Mohon tunggu...
Lin Majazaah
Lin Majazaah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Yuk, Kita Kenalkan Anak Sejak Dini Untuk Belajar ‘Berani’ dalam Kebenaran dan Kebaikan

29 November 2015   14:35 Diperbarui: 29 November 2015   19:36 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Punya anak, keponakan, sepupu, saudara jauh, atau anak tetangga yang masih duduk di sekolah dasar? Tahu dong, bagaimana mereka berinteraksi dengan orang-orang di sekitnya. Ya, masih malu-malu. Seperti keponakanku, Ihsan dan Khalisyah. Tentu saja mereka tidak bisa disamakan dengan siswa SMA atau anak kuliahan yang sudah berani mengemukakan pendapat seperti yang kita lihat ketika mereka presentasi atau mengadakan aksi, demo, dan acara sejenisnya.

Seorang anak usia SD seperti Ihsan identik dengan kepercayaan diri yang rendah. Meski kita menemui anak dengan kepercayaan diri yang tinggi, namun jumlahnya masih jauh lebih sedikit. Tingkat kepercayaan diri seorang anak tidak terbentuk dengan sendirinya atau bawaan dari orang tuanya karena faktor genetik.

Anak dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi cenderung menonjol di antara anak-anak lainnya karena lebih aktif dalam gerak, bicara, serta mampu merespon dengan baik saat berinteraksi dengan orang lain. Ia tidak malu bicara di depan umum atau menanyakan hal-hal yang belum diketahuinya.

Nah, tentu sebagai calon orang tua (khususnya saya, aamiin insya Allah ^_^), kita menginginkan anak yang memiliki keberanian, bukan? Ini dia sembilan (9) trik dan tips yang bisa dicoba.

  1. Ajari anak untuk lebih dulu mengucap salam atau menyapa orang lain.

Hal ini bisa dimulai dari orang yang dikenal si anak, lalu secara bertahap menyapa orang yang berpapasan dengannya meskipun tidak ia kenal. Lambat laun, anak akan terbiasa untuk lebih dulu menyapa dan tersenyum pada orang yang ditemuinya.

  1. Beri apresiasi ketika dia melakukan sesuatu yang luar biasa.

Contohnya dengan memberi pujian atau hadiah kecil ketika ia mendapat nilai yang bagus. Apresiasi bisa juga diberikan ketika ia mampu melakukan sesuatu yang sebelumnya memerlukan bantuan orang lain. Seperti membersihkan tempat tidurnya sendiri. Tapi jangan lupa mengingatkan si anak agar tulus melakukannya sehingga apa yang ia lakukan tersebut tidak ditendesikan utuk mendapat pujian atau hadiah semata.

  1. Didik anak dengan perkataan yang baik.

Anak adalah cerminan dari orang tuanya. Didikan yang baik tentu berimplikasi pada terbentuknya karakter anak yang baik pula. Kalimat yang baik pun menunjukkan akhlak seseorang. Biasakan mengucapkan kalimat yang sopan dan halus.

Anak-anak seringkali menggunakan bahasa daerah ketika berada di sekolah atau bermain dengan teman-temannya. Karena pemilihan kata dipengaruhi lingkungan dan teman sepermain, maka perlu diberi arahan agar anak tetap berkata sopan dan menggunakan bahasa daerah yang halus ketika berbicara dengan teman-temannya. Agar mudah diingat anak, maka kita pun harus membiasakan diri berbicara dengan bahasa yang sopan di lingkungan rumah.

  1. Arahkan anak untuk berani dalam kebenaran.

Kejadian ini mungkin pernah dialami sendiri atau dengar dari orang lain. Suatu ketika, seorang guru keliru memberi nilai ‘salah’ pada jawaban murid yang sebenarnya ‘betul’. Nah, sebagai orang tua murid, kita perlu memberitahu si anak agar berani untuk langsung mengklarifikasikannya ke guru yang bersangkutan. Jika anak merasa malu dan takut, maka lakukan pendampingan saat anak menemui gurunya. Setelah itu, kita mengingatkan agar anak berani untuk mengklarifikasinya sendiri ketika kejadian tersebut terulang.

