Mohon tunggu...
Lintang Alya
Lintang Alya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Mahasiswi Fakultas Pertanian Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Permasalahan Kompleks pada Sektor Pertanian Komoditas Padi

18 Juni 2020   09:01 Diperbarui: 18 Juni 2020   08:53 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                           Lintang Alya Khansa 191510901019

Indonesia merupakan negara agraris dengan jumlah penduduk terbesar ke-tiga di dunia. Fakta tersebut menempatkan pertanian sebagai salah satu sektor yang berperan penting dalam menggerakkan roda perekonomian serta pembangunan nasional. Menurut data BPS pada tahun 2017, sektor pertanian  berada di urutan kedua sebagai penyumbang PDB terbesar, yakni sebesar 13,26%. 

Mengingat sektor pertanian berkaitan erat  dengan ketahanan pangan suatu bangsa, semakin memperkuat sektor ini pada posisi startegis bagi pembangunan nasional. Tentunya hal tersebut tidak terlepas dari beberapa faktor, seperti kondisi geografis, sumberdaya manusia, permintaan dan penawaran, budidaya, permodalan, kebijakan pemerintah, dsb.

Mendengar kata "pertanian", mungkin hal yang terlintas di benak mayoritas orang adalah padi. Komoditas yang memiliki nama latin Oryza sativa ini merupakan bahan baku makanan pokok rakyat Indonesia. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, grafik permintaan kebutuhan pangan khususnya komoditas padi megalami peningkatan. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan beras di pasar lokal. 

Pemerintah melakukan impor guna menutupi kebutuhan pangan masyarakat. Fakta bahwa pemerintah masih mengandalkan impor beras telah mencoreng hakikat negara agraris yang telah lama melekat pada negara Indonesia. 

Keputusan untuk melakukan impor dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, seperti lahan untuk keperluan pertanian yang semakin berkurang, cuaca yang tidak menentu, kurangnya tenaga kerja di sektor pertanian,  kendala faktor produksi, dsb. Melihat beberapa kendala seperti pemaparan di atas, perlu dilakukan usaha-usaha yang bersinergi antara masyarakat Indonesia dan pemerintah untuk kembali memperkuat roda perekonomian dan pembangunan nasional melalui sektor pertanian.

Permasalahan mengenai lahan pertanian yang semakin tergerus oleh pemukiman warga maupun bangunan industrial merupakan permasalahan yang nampaknya tak kunjung menemui solusi. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian akan menyebabkan efek domino yang negatif bagi beberapa aspek, mengingat lahan pertanian memiliki fungsi yang luas. 

Misalnya aspek ekonomi dan sosial  akan berimbas pada menurunnya kesempatan kerja serta pendapatan petani, sedangkan pada aspek lingkungan akan mengakibatkan produktivitas lahan pertanian kian menurun. Jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan sandang, pangan, dan papan. 

Di satu sisi, pemenuhan kebutuhan pangan menghendaki sektor pertanian mampu menghasilkan komoditas dengan kualitas serta kuantitas optimal, sedangkan di sisi lain juga dibutuhkan industrial untuk mengelola pangan, sandang, serta kebutuhan sekunder atau tersier yang lain. Keseimbangan antara lahan pertanian dengan lahan industri dapat tercipta apabila jumlah penduduk tidak terus membludak. Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan menggencarkan program keluarga berencana  atau yang lebih dikenal dengan program KB (Rosidah dkk, 2019)

Permasalahan lain di sektor pertanian yang kerap ditemui adalah iklim  serta cuaca yang tidak menentu. Hal tersebut mengakibatkan petani terancam puso atau gagal panen. Apabila petani terpaksa melakukan pemanenan, maka komoditas yang dihasilkan kurang optimal baik mutu maupun jumlahnya. 

Hal tersebut tidak hanya merugikan petani, namun masyarakat juga merasa rugi karena stok produk pertanian di pasaran semakin langka,  sehingga harga produk melambung tinggi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut yaitu dengan menugaskan para penyuluh pertanian ke setiap desa untuk memberikan  pembinaan kepada para petani mengenai bagaimana cara  mengatasi perubahan cuaca yang tidak menentu, seperti pembuatan saluran  irigasi yang baik dan benar, pemanfaatan pupuk dan obat-obatan sesuai dosis untuk menganggulangi  serangan hama dan penyakit, dsb. 

Penyuluh pertanian juga bertugas untuk melakukan kontrol secara rutin dilanjutkan pelaporan ke dinas pertanian untuk mengetahui perkembangan lahan pertanian di desa. Petugas penyuluh pertanian juga beperan sebagai agent of change yang mampu menuntun petani menjadi sumberdaya manusia yang berkompeten (Smara dkk, 2017)

Kembali lagi ke pembahasan mengenai peningkatan harga produk pertanian yang ternyata dapat berdampak pada terjadinya inflasi. Salah satu faktor penyebab terjadinya inflasi adalah  permintaan tinggi    terhadap suatu  produk atau jasa  yang tidak diimbangi oleh penawaran atau ketersediaan.  Langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengendalikan laju inflasi adalah dengan melakukan impor , salah satunya pada komoditas padi.  

Negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand yang terus mengupayakan pengembangan dan inovasi pertanian merupakan contoh riil sasaran Indonesia melakukan impor disaat krisis bahan pangan melanda.  Menurut data BPS, impor tanaman pangan di Indonesia menempati 74% dari total impor yang dilakukan oleh pemerintah. Ternyata, kebijakan ini menimbulkan  efek negatif bagi petani lokal. 

Pasalnya,  pemerintah  menerapkan kebijakan baru sebagai efek kebijakan impor berupa  seluruh produk pertanian yang dihasilkan petani lokal dikenai PPN sebesar 10%. Kebijakan ini dinilai  tidak menguntungkan petani lokal karena mengakibatkan produk pertanian Indonesia semakin kalah saing dengan produk impor. Alangkah baiknya pemerintah mengurangi prosentase pajak yang dikenakan kepada petani lokal serta menaikkan prosentase pajak produk impor sebagai salah satu upaya melindungi produk dalam negeri.

Menurut Siswanto dkk (2018), alternatif lain yang dapat dicoba oleh pemerintah untuk mengurangi impor adalah meningkatkan harga pembelian pemerintah (HPP) yang akan berdampak pada surplus produsen, serta upaya peningkatan input berupa kredit pertanian dan subsidi pupuk yang akan berdampak pada surplus konsumen.  

Apabila impor beras terjadi secara terus menerus, dapat mengakibatkan negara Indonesia terperangkap dalam food trap. Hal ini dapat diatasi dengan upaya diversifikasi pangan, yaitu penganekaragaman makanan pokok di setiap daerah menjadi beberapa komoditas seperi jagung, umbi-umbian dan tanaman pangan lain.

Diversifikasi pangan yang dilaksanakan secara konsisten  dalam jangka panjang mampu menciptakan ketahanan pangan serta berdampak positif bagi kesuburan lahan.  Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya diversifikasi pangan diwujudkan melalui pengolahan berbagai komoditas pertanian oleh segenap pelaku agribisnis. Pengolahan produk pertanian juga bertujuan untuk meningkatkan mutu serta nilai jual suatu produk sesuai standardisasi industrial, seperti Good Agricultural Practises, Good Handling Practises, dan Good Manufacturing Practises. 

Hal ini akan memberikan pengaruh yang positif, berupa semakin terbukanya kesempatan kerja dan   perbaikan kesejahteraan pelaku agribisnis. Dalam hal ini, yang termasuk dalam pelaku agribisnis adalah petani, mitra, maupun perusahaan.  Melalui kemitraan,  masalah-masalah yang berkaitan dengan permodalan  dalam bentuk uang, bibit, benih, pupuk,  alsintan dapat diatasi sesuai dengan kesepakatan antarpelaku agribisnis. 

Berdasarkan seluruh pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa  permasalahan yang sering ditemui pada sektor pertanian meliputi keterbatasan sumberdaya lahan, peningkatan laju pertumbuhan penduduk, dan cuaca serta iklim yang tidak menentu.  Permasalahan tersebut   menyebabkan permasalahan baru yaitu   jumlah penawaran tanaman pangan khususnya komoditas padi yang tidak seimbang dengan jumlah permintaan sehingga mengaharuskan pemerintah melakukan impor beras.  

Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu  menekan laju peningkatan jumlah penduduk dengan program KB, meningkatkan subsidi sarana produksi pertanian, pengoptimalan peran penyuluh pertanian di setiap desa,  meningkatkan HPP beras, dan menggencarkan upaya diversivikasi pangan kepada masyarakat.  Solusi-solusi tersebut hendaknya dilakukan secara bersinergi antara pemerintah dan seluruh masyarakat guna memperkuat  posisi  sektor pertanian pada roda perekonomian Indonesia serta pembangunan nasional.

 

DAFTAR PUSTAKA

Putri, Z.A. 2015. Analisis Penyebab Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Lahan Non Pertanian Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 2003-2013. Eko-Regional. Vol. 10(1):17-22.

Siswanto, E., B.M. Sinaga., Harianto. 2018. Dampak Kebijakan Perberasan pada Pasar Beras dan Kesejahteraan Produsen dan Konsumen Beras di Indonesia. Ilmu Pertanian Indonesia. Vol. 23(2): 93-100

Smara, N. K. M. G., I. D. P. O. Suardi., I. D. G. Agung. 2017. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan dalam Pembuatan Pupuk Organik Padat. Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 6(1):11-20

Rosidah, U., H. Sasana., G. Jalunggono. 2019. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Sleman Tahun 1998-2017. Directory Journal of Economic.Vol. 1(3): 315-324

Viva.co.id

Dpr.go.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun