"
Perayaan Satu Suro Malam Sakral Masyarakat Jawa
Malam satu suro masih dianggap keramat oleh masyarakat Jawa. Tahun baru dua kalender: Saka dan Hijriah.
Tradisi
Tagar:
Tradisi, Yogyakarta
  Â
Artikel Terbaru
Pustaka Indonesia
Layar Terkembang, Buku Karya Sutan Takdir Alisjahbana
Pustaka Indonesia
Cerita Rakyat Kalimantan Timur: Kisah Pesut Mahakam
Pustaka Indonesia
Lontong Balap, Kuliner Khas Surabaya
Pustaka Indonesia
Pada Sebuah Kapal, Buku Karya N.H. Dini
ORANG-ORANG berdesak-desakan di sekitar Keraton Surakarta hingga memenuhi jalanan kota. Kirab hendak digelar dan kebo bule yang dinantikan masyarakat juga akan diboyong keluar. Malam itu adalah malam satu Suro. Malam istimewa yang sering dianggap mistis dan keramat sekaligus penuh berkah dan sakral.
Sebagian besar masyarakat Jawa masih mempercayai bahwa malam satu Suro memang malam istimewa. Di berbagai daerah banyak tradisi memperingati Tahun Baru Jawa sekaligus Islam ini. Sementara itu, di lingkungan Keraton Surakarta dan Yogyakarta, beragam ritual dan kirab digelar. Ramai dan semarak.
Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung. Saat itu, masyarakat umumnya mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwariskan dari tradisi Hindu. Sementara Kesultanan Mataram Islam sudah menggunakan sistem kalender Hijriah (Islam). Sultan Agung yang ingin memperluas ajaran Islam di Tanah Jawa berinisiatif memadukan kalender Saka dengan kalender Hijriah menjadi kalender Jawa.
Penyatuan kalender ini dimulai sejak Jumat Legi bulan Jumadil Akhir tahun 1555 Saka atau 8 Juli 1633 Masehi. Satu Suro adalah hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Suro, bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah
Menurut Muhammad Solikhin dalam Misteri Bulan Suro, Perspektif Islam Jawa, kata "Suro" berasal dari kata "Asyura" dalam bahasa Arab yang berarti "sepuluh". Kata Asyura di sini merujuk pada tanggal 10 bulan Muharam, yang berkaitan dengan peristiwa wafatnya Sayyidina Husein, cucu Nabi Muhamad di Karbala (sekarang masuk Irak).
"Dari Sultan Agung inilah kemudian pola peringatan tahun Hijriah dilaksanakan secara resmi oleh negara, dan diikuti seluruh masyarakat Jawa. Berbagai ritual perayaan Muharram dan Asyura di Indonesia terus lestari sampai sekarang berkat jasa Sultan Agung," tulis Muhammad Solikhin.
Hingga saat ini, setiap tahunnya tradisi malam satu Suro selalu diadakan oleh masyarakat Jawa. Satu suro biasanya diperingati pada malam hari setelah magrib pada hari sebelum. Sebab, pergantian hari Jawa dimulai pada saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam.
Beragam tradisi seringkali digelar untuk menyambut bulan Suro seperti jamas pusoko, ruwatan, hingga tapa brata. Dalam tradisi keraton, para abdi dalem keraton mengarak hasil kekayaan alam berupa gunungan tumpeng serta kirab benda pusaka.
Di Keraton Surakarta, menurut Dian Uswatina dalam tesisnya "Akulturasi Budaya Jawa dan Islam (Kajian Budaya Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Keraton Surakarta Hadiningrat Masa Pemerintahan Paku Buwono XII)", peringatan 1 Suro dilakukan dengan cara bersyukur, tafakur (merenung) dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah yang dipusatkan di Masjid Pujasana. Pada masa Paku Buwono XII, upacara kirab pusaka malam 1 Suro dilaksanakan seminggu sekali pada hari Jumat. Itupun hanya mengelilingi bagian dalam keraton.
Sekira 1973, Presiden Soeharto meminta kepada Sinuhun untuk turut berdoa demi ketentraman negara. Maka, "Sinuhun Paku Buwono XII mulai melaksanakan kirab pusaka di luar tembok keraton dan mengikutsertakan kebo bule yang dianggap sebagai bentuk pusaka keraton yang bernyawa," sebut Dian Uswatina.
Kebo bule menjadi salah satu daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam satu Suro. Ia bukan sembarang kerbau, karena leluhurnya merupakan hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II. Leluhur kerbau bule itu merupakan hadiah dari Kyai Hasan Besari Tegalsari Ponorogo. Secara turun-temurun kebo bule menjadi cucuk lampah (pengawal) pusaka keraton yang bernama Kyai Slamet sehingga masyarakat menyebutnya kebo bule Kyai Sla
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H