Setelah hampir dua tahun berbicara poros maritim, Presiden Joko Widodo mengemukakan sekarang saatnya berbicara percepatan implementasi poros maritim. Sampai saat ini ada yang jalan tapi banyak yang belum, kata Presiden saat menggelar Rapat Terbatas (Ratas) bersama menteri anggota kabinet di Hotel Inna Parapat, di tepi Danau Toba, Sabtu (20/82016). Poin yang dibahas dalam Rapat Terbatas adalah percepatan poros maritim dunia yang ditinjau dari perjalanan lima pilar pembangunan maritim.
Presiden seolah mengingatkan kembali, dengan 2/3 wilayah berupa laut dan air, Indonesia harus mampu memanfaatkan posisi strategis yang terletak di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik ini. Harapan agar Indonesia menjadi negara poros maritim di dunia bukan tidak mungkin diwujudkan, karena keberadaan Indonesia sebagai negara Kepulauan menjadikannya sebagai surga Biodiversity terbesar dunia. Letak strategis ini menjadikan Indonesia penting bagi negara manapun yang hendak membangun hubungan internasional dan regional.
Namun demikian posisi Indonesia yang sangat memungkinkan menjadi poros maritim dunia, saat ini belum diikuti oleh infrastruktur dan armada yang belum dikelola secara optimal, belum memadainya keterampilan sumberdaya manuaia serta sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan untuk menunjang poros maritim di sedikitnya sepuluh wilayah (zona) maritim. Konsep poros maritim dunia, mengandung dimensi internasional, regional, dan domestik, serta mencakup multisektoral dan kepentingan.
Potensi sumber daya alam (SDA) laut di kawasan Timur Indonesia sangat luar biasa, jadi tantangan pemerintah saat ini adalah bagaimana menaikkan daya tawar Indonesia di mata dunia dalam bidang maritim, karena memang Indonesia secara alamiah sudah berada di poros maritim. Secara geopilitik, kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan penting dalam poros maritim dunia. Hal itu dilihat dari kompetensi jalur laut yang dimiliki negara-negara di kawasan tersebut. Sebagai negara Kepulauan, Indonesia memiliki 39 Selat yang memiliki keterkaitan dengan Selat lain di kawasan Asia.
Dengan kepemilikan Selat yang banyak, dan beberapa sangat strategis, maka Indonesia merupakan barometer kawasan dan kunci stabilitas kawasan. Seluruh alur pelayaran dunia yang melalui jalur strategis di wilayah perairan Negara Indonesia akan dipergunakan sebagai pendekatan diplomasi terkait dengan peran strategis bangsa Indonesia. Untuk menegakkan kedaulatan maritim, yang harus dilakukan pemerintah dapat memanfaatkan teknologi pertahanan dengan komitmen melakukan deteksi dan penindakan kriminal di lautan antara lain memberantas aksi perompak, pencurian ikan, perusakan terumbu karang, wisata bahari liar, human trafficking hingga penyeludupan yang setiap tahun telah merugikan ratusan triliun.
Disamping itu mempercepat pembangunan Tol Laut, karena Tol Laut adalah bagian dari poros maritim yang akan menjadi penghubung pelayaran, perdagangan, arus keluar masuk barang dan manuaia di Kawasan Asia khususnya Asia Tenggara. Membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia, adalah Doktrin Geopolitik yang akan membawa kejayaan bangsa Indonesia.
Presiden Joko Widodo telah mengedepankan Doktrin Politik Luar Negeri yakni menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, terkandung tujuan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang dihormati oleh bangsa-bangsa dunia. Ke depan, dalam rangka percepatan implementasi poros maritim, pembangunan infrastruktur, pondasi keamanan tol laut dan perhatian terhadap pembangunan armada perang laut untuk melindungi  jalur pelayaran tol laut dan nelayan Indonesia sangat memerlukan perhatian.
Presiden Joko Widodo menekankan, prioritas uatama agar Indonesia bisa menjadi poros maritim adalah pengembangan infrastruktur, karena ini akan membuat konektivitas antar pulau bisa terhubung. Secara khusus, Presiden ingin wilayah pantai yang berada di perairan Selat Malaka betul-betul berkembang. Presiden mengutarakan harapannya yang sangat besar didalam Rapat Terbatas, bahwa pembangunan laut di sepanjang pantai yang kita punyai, terutama yang berbatasan dengan Selat Malaka, Natuna, Batam, dan Sumatera Utara, bisa betul-betul dikembangkan menjadi sebuah pelabuhan kelas dunia.
Presiden juga mengingatkan kepada jajaran pemerintahan agar tidak mengabaikan penerapan diplomasi dan pembangunan  kekuatan maritim dalam menjaga kedaulatan laut. Menurut Presiden, ancaman Indonesia bukan hanya menghadapi hal yang berkaitan dengan pencurian ikan illegal fishing tetapi juga pengrusakan lingkungan dan pengrusakan ekosistem laut. Persoalan yang muncul, pemerintah Indonesia hingga kini, masih belum dapat menjabarkan visi poros maritim global dalam bentuk skema kebijakan komprehensif.
Terutama menyangkut kekuatan diplomasi maritim yang mengatur hubungan timbal balik Indonesia dengan negara-negara di kawasan. Belum begitu jelas terlihat rancangan kebijakan luar negeri yang akan diusung pemerintah menyangkut poros maritim dunia. Misalnya, kita tidak melihat jelas peran Kementerian Luar Negeri dalam penangkapan kapal-kapal ikan di wilayah perairan Indonesia, sementara Menteri Kelautan dan Perikanan gencar keliling Indonesia memerintahkan penenggelaman kapal-kapal asing.
Kondisi ini perlu segera dibenahi, terutama dalam implementasi kebijakan luar negeri terkait visi poros maritim dunia. Kita melihat, dukungan politik yang ditunjukkan negara-negara lain melalui berbagai kesempatan di forum-forum internasional terhadap gagasan poros maritim dunia, datang silih berganti dan Presiden Joko Widodo maupun pemerintah mendapat respon yang positip yang luar biasa.