Beberapa pakar meyakini China sedang menggunakan kapal nelayannya yang besar dan kian agresif sebagai senjata geopolitis buat mengintimidasi negara di kawasan. Nelayan China kini menikmati dukungan penuh negara untuk menjelajah Laut China Selatan dengan dikawal kapal pasukan penjaga pantai China. Kepulauan Natuna adalah gerbang utama RI di perairan LCS, dan pemerintah China mengklaim perairan Natuna sebagai wilayah "Historical Fishing Ground" milik China.Â
Adalah Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti, jauh dari rasa inferior, mengancam akan membawa China ke Mahkamah Internasional menyusul protes Indonesia atas langkah Kapal Penjaga Pantai China di laut Natuna beberapa waktu lalu. Perairan Natuna yang terletak tidak jauh dari kawasan Selat Malaka adalah kawasan rawan perbatasan. Dengan demikian maka di Selat Malaka, seharusnya dijaga sebuah kekuatan laut yang mumpuni, yang mampu menjaga kedaulatan negara di laut.Â
Gebrakan yang dilakukan oleh Menteri Susi dalam usahanya akhir-akhir ini untuk membasmi kapal-kapal pencuri ikan, antara lain dengan menengglamkam kapal pencuri ikan yang memasuki wilayah teritorial Indonesia sebenarnya merupakan upaya yang utuh dari penegakan kedaulatan negara di laut. Kinerja Menteri Susi dan jajarannya menunjukkan sebagai sosok dengan postur yang berdiri paling depan dalam jajaran garda penjaga kedaulatan negara di laut.
Presiden Joko Widodo masih terus diuji oleh berbagai insiden di wilayah maritim Indonesia yang mempertaruhkan harga diri bangsa dalam menjaga kedaulatannya. Terkait dengan insiden di perairan Natuna dengan kapal nelayan China yang dikawal pejaga pantai  China, Presiden menegaskan sikapnya agar seluruh jajarannya untuk terus mempertahankan kedaulatan wilayah Indonesia.Â
Sudah sepatutnya Indonesia mempertahankan Zona Ekonomi Eksklusifnya sesuai hukum Internasional, Indonesia punya kedaulatan atas kekayaan alamnya. Natuna adalah wilayah kedaulatan Indonesia, dan karenanya menurut hukum, Indonesia berhak atasnya. Kemarahan Indonesia atas China soak Natuna bukanlah hal baru. Ketegangan kedua negara di wilayah itu meningkat sejak tahun 2014. Ketika China memasukkan sebagian perairan Natuna di Laut China Selatan ke dalam peta teritorialnya yang dikenal dengan sebutan "Sembilan Garis Putus-Putus" atau " Nine-Dashed Line".
Kita semua berharap, agar ke depan nanti Presiden Joko Widodo semakin tegas dalam menjaga dan melindungi sumber daya yang terkandung di Laut Natuna dan Arafuru. Pihak asing yang melanggar kedaulatan harus ditindak tegas. Sebagaimana yang ditegaskan Menteri Perikanan Susi, bahwa Laut Arafuru dan Natuna bukan milik kapal-kapal Thailand, Tiongkok, Vietnam, tetapi milik kapal-kapal Indonesia. Laut Arafuru berada di Samudra Pasifik antara Australia dan Papua, sedangkan laut Natuna di pesisir barat Kalimantan yang berhadapan dengan Laut China Selatan. Insiden terakhir Jumat lalu (17/6/2016), dimana kapal perang TNI-AL melepaskan tembakan peringatan kepada 12 kapal asing pencuri ikan di perairan Natuna, menunjukkan bahwa Tiongkok sedang menjajal kewibawaan negara dalam mengawal wilayah kedaulatan maritimnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H