengakibatkan perubahan iklim.

Jangan Tunggu TPA Bermasalah, Baru Bergerak!

Meminimalkan sampah ternyata bisa lho, asalkan kita mau!

Awalnya aku juga nge-blank mau mulai dari mana. Apalagi aku juga pakai tisu, beli air minum kemasan sekali pakai, belum memilah sampah, dan masih bawa sampah dari luar rumah.

Aku juga berpikir kalau membuang sampah pada tempatnya udah bagus banget. Seenggaknya kita udah bantu mencegah banjir. Kalau dibandingkan sama orang-orang yang buang sampah seenaknya di sungai, atau membuang sampah sembarangan di tempat umum.

Padahal aku sendiri udah sering banget mendengar slogan 3R lah, 5R lah. Gaya hidup zero waste lah. Tapi namanya hati kalau belum tergerak ya rasanya cuma masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Aku dan keluargaku tetap aja cuek membuang sampah pada tempatnya tanpa memilah, hmm apalagi mengolah!

Bagiku zero waste itu mustahil!

Aku masih menggunakan tisu, kapas, pembalut sekali pakai, pampers anak, tas kresek, bahkan styrofoam.

Bagiku, orang yang belajar konsisten menerapkan zero waste itu selain ribet ya mempersulit diri sendiri. Gimana ngga, mau pakai tisu aja harus memikirkan berapa banyak pohon yang ditebang. Belum lagi ke mana-mana harus bawa tumblr atau kantong kain buat belanja.

Sebuah titik balik menyadarkanku dalam sekejap mata. Saat itu aku mengikuti sebuah komunitas bernama Ibu Profesional Malang Raya. Ada kegiatan salah satu Rumah Belajar Minim Sampah yang mengadakan acara kunjungan ke TPA Supit Urang.

Kami ngobrol dengan Bapak Kusyono yang saat itu selaku koordinator kebersihan tahun 2019 TPA Supit Urang Malang. Jadi sampah kota Malang sendiri mengangkut 125 truk dikali masing-masing 4 ton yaitu sekitar 600 ton sampah sehari. Dan kemungkinannya lebih banyak lagi yang masuk TPA. Sampah yang datang akan langsung diratakan dan dipadatkan dengan alat berat (Controlled Landfill).

Pak Kusyono sendiri menyebutkan kalau lebih enak dari masing-masing rumah bisa mengolah sampahnya sendiri. Hal ini akan lebih memudahkan pengolahan sampah lanjutan di TPA. Namun saat ini kesadaran masyarakat makin rendah dalam memilah sampah.

(sumber: olahan Canva (sipsn.menlhk.go.id))
(sumber: olahan Canva (sipsn.menlhk.go.id))

Berdasarkan grafik di atas, setidaknya sisa makanan menempati porsi terbesar sebanyak 44,7% dan sumber sampah rumah tangga juga menempati jumlah tertinggi hingga 38%.

Ini yang bikin TPA makin penuh, karena menurut Pak Kusyono ya tetap saja sampah rumah tangga yang paling merepotkan.

Di sinilah aku sebagai ibu rumah tangga yang banyak memegang kendali tentang urusan dapur jadi merasa terpanggil dan wajib mengambil peran dalam kontribusi rumah minim sampah. Saatnya aku menjadi agent of change untuk masa depan.

Sampahku Tanggung Jawabku, "3AH" Cegah, Pilah, dan Olah

(sumber: pekka.or.id)
(sumber: pekka.or.id)

1. "Cegah" Sampah Masuk dalam Rumah

"Mulailah dari diri sendiri dulu. Jangan muluk-muluk menyuruh orang lain untuk zero waste. Ajarkan orang lain melalui diri kita sendiri, sehingga mereka akan meniru. Selesaikan diri kita sendiri."

Gimana dong biar ngga timbul sampah? Ya cegah!

Aku mulai belajar mengurangi memasukkan barang yang berpotensi jadi sampah di rumah. jadi aku mulai membiasakan bawa kantong belanja sendiri, botol tumblr, dan wadah makanan buat beli jajan di luar.

Pokoknya menghindari bawa sampah plastik baru yang bisa masuk rumah deh.

2. "Pilah" Sampah dalam Rumah

(sumber: gondomanankec.jogjakota.go.id)
(sumber: gondomanankec.jogjakota.go.id)

Kalau udah ada sampah yang terlanjur masuk ke dalam rumah, atau udah ada di rumah gimana?

Aku menyiapkan tempat tersendiri buat tiap kategori. Pilah berdasarkan jenis sampahnya: organik, anorganik, sampah residu, dan sampah B3.

