Jakarta berhujan lagi petang tadi. Tapi rupanya hujan tak cukup menyejukkan sampai ke hati. Jakarta masih saja panas dan makin dipanasi.
Padahal tak sedikit sudah yang berusaha mendinginkan suasana. Rupanya banyak yang lebih memilih jalan amarah tinimbang jalan damai.
Panas itu berpusar di Aksi Bela Islam 3 Jilid 3, 2 Desember nanti.
Rizieq Shihab, orang nomor satu Front Pembela Islam (FPI), bersikeras bahwa 2 Desember adalah aksi damai. 2 Desember akan berjalan super damai, katanya. Namun, terbalik dengan apa yang ia ucapkan. Aksi Bela Islam 3 yang diklaim akan berjalan super damai itu bergerak dengan degup yang mengerikan. Aksi Bela Islam 3 versi Rizieq jelas bukan ibadah seperti sesumbarnya. Aksi Bela Islam 3 Rizieq adalah aksi politik.
Sebagai salah satu pilar demokrasi, tentu tak ada larangan berdemonstrasi. Tapi, dalam demokrasi ada aturan. Kebebasan diatur agar tak mengganggu hak dasar orang lain. Agar tak mengganggu kepentingan orang banyak. Jangan karena sekalangan ingin didengar harus mengorbankan hajat hidup kalangan lain.
Kepolisian dan tentara juga bersikap sama. Menjalankan tugas menjaga demokrasi. Larangan yang disampaikan Kapolri Tito Karnavian bukanlah larangan untuk menyampaikan pendapat. Argumen Tito didasarkan pada keinginan untuk melindungi kepentingan publik. Berpusat di Bundaran Hotel Indonesia, Aksi Bela Islam 3 berencana mengklaim badan jalan Thamrin-Sudirman. Jalan protokol nadi Jakarta yang dilalui ribuan orang tiap hari. Jika 2 Desember jalan utama Ibukota itu ditutup, banyak aktivitas yang terkorban. Gerak perekonomian akan limbung. Artinya, ada gangguan terhadap kepentingan orang banyak.
Kebebasan mengeluarkan pendapat memang dilindungi negara. Kebebasan mengeluarkan pendapat ada aturannya pula. Pasal 6 dan pasal 15 UU no. 9 tahun 1998 menyebut bahwa kegiatan-kegiatan unjuk rasa yang mengganggu ketertiban umum harus dibubarkan. Pembubaran ini pun ada tata caranya. Jika sudah diperingatkan tiga kali, dan tidak membubarkan diri, maka UU mengaturnya sebagai pelanggaran hukum. Jika menolak dibubarkan, maka bisa terjerat hukum pidana. Secara rinci perlawanan terhadap petugas dan aturannya dijabarkan di pasal-pasal 212, 213, 214, 215, 216 dan 218 KUHP. Kemerdekaan menyatakan pendapat dijamin negara dan ada aturannya. Kita laksanakan hak, sembari menunaikan kewajiban.
Baca dan pahami UU agar tahu hak dan kewajiban. Agar tahu mana langkah yang benar mana yang melanggar. Baca seluruhnya. Jangan sepotong-sepotong, atau hasil pelintiran. Warga negara yang baik mengerti aturan dan tidak melanggarnya.
Larangan oleh Kapolri, diperkuat oleh Panglima TNI, tak lain hanya pelaksanaan bunyi UU saja. Karena tugas merekalah untuk menjaga kepentingan orang banyak. Di luar itu, memang kita juga telah membaca banyak rencana-rencana yang tidak "Islami" dalam gerakan bernama Aksi Bela Islam itu. Dari pendudukan gedung wakil rakyat dan penggulingan kekuasaan Presiden adalah pucuk isu yang paling santer terdengar.
Selain itu, jika ini memang sebuah Aksi Islami, mengapa justru banyak mendapatkan tentangan dari ulama? Ulama cemas dan tegas mewanti-wanti: Umat jangan ikut demo 2 desember. Demo 2 desember lebih banyak mudharatnya. Demo 2 desember tidak direstui ulama.
Kecemasan ini pun beralasan. Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI pengusung utama aksi ini tak lain hanya nama alias dari FPI. GNPF MUI tidak ada hubungannya dengan MUI. GNPF MUI hanyalah sebuah organisasi liar yang mencatut nama MUI untuk kepentingan sendiri. Makanya MUI menolak nama MUI dibawa-bawa dalam aksi ini. MUI tegas melarang penggunaan nama, lambang, dan atributnya terkait aksi bela Islam 3. MUI tak mau dikaitkan dengan ambisi politik Rizieq Shihab dan FPI.