Mohon tunggu...
Nusantara Link
Nusantara Link Mohon Tunggu... Buruh - Pegawai Pasar
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Reintegrasi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pejabat BUMN Dijerat Korupsi Lagi!

19 Juni 2019   19:11 Diperbarui: 19 Juni 2019   20:17 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rencana Jokowi menjadikan BUMN sebagai lokomotif Pembangunan Nasional terbentur kurang profesionalnya tata kelola perusahaan milik negara ini.

Sepanjang masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatatkan kinerja positif. Akan tetapi, bukan berarti capaian tanpa cacat. Masih ada masalah tata kelola perusahaan yang menjadi sorotan karena tidak sedikit pejabat di perusahaan milik pemerintah ini tersandung kasus korupsi.

Dari sekian pejabat yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berikut ini deretan pejabat BUMN yang terseret korupsi seperti dirangkum dari Detik.com:

  1. Wisnu Kuncoro, Eks Direktur Teknologi & Produksi PT Krakatau Steel dengan dugaan suap pengadaan barang dan jasa.
  2. RJ Lino, Eks Direktur Utama PT Pelindo II untuk dugaan korupsi pengadaan Crane dengan taksiran kerugian negara Rp.60 miliar.
  3. Budi Tjahjono, Eks Direktur Utama PT Asuransi Jasindo dengan dugaan korupsi agen asuransi fiktif.
  4. Yuli Ariandi Siregar, Eks Kepala Bagian Keuangan & Risiko Divisi II PT Waskita Karya Periode 2010-2014 dan Fathor Rachman, Eks Kepala Divisi II, PT Waskita Karya Periode 2011-2013. Diduga korupsi anggaran infrastruktur fiktif perusahaan subkon dengan taksiran kerugian negara Rp.186 miliar.
  5. Firmansyah Arifin, Eks Direktur Utama PT PAL Indonesia, dengan dugaan gratifikasi pengadaan kapal.
  6. Sofyan Basir, Eks Direktur Utama PT PLN (Persero), baru saja ditetapkan tersangka kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Di luar pejabat yang telah diproses oleh KPK tersebut, masih ada pejabat pelat merah lain yang diduga melakukan praktik korupsi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti rasuah Front Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (F-MAKI) mengungkapkan Direktur Utama PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN), HM Sattar Taba, sebagai salah satunya.

Geram akan proses penyelidikan yang tak ada kabar, F-MAKI pun melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung KPK bereapa kali dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Ratusan massa yang hadir ini pun mempertanyakan keseriusan KPK dalam menangani kasus ini. Padahal kasus ini diperkirakan merugikan negara miliaran rupiah, sementara koruptor Rp.100 jutaan saja ditangkap dan segera diproses.

Ketua F-MAKI Syaefudin, menyatakan ada indikasi manipulasi pengeluaran anak usaha PT KBN, PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebesar Rp.7,7 miliar. Dari penelususrannya, dana ini digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok Sattar Taba melalui Dir Keuangan PT KCN.

Dari barang bukti yang ditemukan dari tahun 2014-2016, dana sebesar Rp7,7 miliar dipecah menjadi sebelas cek. Syaefudin mengatakan jika kesebelas cek tersebut kemudian dicairkan dan diserahkan langsung kepada Sattar Taba.

Selain itu, F-Maki juga menemukan ada kemungkinan penyalahgunaan dana sebesar Rp.48 miliar. "Kami duga uang tersebut digunakan untuk menyuap para hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sebesar 13 Miliar. Dan sisanya digunakan untuk membayar jasa lawyer dan jatah Direktur Utama KBN," ujarnya seperti dikutip dari forumkeadilan.com.

Janggalnya amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor : 70/Pdt.G/2018/PN.JktUtr, tertanggal 9 Agustus 2018 dan amar putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Nomor : 754/PDT/2018/PT.DKI, tanggal 10 Januari 2019 diperkirakan menjadi muara dari manipulasi keuangan perusahaan ini. Menurut Saefudin putusan tersebut sangat tidak objektif, terkesan buru-buru, dan jauh dari rasa keadilan.

Realitas BUMN

Fakta banyaknya pejabat BUMN yang terjerat kasus korupsi menandakan kurangnya implementasi good corporate governance (GCG) di perusahaan pelat merah. Hal ini harusnya sudah sangat jelas, ketika direksi tertangkap karena korupsi, maka nilai-nilai seperti keterbukaan, akuntabilitas, dan tanggung jawab sudah tentu tidak diterapkan. Karena pada akhirnya, praktik suap sekecil apapun itu akan merusak prosedur pengambilan keputusan yang profesional.

Kritik lemahnya tata kelola BUMN ini sendiri sebenarnya bukan hal baru. Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuris Rezha sudah mengingatkan jika fenomena pejabat BUMN terjerat kasus korupsi seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Dia pun mengungkapkan jika dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), sudah mengatur penerapan sistem manajemen anti suap, baik di pemerintahan maupun sektor swasta termasuk BUMN.

Pemerintah seharusnya sadar, sejak 2016, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sudah menilai mutu tata kelola pemerintahan di Indonesia lebih buruk dibanding di negara berkembang lainnya. Tak tegasnya komitmen pemerintah, tecermin dari lemahnya dasar hukum pelaksanaan GCG di lingkungan BUMN.

Bayangkan saja, Peraturan Menteri Negara BUMN No. 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada Badan Usaha Milik Negara menjadi satu-satunya peraturan yang ada. Isinya pun lebih mengedepankan imbauan, tanpa sanksi jelas jika ada pelanggaran.

Hasilnya ketidaktegasan pemerintah tentu sudah dapat dilihat, tidak sedikit pejabat BUMN menjadi tersangka korupsi. Padahal, berulang kali Jokowi mengungkapkan jika BUMN digadang-gadang sebagai lokomotif pembangunan nasional. Namun hal paling fundamental untuk mewujudkannya seakan-akan malah dikesampingkan. Alhasil, tanpa tata kelola yang memenuhi standar internasional, perusahaan milik negara terancam menjadi sapi perah dan bagian dari transaksi politik belaka.

Setelah mandatnya sebagai kepala pemerintahan diperbarui nanti, seharusnya pembersihan BUMN menjadi program prioritas Presiden Jokowi. Angan Indonesia naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi masih akan hanya menjadi mimpi semata jika Negara gagal memperbaiki tata kelola perusahaan yang dimilikinya.

Sumber: 

https://www.viva.co.id
https://forumkeadilan.com
https://kolom.tempo.co
https://kabar24.bisnis.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun