Mohon tunggu...
Lintang Gantari Kristin P
Lintang Gantari Kristin P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Arkeologi

Punya background sebagai mahasiswa Arkeologi, aku suka jalan-jalan dan riset tipis-tipis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Yogyakarta, 31 Agustus 2024: Melepas Penat di Museum Wahanarata

13 September 2024   08:29 Diperbarui: 13 September 2024   08:32 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Ruang Pamer Lima/dokpri

Hari itu, setelah mengunjungi Gor Lembah, aku dan kawanku pergi ke daerah Malioboro dengan tujuan melepas penat setelah seminggu aku belajar dan mengurus organisasi kampus dan kawanku mengerjakan skripsi. Saat mengendarai motor hingga ke dekat Alun-Alun Utara, mataku langsung tertuju pada museum dengan bangunan unik di sisi jalan. 

Gudang kereta milik Kraton Yogyakarta yang menyimpan koleksi kereta antik itu dikenal sebagai Museum Wahanarata. Wahanarata atau jika dialihbahasakan menjadi Museum Kereta Keraton merupakan salah satu museum yang menyimpan koleksi kereta milik Sri Sultan Hamengkubuwono III-X. Museum ini terletak dekat dengan Pagelaran Siti Hinggil Kraton Yogyakarta. "Parkirnya lewat sini mbak. Langsung bayar ya." ucap tukang parkir yang sedang duduk di atas kereta yang biasa ditarik kuda. 

Sesaat setelah aku dan kawanku sampai di Museum Wahanarata, kami mengambil beberapa foto suasana luar museum, termasuk fasad (tampak depan) bangunan dan fasilitas-fasilitas yang tersedia di halaman museum. "Foto yang ini juga, Tang." ucap kawanku setiap melihat fasilitas yang ada di luar bangunan museum. Pintu masuk museum terdapat di bangunan yang berada di pinggir bangunan utama. Tiket yang harus kami bayar sebesar Rp20.000/orang dengan pembayaran via cash atau QRIS. 

Setelah membayar, kami dipasangkan gelang dan diberitahu peraturan selama di dalam museum. Sebenarnya, ini bukan kali pertamaku mengunjungi Museum Wahanarata. Tahun lalu aku berkunjung kesana untuk mengerjakan tugas survei bangunan di kawasan Sumbu Filosofis dan sudah mendapatkan informasi yang cukup mendalam terkait asal usul atau sejarah perkembangan Museum Wahanarata. Namun, kunjunganku kali ini terasa berbeda, apa mungkin karena berkunjung tepat di hari ulang tahunku atau karena bersama kawanku? 

Kami masuk ke ruang pamer pertama, di sana terdapat pusaka-pusaka yang dimiliki oleh Sri Sultan Hamengkubuwono III-X. Setelah puas melihat pusaka milik Sri Sultan Hamengkubuwono, kami melanjutkan ke ruang pamer berikutnya. Dekat ruang pamer selanjutnya, terdapat pojok souvenir yang dijaga oleh dua orang laki-laki. Pojok souvenir menjual hasil karya warga sekitar Kraton Yogyakarta. Ruang pamer selanjutnya memamerkan rekonstruksi kandang kuda lengkap dengan patung kuda dan vitrin penuh dengan peralatan menunggang kuda. Sekilas info, ruang pamer yang berada di sekeliling bangunan utama dulunya digunakan sebagai kandang kuda milik Kraton Yogyakarta dan uniknya di ruang pamer dua masih terdapat dua sekat kayu yang masih asli. "Cen, ini perlu difoto juga ngga ya?" tanyaku saat melihat dua sekat kayu itu. "Ngga perlu, bjir. Kalo observasi pariwisata ga perlu se detail arkeologi lah. Foto yang lain aja." balas kawanku sambil tertawa. 

Setelah melihat-lihat ruang pamer kedua, kami berjalan ke ruang selanjutnya. Ruang selanjutnya merupakan zona interaktif dengan dua wahana interaktif, yaitu AR Photobooth dan Wahanarata Games. Saat itu AR Photobooth penuh dengan rombongan keluarga. Sehingga kami memutuskan untuk mencoba Wahanarata Games pertama kali. Games menggunakan teknologi Xbox 360, terdapat dua games, dan dapat dimainkan oleh dua pemain. 

Permainan yang kami coba bertajuk "catch", kami harus menangkap buah-buahan dan menghindari kotoran dan bom. Untuk menangkap buah-buahan kami harus bergerak ke kanan dan ke kiri, sehingga saat bermain games kami selalu bertabrakan dan tidak jarang harus adu kuat supaya tidak terjatuh atau kalah. "Awas ish, jangan dorong gue ntar jatoh!" ucapku selama bermain games. Setelah bermain games, kami berencana mencoba AR Photobooth, tetapi dua alat photobooth masih digunakan oleh rombongan pengunjung yang sama. Ketika ingin keluar dari ruangan games, tiba-tiba kawanku mendorong aku tepat disaat kamera photobooth menangkap gambar dua perempuan yang sudah siap bergaya. "Lah gue in-frame dong!" ucapku sambil menengok ke belakang dan menarik kawanku "HAHAHAHAHA, mampus lu!" balas kawanku sambil tertawa. 

Sembari menunggu AR Photobooth sepi, kami mengunjungi ruang pamer ketiga yang berisi pakaian abdi dalem yang menjadi juru kemudi kereta dan pakaian keluarga kerajaan ketika upacara arak-arakan lengkap dengan payung dan kereta khusus acara tersebut. Di ruangan ini terdapat beberapa set kursi yang lengkap dengan meja. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak di kursi tersebut. Saat kami sedang beristirahat, ada seekor kuda yang lewat di hadapan kami dan ditunggangi oleh anak kecil. 

Kami terpana melihat kuda tersebut. Tiba-tiba suasana yang sunyi menjadi ramai, pertanda bahwa rombongan yang berada di AR Photobooth sudah berpindah ruangan. Kami langsung mencoba photobooth dan mengambil tiga gambar. Setelah puas mengambil gambar, kami kembali ke ruang pamer tiga. "Ini tuh bisa nyala tau sebenernya, jadi nanti kita ngewarnain, trus discan trus gambarnya muncul di layar." ucapku sambil menunjuk zona interaktif lainnya di ruang pamer tiga yang saat itu dimatikan. "Daripada liat itu mending kamu liat nih ada toilet bagus, kayaknya kamu bakal suka sama desainnya yang kuno." ucap kawanku sambil menunjuk pojok ruang pamer ketiga yang terdapat toilet. 

Ruangan selanjutnya yang kami tuju adalah ruang pamer dengan koleksi kereta-kereta yang dimiliki oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I-X. Diantara banyaknya koleksi kereta yang terdapat di ruang pamer ini, koleksi kereta milik Sri Sultan Hamengkubuwono VIII menarik perhatian kami. Bagaimana tidak? Seluruh kereta milik Sri Sultan Hamengkubuwono VIII nampak sangat kental dengan gaya eropa, khususnya pada interior dan aksesoris kereta yang dibuat di luar negeri. Berbeda dari ruang pamer yang lain, ruang pamer ini tidak tertutup sepenuhnya, dinding hanya ada di satu sisi. 

Di ruang pamer ini terdapat stand khusus yang menyediakan atraksi memberi makan kuda dan menunggang kuda. Untuk memberi makan kuda, pengunjung harus membayar sebesar Rp10.000 dan untuk menunggang kuda pengunjung harus membayar sebesar Rp25.000. "Kalau mau menunggang kuda beratnya maksimal 75 kg mbak." ucap petugas yang menjaga stand tersebut. 

Aku berpikir sejenak apakah aku harus mencoba menunggang kuda? Tetapi setelah melihat hanya satu putaran aku harus membayar Rp25.000, aku mengurungkan niatku. Kami melanjutkan melihat koleksi kereta lainnya di ruangan ini. Saat melihat koleksi, perhatianku tertuju pada mbah-mbah yang menjadi petugas penjaga koleksi. "Ini keretanya dilap setiap pagi mbak." ucap mbah yang menjaga ketika aku bertanya soal perawatan koleksi.

 

Suasana Ruang Pamer Lima/dokpri
Suasana Ruang Pamer Lima/dokpri
Puas melihat koleksi di ruang ke empat, kami melanjutkan ke bagian bangunan utama. Bangunan utama ini memiliki gaya yang berbeda dengan bangunan di sekitarnya. Pintunya tinggi menjulang, terdapat ventilasi yang banyak, pintunya berada di sisi utara, timur, barat, dan selatan, terdapat dua ruang khusus yang berada di tengah bangunan, dan langit-langitnya tinggi. Kereta-kereta yang disimpan di sini sebenarnya tidak jauh beda dengan yang ada di ruang pamer ke empat. 

Namun, yang membedakan adalah disimpannya dua kereta "khusus" Kraton yang tidak boleh difoto, salah satunya adalah Kanjeng Nyai Djimat. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, kami menaati peraturan tersebut. Tidak terasa jam sudah menunjukkan angka satu siang, perut kami sudah berbunyi pertanda kami harus makan. Begitulah kunjungan singkat kami ke Museum Wahanarata. Kunjungan singkat tetapi cukup berkesan dan menambah pengetahuan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun