Shaming /em/ menurut Oxford Dictionaries adalah suatu sikap yang dapat menyebabkan seseorang merasa dipermalukan. Sedangkan, menurut kamus Merriam-Webster, shaming adalah suatu tindakan atau aktivitas yang membuat seseorang dipermalukan, dihina, atau dicaci terutama dengan ekspos dan kritik publik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa shaming adalah suatu tindakan (mengolok-olok dan mempermalukan) yang lahir dan ditujukan terhadap apa saja yang tidak dapat memenuhi standar publik.
Selama ini kita akrab dengan istilah body shaming yang populer di masyarakat. Kita juga paham bahwa body shaming adalah tindakan yang tidak boleh kita lakukan karena akan menyakiti perasaan orang yang dituju. Namun ternyata, selain body shaming, kita secara sadar ataupun tidak sadar pernah atau bahkan sering mengolok-ngolok apapun yang ada pada diri kita maupun orang lain setiap kali hal-hal tersebut tidak sesuai dengan standar kita. Umumnya, kita berdalih bahwa komentar kita hanya sekadar pendapat atau candaan. Parahnya lagi, kita sering kembali membela diri dengan mengatakan bahwa orang yang kita komentari terlalu baper.
Istilah body shaming memang sudah tidak asing bagi masyarakat. Namun, ternyata body shaming hanya salah satu jenis shaming. Terdapat banyak jenis shaming lain yang asing bagi masyarakat atau bahkan mungkin secara tidak sadar mereka pernah melakukan salah satu jenis shaming tersebut. Untuk lebih mengetahuinya, mari kita simak beberapa jenis shaming yang masih sering kita jumpai di kehidupan sehari-hari.
1. Physical/Body Shaming
Dari namanya, kita akan langsung tahu bahwa shaming jenis ini adalah olokan-olokan yang ditujukan terhadap keadaan fisik orang lain mencakup bentuk tubuh, berat badan, tinggi badan, warna kulit, model alami rambut, bentuk wajah dan unsur-undur di dalamnya, serta bagian-bagian lain yang ada pada fisik manusia.
"Kurus banget kamu, kalau lebih berisi dikit pasti jadi tambah cantik."
"Kamu cantik sih, tapi sayang hidungnya pesek."
"Dari dulu perasaan jerawatnya nggak sembuh-sembuh."
Kalimat-kalimat di atas merupakan sebagian kecil dari sekian banyak ucapan-ucapan yang mengindikasikan body shaming. Fisik adalah karunia Tuhan yang tidak mudah atau bahkan tidak bisa diubah. Untuk apa kita mengomentari sesuatu yang tidak bisa diubah? Komentar kita hanya akan membuat orang yang dituju kesulitan menerima dirinya sendiri. Kita tidak tahu kan sekeras apa selama ini ia bertahan dan berusaha menerima serta mencintai dirinya sendiri? Jangan sampai kita menjadi oknum yang membuat orang lain tidak mencintai dirinya lagi.
2. Student Shaming
Shaming jenis ini menyerang pelajar baik siswa maupun mahasiswa. Biasanya shaming ini ditujukan pada pelajar dengan pilihan jalan yang berbeda dari standar yang berlaku. Misalnya pada mahasiswa yang lebih memilih kuliah di PTS dibanding PTN dan siswa yang memilih peminatan IPS. Selain itu, student shaming juga dapat berupa tekanan-tekanan yang diberikan pada pelajar, misalnya saat nilai yang diperoleh tidak sebagus temannya atau saat keambisiusannya tidak membuahkan hasil yang baik. Beberapa contoh dari kasus student shaming kurang lebih seperti ini.
"Kamu kok ambil jurusan IPS? Mau jadi apa?!"
"Percuma kamu tiap hari belajar, tapi nggak bisa masuk PTN"
Daripada sibuk mengomentari pendidikan yang ditempuh orang lain, bukankah lebih baik kita saling menyemangati dan mendukung? Lagipula, kemampuan, minat, dan bakat setiap orang itu berbeda. Jangan paksakan standar kita pada orang lain.
3. Gender Shaming
Tindakan ini lebih sering disebut diskriminasi gender, yaitu merendahkan orang lain berdasarkan gender dan peran-peran yang mengikutinya. Tindakan ini dilakukan ketika seseorang merasa orang lain tidak melakukan kewajibannya sesuai harapan masyarakat. Seksisme tidak hanya terjadi pada perempuan, tetapi juga pada laki-laki. Walau pada kenyataannya sekarang ini, perempuan lebih banyak mengalami diskriminasi akibat budaya patriarki yang mengakar di masyarakat. Berikut ini beberapa contoh kasus seksisme yang masih banyak terjadi di masyarakat.
"Kamu tuh cuma perempuan, mau orasi kayak gimana juga nggak ada yang peduli."
"Kamu kan laki-laki, masa nggak bisa main bola?"
"Laki-laki kok ikut ekskul nari?"
"Perempuan mah enggak usah sekolah tinggi-tinggi, nanti juga ujung-ujungnya cuma ngurusin dapur."
Setiap orang, terlepas dari apapun gendernya sangat berhak menjadi dirinya sendiri dan menentukan pilihan hidupnya masing-masing selama ia mampu mempertanggungjawabkan pilihannya dan tidak merugikan orang lain.Â
4. Mom Shaming
Komentar-komentar mengenai bagaimana cara merawat dan mendidik anak sesuai dengan standar masyarakat inilah yang disebut mom shaming. Mereka yang mengomentari biasanya merasa paling benar dan paling berhasil dalam merawat anak-anaknya sehingga bahasa yang digunakan dalam mengomentari seringkali merendahkan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.
"Kok caesar sih, kenapa nggak normal aja? Ibu-ibu zaman sekarang manja banget deh."
"Kamu nggak jaga pola makan sih, kasihan tuh anakmu minum ASI-nya sedikit banget."
Padahal setiap ibu pasti menginginkan yang terbaik. Kalaupun ingin menyarankan, jangan sampai niat baik kita justru malah terkesan merendahkan dan menyakiti perasaan si ibu.
Sebenarnya masih banyak shaming yang sering kita temui, tetapi mungkin shaming-shaming itu belum diklasifikasikan dengan jelas. Yang jelas, komentar apapun yang bersifat mengolok, mengejek, merendahkan, dan menghina dapat dikategorikan sebagai shaming dan tidak boleh kita lakukan. Bayangkan jika kalian yang menjadi objek shaming tersebut, itu pasti bukan hal yang menyenangkan. Akan lebih baik bila kita diam daripada berkata hal-hal buruk. Jadi, mulai sekarang perhatikan setiap ucapanmu ya, Sobat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H