  1. Arahkan anak untuk berani dalam kebaikan.

Pertengkaran kecil antaranak tidak bisa luput dari kehidupan mereka. Langkah yang bijak sebagai orang tua adalah dengan tidak memutuskan kebenaran di salah satu pihak, terutama anak/ keponakan sendiri. Seorang anak cenderung lebih mudah berbaikan, tanpa menyimpan marah atau dendam.

Anak yang ketika hari ini bertengkar, tidak aneh jika mereka bermain dengan akrab lagi keesokan harinya. Oleh karena itu, kita tidak boleh langsung men-judgement bahwa anak kita benar dan anak lain salah, lalu kita dendam pada si anak dan orang tuanya. Karena suatu saat nanti kita akan malu sendiri jika masih menyimpan dendam sedangkan anak-anak telah dengan mudahnya berbaikan.

Menceritakan kisah para nabi dan rasul serta pahlawan pemberani bisa pula dijadikan jalan untuk menumbuhkan sikap pemberani pada anak. Melalui gaya cerita mendongeng, hikmah cerita akan mudah tersampaikan. Pernah suatu hari saat membeli buku di sebuah toko, ternyata kembaliannya berlebih. Ihsan meminta ibunya mengantar kembalian tersebut ke karyawan toko buku Sehari sebelumnya, ia membaca buku dengan kisah pedagang yang jujur di dalamnya.

 

Di toko buku

  1. Hindari mencela/ memarahinya berlebihan di depan umum.

Memarahi dan membentak di depan umum ketika anak melakukan kesalahan bukanlah tindakan yang etis. Karena hal itu akan membuat si anak merasa minder, pemalu, dan sulit untuk mengungkapkan perasaannya pada orang lain. Selain itu, kejadian tersebut akan tersimpan dalam ‘long term memory’ si anak, yang tentu akan sulit untuk dilupakan.

Anak akhirnya selalu ragu-ragu dalam melakukan aktivitas apapun. Ia khawatir melakukan kesalahan, lalu peristiwa yang menurutnya memalukan dan menakutkan itu terulang kembali. Hindari pula menakut-nakuti anak dengan hantu agar cepat tidur.

  1. Bekali diri dengan ilmu pengetahuan, dan agama.

Ini tidak hanya berlaku bagi si anak, tapi juga untuk orang tua. Anak usia SD masih sering bertanya tentang hal-hal baru yang masih asing baginya. Kita sebagai orang terdekat mereka, seringkali menjadi sasaran utama untuk dijadikan tempat mereka bertanya.

Ilmu pengetahuan yang luas akan membantu masa depan anak. Sedangkan ilmu agama akan membentengi anak dari perilaku menyimpang. Poin ini merupakan poin paling penting agar kita melahirkan generasi yang tidak hanya ‘berotak’, namun juga berakhlak, dan bukan generasi ‘tong kosong nyaring bunyinya’.

  1. Membiasakan diri meminta maaf dan memaafkan.

Orang dewasa seringkali merasa sulit untuk bisa meminta maaf lebih dulu. Meski dalam hati mengakui kesalahan yang telah diperbuat, namun masih berat untuk sekedar mengucap kata maaf. Nah, jangan sampai buah hati kita pun seperti itu. Ajari ia untuk meminta maaf pada orang lain dan memaafkan kesalahan orang lain padanya.

  1. Mendidik dengan kasih sayang.

Ini dia poin tips yang tak kalah penting. Mendidik anak dengan kasih sayang sehingga memperkuat jalinan hubungan antara orang tua dan anak. Berbeda dengan anak yang dididik dengan kelembutan, anak yang dididik dengan kekerasan akan menjadi anak yang penakut.

Contohnya, si anak dijewer telinganya saat nilai ulangannya kurang memuaskan. Bukan tidak mungkin jika justru kita sendiri yang menciptakan gap yang membuat jarak komunikasi antaranggota keluarga.

Itulah trik dan tips yang bisa kita usahakan dan pernah dilakukan olehku serta kakakku dalam menumbuhkan keberanian pada Ihsan. Selamat mencoba.

 

#keberanian

#parentingantikorupsi

#GakPakeKorupsi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun