Dalam sesi dialog dengan masyarakat dan diaspora Indonesia di Wisma Tilden, Washington DC, 25 Oktober 2015, Presiden Joko Widodo berjanji mendorong pembahasan RUU Dwi Kewarganegaraan. Pada bulan Agustus 2015 juga telah dilakukan pertemuan diaspora yang digelar di Jakarta, yang oleh Menlu Retno Marsudi diakui merupakan salah satu bentuk keberpihakan pemerintah terhadap diaspora di luar negeri karena potensi besar diaspora untuk mendukung pembangunan nasional.Â
Bahkan di Kementerian Luar Negeri, ada Direktur yang khusus mengurus masalah diaspora, yang menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kaum diaspora. Banyak intelektual Indonesia yang berjaya di luar negeri ogah berganti kewarganegaraan karena alasan cinta dengan Indonesia, dan ada juga yang memang ingin pulang membangun negerinya kembali. Ketika berdialog dengan sejumlah warga Indonesia, termasuk anak-anak muda Indonesia yang bekerja di Silicon Valley, Presiden Joko Widodo mengajak mereka kembali ke tanah air.Â
Presiden meminta anak-anak muda  Indonesia yang berada di luar negeri, khususnya Amerika, pulang untuk mengembangkan usaha di tanah air.Kamis (18/8) Presiden mengutarakan niatnya ketika memberi sambutan pada acara Silaturahmi Presiden RI dengan Para Teladan Nasional, di Istana Negara, akan merekrut puluhan Profesor asal Indonesia yang ada di Amerika Serikat untuk membantu pembangunan. Pemerintah tidak ingin menyia-nyiakan kepintaran mereka sehingga banyak digunakan negara lain.Â
Presiden mengatakan akan mendatangkan puluhan Profesor untuk membantu proyek pemerintah di Papua, berupa pendidikan vokasi, disamping mengembangkan Pusat Riset Padi di Merauke Papua. Presiden mengingatkan, saatnya Indonesia mulai bisa menghargai orang-orang pintar apalagi yang berkarya di luar negeri.Â
Kegaduhan dan saling mengejek, mencela, dan mencaci, sebagaimana yang terjadi di Media Sosial maupun Media Online bukanlah cerminan masyarakat Indonesia. Di tengah ratusan Tokoh Berprestasi di Istana Negara, Â Kamis (18/8/2016), Presiden menyinggung pencopotan Menteri ESDM Arcandra Tahar karena kasus kewarganegaraan. Presiden mengatakan, masalah kecil seringkali menyebabkan warga Indonesia (WNI) berprestasi tak dihargai di negeri sendiri.Â
Hal ini justru membuat mereka yang ingin berkontribusi kepada negara tak betah menetap di Indonesia, situasi di negara kita yang tak mendukung mengakibatkan orang berprestasi lari ke negara lain. Presiden mengimbau masyarakat agar melihat dari kaca mata positip. Saatnya menghargai orang-orang berprestasi dan berhenti mengkerdilkan bangsa sendiri.
Sedikitnya ada 74 Profesor Indonesia di AS berencana kembali ke Tanah Air. Separuh diantaranya sudah memberikan kontribusi bagi Kabinet Kerja, bekerja di berbagai pelosok negeri. Pemberhentian Menteri ESDM Arcandra Tahar, bermula dari rentetan pesan di WhatsApp, pada Sabtu 13 Agustus, disebut-sebut berkewarganegaraan ganda. Arcandra menjadi Menteri ESDM adalah bentuk penarikan warga Indonesia (WNI) berprestasi di luar negeri oleh Presiden.Â
Indonesia membutuhkan banyak tenaga ahli untuk membangun bangsa. Pasca pemberhentiannya, Arcandra Tahar disebut-sebut masih mungkin untuk berkontribusi kepada negara Indonesia. Bahkan, masih ada kemungkinan untuk kembali menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo.Â
Hal yang harus diperhatikan adalah Arcandra ingin berkontribusi kepada Indonesia. Dia dinilai ahli dalam mengurai struktur biaya dalam bidang perminyakan, yang dapat menghemat puluhan miliar dollar karena kita tahu structure cost dengan baik. Banyak pihak merasa gerah, geram, sekaligus terbingung- bingung atas pemberhentian tersebut.Â
Dugaan memiliki 2 paspor menjadi isu yang digelontorkan dalam waktu relatif singkat di hampir seluruh media. Isu yang menyebar dengan cepat terlihat membuat keteteran semua pihak terkait dengan Arcandra Tahar khususnya pihak istana dan Tim Komunikasinya. Bahkan ada pesan-pesan yang menjadi bumerang bagi TimKomunikasi sehingga memperkeruh suasana dan makin menyudutkan Arcandra Tahar.
Satu catatan ketika berbagai petinggi istana dan anggota kabinet melempar pesan ke publik melalui berbagai media terlihat kurang terkoordinasi dan lemah dalam bersinergi. Bahkan saling melemahkan, seharusnya pesan-pesan tersebut harus saling memperkuat agar resultantenya positif. Terdapat kesan yang kuat, beberapa pembantu Presiden melempar pesan ke media tanpa koordinasi dan malah meningkatkan kegaduhan. Kejadian dramatis yang menimpa Menteri ESDM sangat menarik dari segi Public Relations. Pemanfaatan media sosial yang cepat sangat mendominasi kegaduhan ini.Â
Kegaduhan yang di "setting" dalam tempo lebih kurang 2 hari, menggambarkan gonjang-ganjing politik nasional, layaknya panggung sandiwara paling aneh di pentas politik kenegaraan. Akankah Arcandra memperoleh kesempatan kedua? adalah Menko Kemaritiman berharap Presiden kembali menunjuk Arcandra sebagai Menteri ESDM. Program kerja Arcandra dinilai efektif memangkas harga minyak dan gas di Kementerian ESDM. Selama 20 hari menjabat, Arcandra mampu mengoreksi ongkos pembangunan Blok Abadi Masela.
Menyikapi status kewarganegaraan , setelah mendengar dari berbagai sumber, Presiden dan Menkumham telah memerintahkan memproses status kewarganegaraan Arcandra Tahar menjadi WNI. Dirjen AHU Kemenkumham memperkirakan waktu satu bulan untuk pengesahan kembali Arcandra menjadi WNI melalui Keputusan Presiden.Â
Menurut pengakuan Dirjen AHU Kemenkumham, mantan Menteri ESDM itu memiliki Nasionalisme yang luar biasa disamping berharga bagi bangsa karena memiliki paten yang diinginkan negara lain. Reaksi publik yang berlebihan  terhadap persoalan yang dituduhkan pesan berantai melalui WhatsApp, mengabaikan sisi positip dan keahlian yang dimiliki Arcandra Tahar. Negara berkepentingan atas prestasi Arcandra dalam mematenkan sejumlah temuan yang akan bermanfaat bagi Indonesia di kemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H