[caption caption="Indonesia (sumber: dokumen pribadi)"][/caption]Gejolak energi lagi konser di 2015. Tak tanggung-tanggung, sektor Minyak, Gas dan Emas, ketiganya sedang konser barengan. Konser ini maksudnya lagi polemik, panas, debat, konflik, kriminalisasi, mafia-nisasi, tuduh ini, tuduh itu, dan lain-lain. Padahal sih, semua juga tahu kalau semuanya hanya wajah yang tampak dari aktivitas sederhana : rebutan proyek.
Minyak Petral masih lanjut konser dari jaman Jokowi masih Gubernur, sampai sekarang. Emas Freeport juga sudah naik panggung sejak sebelum Pilpres, sampai sekarang. Terbaru, Gas Masela yang juga konser bareng Minyak Petral dan Emas Freeport.
Jarang-jarang kan nonton konser yang isinya band-band legendaris dalam 1 acara, gratis pula. Ayo ah kita nonton.
Minyak Petral
Sebagaimana kita ingat pada pertengahan Mei 2015 akhirnya PT Pertamina memutuskan untuk membubarkan anak perusahaannya yakni PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) yang diduga sebagai sarang mafia minyak dan untuk selanjutnya bisnis Petral yang menyangkut ekspor dan impor minyak mentah dan produk kilang akan sepenuhnya dijalankan oleh Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, dan perusahaan-perusahaan dalam Petral akan dilikuidasi.
Kejadian tersebut sempat menghebohkan dan membuat kegaduhan baik dipemerintahan ataupun pada pemberitaan di media. Walaupun audit forensic terkait dengan Petral sudah selesai, sampai saat ini belum terungkap siapa sebenarnya mafia migas yang ada di Petral yang selama ini dituding pemerintah, jangan-jangan pembubaran Petral ini hanya pergantian operator saja. Dari Petral ke ISC. Mafia Lama, diganti Mafia Baru.
Gas Masela
Pasti sudah dengar dong mainan barunya Rizal Ramli di Blok Masela. Ini juga lagi panas gara-gara Rizal Ramli tiba-tiba main palak ke Menteri ESDM. Nggak salah tulis loh. Memang benar Rizal Ramli main palak.
Jadi mulanya itu Blok Masela sudah disepakati akan dikelola dengan teknologi migas baru Kilang Terapung. Teknologi baru ini menghilangkan pipa gas bawah laut dan kilang darat, 2 aspek penting dalam pengeboran lepas pantai cara lama. Biasanya pengeboran lepas pantai mengolah di darat yang dialirkan pakai pipa bawah laut. Kilang Terapung pakai teknologi canggih, pengolahan di atas kapal kilang. Makanya lebih hemat, kan tidak perlu modal bangun pipa ratusan kilometer dan tak perlu modal bangun kilang darat.
[caption caption="Komparasi Investasi APBN : Kilang Terapung vs Kilang Darat. (sumber : dokumen pribadi)"]
Tahu-tahu, Menko Maritim Rizal Ramli teriak, padahal bukan wewenangnya loh. Rizal Ramli protes Blok Masela pakai Kilang Terapung. Rizal Ramli ‘paksa’ Menteri ESDM Sudirman Said supaya Blok Masela pakai Kilang Darat. Lah, apa urusannya Rizal Ramli malak Menteri ESDM Sudirman Said? Ketahuan, ternyata Rizal Ramli bawa kepentingan produsen pipa bawah laut dan kontraktor kilang darat. Padahal kalau lihat tabel di atas, Kilang Darat lebih mahal Rp 61 T dari Kilang Terapung. Jangan lupa, investasi Blok Masela itu pakai dana APBN. Ini Menko Rizal Ramli geblek banget. Dia menteri maritim campuri urusan menteri EDSM, minta Blok Masela pakai Kilang Darat yang bikin APBN bocor Rp 61 T.
Pak Rizal Ramli mbok ya ojo ngono. Proyek-proyek sih proyek. Belain produsen pipa bawah laut sama kontraktor kilang darat sih belain. Tapi ya jangan bikin APBN bocor Rp 61 T juga kali pak Rizal. Duuh, gregetan jadinya.
Emas Freeport
Bukan cuma migas, ternyata emas juga gejolak. Baru-baru ini masyarakat kembali dihebohkan oleh kasus ‘pencatutan’ nama Presiden dan Wakil Presiden yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto untuk meminta saham Freeport. Hal itu diungkap oleh Menteri ESDM Sudirman Said yang mengadukan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Sudirman Said mengadukan Setya Novanto disertai oleh bukti rekaman dan transkrip percakapan antara Dirut Freeport Ma’ruf Syamsoedin dan Setya Novanto, dalam transkrip tersebut juga menyebutkan bahwa pengusaha minyak M Riza Chalid ikut hadir dalam pertemuan.
Lagi-lagi kita sebagai masyarakat awam disuguhkan oleh episode elite negeri ini yang hanya memperebutkan ‘kue’ untuk kepentingan pribadi dan golongannya, sementera itu, ketika ekonomi melambat dan lapangan pekerjaan semakin sempit, rakyat hanya disuruh sabar dan sabar.
Yang paling deg-degan ya Luhut Panjaitan. Itu kan bos gedenya si Luhut Panjaitan yang atur pertemuan Setya Novanto dan M Riza Chalid sama Ma’ruf Sjamsoedin. Terbukti kan, rekaman meeting menyebut nama Luhut Panjaitan 66 kali. Jadi ingat lagi keren The Rolling Stones, Route 66. Cerita tentang dibukanya jalan tol rute 66 di AS yang amat panjang dan berliku sehingga sering menyebabkan kecelakaan mematikan. Sampai dipelesetkan jadi Route 666 (jalan iblis, jalan setan, jalan kematian). Mungkin rekaman meeting itu jadi Route 66-nya Luhut Panjaitan nih. Akankah ini jadi akhir buat Luhut?
Bisa jadi iya. Semua polemik Luhut Panjaitan, Setya Novanto, M Riza Chalid ini kan Freeport punya mainan. Pastinya buat bargaining position perpanjangan kontrak Freeport. Presiden Jokowi akan diuji, apakah ia memilih perpanjang kontrak Freeport demi Luhut Panjaitan tidak terseret arus? Ataukah Presiden Jokowi memilih risiko musuhan sama Luhut Panjaitan yang ‘bikin’ dia jadi Presiden?
Seru yah.
Tiba-tiba keinget, yang sudah ribut rebut Minyak (Petral), Gas (Masela), Emas (Freeport), kok Batubara belum kedengeran?
Kayaknya sebentar lagi ya. Paling soal larangan ekspor batubara. Revisi UU Minerba sih kayaknya. Ho ho ho..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H