Kalau udah dipilah-pilah, bisa lho daftar jadi anggota bank sampah atau didonasikan. Kalau di Malang ada Bank Sampah Malang.

Aku juga punya pengepul langganan untuk menampung minyak jelantah. Kadang aku mengirimkan minyak tersebut atau mereka akan mengambilnya di rumah minimal 1 liter.

3. "Olah" Sampah Organik Jadi Kompos

Setelah tahapan memilah, maka saatnya mengolah. Awalnya ilmu ngompos ini aku dapetin bareng temen-temen Rumbel Minim Sampah. Kami emang berkomitmen mewujudkan harapan Pak Kusyono. Semua ini merupakan ikhtiar kami para emak-emak untuk bantu meringankan tugas pengolahan sampah akhir di TPA.

Sini aku kasih tahu caraku menjaga lingkungan dari limbah domestik. Kalau kamu mikirnya kami bakal bikin yang ribet kaya biopori atau juglangan, noooo! Kamu salah. Atau kamu mikirnya, "aduh gimana nih, kan di rumahku ngga ada lahan kosong".

Aku belajar bikin Komposter Pot yang bahasa kerennya Easy Lazy Komposter. Bikinnya pun super duper gampang dan cocok buat kamu yang mager. Karena kamu ngga perlu lahan buat bikin komposnya, cuma pakai pot bekas aja. So, ngga ada alasan lagi buat ngga memulai ngompos!

Bikinnya gimana? Yuk bikin starter komposnya aja dulu.

Alat dan Bahan

  • Siapkan pot besar dengan diameter minimal 45 cm. Kamu juga bisa menggunakan ember bekas, atau kaleng cat. Jangan lupa lubangi juga bagian bawah dan bagian pinggirnya.
  • Unsur hijau yang digunakan adalah bahan organik sisa kamu masak sayur dan kulit buah. Jangan lupa mencacahnya terlebih dahulu. Jangan masukkan bersama makanan bersantan atau sisa protein seperti tulang ayam yah.
  • Unsur coklatnya berupa daun kering, serbuk gergaji, atau sekam untuk alas dan tutup.
  • Tanah
  • Pupuk kandang atau pupuk kompos tanah
  • Air leri yaitu air cucian beras secukupnya. Kamu bisa membiarkan semalaman sambai berbusa.
  • Tutup pot

Cara bikinnya gimana?

  • Pot plastik yang udah dilubangi diberi alas unsur coklat. Ini aku menggunakan daun kering.

(sumber: dok. pribadi)
(sumber: dok. pribadi)
  • Kemudian diberi tanah yang ditambahi dengan pupuk kandang.
  • Masukkan unsur hijau yang udah ditiriskan dan dicacah tadi.

(sumber: dok. pribadi)
(sumber: dok. pribadi)
  • Tambahkan tanah dengan pupuk kandang dan tambahan unsur coklat. Ingat yah, prinsip mengompos harus ada unsur nitrogen dan unsur coklat.
  • Jangan lupa menambahkan bioaktivator (aku menggunakan air leri). Fungsinya buat mempercepat penguraian.

(sumber: dok. pribadi)
(sumber: dok. pribadi)
  • Tutup menggunakan penutup yang bisa menutup semua permukaan pot untuk mengurangi penguapan. Ini juga bisa menjaga kelembapan selama proses fermentasi.

(sumber: dok. pribadi)
(sumber: dok. pribadi)
  • Kamu bisa memanen dan menyisakan 1/3 starter untuk tahap selanjutnya. Jemur yang 2/3 bagian dengan diangin-anginkan aja.

Masalah sampah makanan (food waste) ini emang udah menjadi isu global yang cukup serius. Food waste sendiri berdampak pada emisi greenhouse dan penggunaan air yang ngga efisien hingga berujung pada kerusakan ekosistem alam.

Bagaimanapun juga, rumah adalah gerbang utama paling memungkinkan sampah bisa masuk. Belum lagi sampah yang udah ada di rumah. Mungkin kita berharap membuang sampah pada tempatnya bisa menghilangkan sampah dari pandangan. Padahal menjadi sumber masalah di tempat lain.

Beginilah ikhtiarku menjaga lingkungan dari limbah domestik, menggunakan sistem "3AH" (Cegah, Pilah, Olah). Salah satu solusi yang bisa aku lakukan dari rumah menuju rumah minim sampah.

Membuang sampah pada tempatnya, tidak lagi cukup untuk menyelesaikan masalah. Menuju nol sampah memang perjalanan panjang yang mungkin tidaklah mudah. Tentu saja kita tidak bisa melakukannya sendirian. Lakukan "3AH" dengan "Cegah, Pilah, dan Olah". Mari bergerak bersama!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun