Mohon tunggu...
Lina Ramdhani Nur Sari
Lina Ramdhani Nur Sari Mohon Tunggu... Wirausaha -

Orang yang masih harus banyak belajar dalam menulis, supaya handal.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Second Child Syndrom yang Dirasa, Terbantah dengan Sikap Saling Terbuka

29 Oktober 2016   09:16 Diperbarui: 29 Oktober 2016   09:48 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: http://www.enannysource.com"][/caption]

Merasa tak diperhatikan, tak dipedulikan, tak diinginkan, sampai merasa ingin keluar dari rumah, itu semua adalah perasaan yang selalu muncul, ketika saya merasa di anak tiri kan oleh orangtua.

Ada alasan tersendiri mengapa hal tersebut saya rasakan. Walau bisa saja alasan-alasan tersebut hanya anggapan salah, yang kemudian saya cari-cari alasan dalam pembenarannya.

Namun sebuah mimpi yang datang dalam tidur, seolah ingin saya anggap sebagai salah satu alasan pembenarannya itu. Mimpi yang sebenarnya sangat saya sesalkan, mengapa mimpi yang seperti itu yang bisa muncul. Padahal akan sangat diharapkan, mimpi yang sebaliknya yang harus datang, agar bisa menjauhkan saya dari predikat kedurhakaan.

Setidaknya, dengan mimpi dari kebalikan realita yang dirasa, bisa membuat hati saya perlahan memaafkan dan melupakan. Namun, saya hanya bisa berucap " bahkan dalam mimpi pun tak ada kasih sayang".

Bertambah lah rasa second child syndrom itu menguat di sanubari, ketika hal yang dimimpikan tersebut benar terjadi. Seketika itu pun, hanya kepasrahan lah yang ada. Dari kejadian tersebut, saya tanamkan untuk bisa hidup mandiri. Bertumpu pada diri sendiri, yang sebenarnya hanya sebuah alasan penguat diri.

Tak ada lagi keinginan untuk diperhatikan, dipedulikan, diutamakan, itu semua sudah tak ada lagi. Tak ada lagi apapun yang saya harapkan dari mereka.

Berlalu sudah beberapa hari perjalanan hidup, tanpa ada satu komunikasi pun yang saya utarakan kepada mereka. Walau terkadang mereka mengutarakan sapaannya, yang tanpa ada jawaban satu kata pun keluar dari mulut saya. Bahkan tatapan saya pun tak ku berikan.

Didalam kamar lah perenunganku selalu muncul. Dihati, sebenarnya tak ingin membuat mereka (yang dulu sampai sekarang sudah merawat saya) bisa merasa sedih. Tapi apa daya, maafkan saya yang masih menyimpan benci dihati. Dan sebenarnya saya sadari, bahwa apa yang saya lakukan adalah kesalahan yang seharusnya dihindari. Kesalahan yang bisa membuat saya dibenci sang pencipta, karena telah memunculkan rasa benci kepada mereka yang sudah memberikan kasih sayang nya.

Tak bisa dibenarkan memang, tetapi menurut saya saat itu, ini adalah cara saya sendiri, untuk bisa mengobati hati dan bisa melupakan semua kejadian yang sudah terjadi. Dengan seiringnya waktu, saya harap saya bisa menghilangkan amarah diri dan berperilaku seperti semula. Bahkan ingin bisa lebih berbakti kepada orangtua.

Sampailah saat dimana suatu hal terjadi. Dari sana, tak ingin lagi saya melakukan kesalahan yang sudah saya lakukan kepada mereka. Kesalahan yang sebenarnya sangat merugikan diri sendiri, akibat dari mengikuti perasaan praduga yang belum pasti kebenarannya, yang memang faktanya saya hanya mengikuti ego diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun