Di ruang pamer ini terdapat stand khusus yang menyediakan atraksi memberi makan kuda dan menunggang kuda. Untuk memberi makan kuda, pengunjung harus membayar sebesar Rp10.000 dan untuk menunggang kuda pengunjung harus membayar sebesar Rp25.000. "Kalau mau menunggang kuda beratnya maksimal 75 kg mbak." ucap petugas yang menjaga stand tersebut.Â
Aku berpikir sejenak apakah aku harus mencoba menunggang kuda? Tetapi setelah melihat hanya satu putaran aku harus membayar Rp25.000, aku mengurungkan niatku. Kami melanjutkan melihat koleksi kereta lainnya di ruangan ini. Saat melihat koleksi, perhatianku tertuju pada mbah-mbah yang menjadi petugas penjaga koleksi. "Ini keretanya dilap setiap pagi mbak." ucap mbah yang menjaga ketika aku bertanya soal perawatan koleksi.
Â
Puas melihat koleksi di ruang ke empat, kami melanjutkan ke bagian bangunan utama. Bangunan utama ini memiliki gaya yang berbeda dengan bangunan di sekitarnya. Pintunya tinggi menjulang, terdapat ventilasi yang banyak, pintunya berada di sisi utara, timur, barat, dan selatan, terdapat dua ruang khusus yang berada di tengah bangunan, dan langit-langitnya tinggi. Kereta-kereta yang disimpan di sini sebenarnya tidak jauh beda dengan yang ada di ruang pamer ke empat.ÂNamun, yang membedakan adalah disimpannya dua kereta "khusus" Kraton yang tidak boleh difoto, salah satunya adalah Kanjeng Nyai Djimat. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, kami menaati peraturan tersebut. Tidak terasa jam sudah menunjukkan angka satu siang, perut kami sudah berbunyi pertanda kami harus makan. Begitulah kunjungan singkat kami ke Museum Wahanarata. Kunjungan singkat tetapi cukup berkesan dan menambah pengetahuan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H