Mohon tunggu...
Lingkaran Muda
Lingkaran Muda Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Visi Presiden Menjadikan Laut Masa Depan Bangsa, Misi Susi Nasionalisasi Ikan & Laut

8 Agustus 2016   07:40 Diperbarui: 8 Agustus 2016   11:07 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Begitu menduduki Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, sejumlah langkah diambil Luhut Binsar Panjaitan, diantaranya yang sangat mengejutkan publik dan media adalah pernyataan Staf Khusus Menko Kemaritiman, Purbaya Y Sadewa. Mantan orang dekat Hatta Radjasa ini menyatakan akan membuka peluang bagi asing untuk bisa terjun dalam usaha perikanan tangkap. Dasarnya adalah kondisi kapasitas dalam negeri yang belum optimal. Untuk itu, Kemenko Kemaritiman akan berupaya merubah Daftar Negatif Investasi (DNI) untuk mewadahi investor asing masuk. 

Seolah mengabaikan bahwa Presiden telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 44 Tahun 2016 belum lama ini, orang dekat Luhut Panjaitan ini kembali menantang "Semuanya tidak ada yang diharamkan untuk mencari alternatif". Pernyataan yang bersumber dari Kantor Kemenko Kemaritiman ini sontak ditanggapi oleh publik melalui ruang pembaca dan media sosial sebagai anasir komparador asing yang ingin mengeksploitasi kembali kekayaan laut nusantara, dan sangat bertentangan dengan prinsip TRISAKTI yang diusung pemerintahan Joko Widodo saat ini.

Para pendukung investor asing masuk dalam perikanan tangkap  menggunakan alibi untuk membantu kondisi APBN Indonesia yang lagi defisit, sebagaimana diungkapkan Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia. Demikian juga sikap Luhut Panjaitan seusai serah terima jabatan pada Kamis (28/7) mengatakan, pemerintah bisa bermitra dengan perusahaan swasta baik asing maupun dalam negeri dalam pengelolaan perikanan Natuna. Luhut juga mengisyaratkan  bila perlu pemerintah akan mengkaji ulang DNI di sektor perikanan agar memudahkan investor asing masuk. 

Perpres No 4/2016 yang menjadi dasar hukum pelarangan investor asing masuk ke usaha perikanan tangkap, tampaknya akan jadi fokus utama yang disasar Kantor Kemenko Kemaritiman untuk membuka pintu bagi masuknya pihak asing dengan alasan kapasitas kapal dalam negeri Indonesia belum mampu memaksimalkan kapasitas menangkap potensi ikan yang ada di Natuna. Logika berpikir yang digunakan pemangku otoritas di Kantor Kemenko Kemaritiman ini sungguh sangat mengusik  bila reason yang dikedepankan adalah menambal defisit anggaran dan ketidakmampuan Indonesia dalam memaksimalkan kapasitas penangkapan ikan.

Menasionalisasikan laut sangatlah penting bagi Indonesia, pejabat-pejabat kemaritiman kita jangan sampai dibeli oleh pihak asing. Kita harus bisa menjadikan Indonesia negara maritim yang disegani oleh dunia, Indonesia sudah menjadi model bagi pergerakan dunia atas kerja keras Menteri Kelautan dan Perikanan beserta jajarannya, tidak boleh lagi laut kita dijarah kapal-kapal asing yang tidak bertanggung jawab. Seolah tak kunjung selesai ujian dan tantangan yang harus dihadapi Menteri Susi Pudjiastuti dalam menegakkan kedaulatan laut Indonesia, setelah waktu yang lalu menghadapi kritik Wapres Jusuf Kalla yang biasanya pro pengusaha, sekarang Luhut Panjaitan beserta tim ekonominya seolah ingin menghadang upaya nasionalisasi ikan dan laut yang telah dirintis selama ini oleh Susi Pudjiastuti dan jajaran TNI-AL.

Semua memang dapat terjadi di Indonesia, karena banyak pengusaha perikanan adalah politisi dari partai politik yang selama belasan tahun dapat membuat mandul kebijakan KKP. Tetapi setelah Susi Pudjiastuti menjadi Menteri, semua berubah. Nelayan asing tidak boleh lagi masuk kawasan laut Indonesia untuk menangkap ikan. Jika masih berani, kapal-kapal asing itu ditangkap, disita dan ditenggelamkan dengan cara dibom. Hasilnya, sekarang ikan-ikan dari lautan Indonesia menjadi milik dari nelayan Indonesia sepenuhnya. Ikan menjadi melimpah. 

Sedangkan negara-nagara tetangga kehabisan stok ikan dan harus membelinya dari Indonesia, karena tidak bisa lagi mencuri. Sejauh ini, upaya keras yang telah dilakukan Menteri Susi Pudjiastuti adalah dengan menenggelamkan kapal dari negara asing yang masuk wilayah Tanah Air secara ilegal. Langkah itu dilakukan demi menjaga agar sumber daya laut, termasuk ikan bisa di budidayakan dan tidak cepat habis. Sesuai dengan pessn Presiden "Laut masa depan bangsa". Menteri Kelautan dan Perikanan mengatakan Presiden Joko Widodo  menyetujui kebijakan yang dibuat olehnya mengenai pencabutan industri tangkap asing. Pengetatan aturan itu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan para nelayan dan pelaku industri perikanan dalam negeri.

Dalam suatu rapat terbatas bersama Presiden, Susi mengatakan Presiden telah meminta agar industri tangkap ikan harus dikuasai oleh nelayan Indonesia. Tidak boleh sama sekali pihak asing, harus nelayan Indonesia. Jadi menjadi aneh bagi kita, ketika Menko Kemaritiman yang baru beserta Staf Khususnya bersuara nyaring ingin memasukkan investor asing melakukan penangkapan ikan di Natuna. Padahal, ketika Sidang Paripurna usai reshuffle kemarin, Presiden Joko Widodo berpesan "bahwa pemerintah menutup 100 persen penanaman modal di usaha perikanan tangkap", karena pentingnya keberlanjutan bagi perikanan tangkap Indonesia. 

Kita terkesan ketika Menteri KP Susi Pudjiastuti menegaskan sikapnya merespons gerakan Kantor Kemenko Kemaritiman yang berkeinginan merubah DNI perikanan tangkap. Susi menegaskan "Dalam pemerintahan, tidak ada visi Menteri, yang ada visi Presiden". Sesuai visi Presiden, ingin menjadikan laut Indonesia masa depan bangsa sendiri, bukan masa depan bangsa lain. Perpres No 14 Tahun 2016, jelas menyebutkan perikanan tangkap masuk Daftar Tertutup untuk investasi asing. Sementara untuk usaha pengolahan ikan,  pemerintah membuka 100% untuk investasi asing masuk. Mengapa bukan sektor usaha ini yang harusnya didorong Luhut Panjaitan beserta Staf khususnya?

Sebagai Menko, seharusnya Luhut menyadari bahwa keinginannya bertentangan dengan Presiden. Karena prinsip Presiden sepenuhnya berpihak pada rakyat. Menteri KP juga tengah berupaya membangun adanya kerjasama diantara pemangku kepentingan pada sektor perikanan, termasuk perbankan, untuk mendukung pengadaan sarana prasarana perikanan Indonesia, antara lain berupa  memasukkan kapal-kapal besar lokal untuk masuk ke perairan Indonesia dengan mempermudah semua persyaratan izin. 

Sesuai UU, hanya nelayan Indonesia yang dapat menangkap ikan di wilayah Indonesia. Pihak asing hanya diizinkan membeli hasil tangkapan ikan dari nelayan Indonesia. Kita semua mendukung gerakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mengatakan akan melarang untuk "selamanya" penangkapan ikan oleh kapal asing dan kapal bekas asing di wilayah Indonesia sebagai wujud menasionalisasikan ikan di perairan Tanah Air.

Sekarang ini 98% armada perikanan nelayan Indonesia secara legal menangkap ikan di daerah perairan kepulauan di bawah 12 mil laut. Kurang dari 2% yang menangkap di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Dengan asumsi seperti itu maka pemerintah berkewajiban memberikan kemudahan-kemudahan agar armada perikanan nusantara busa beroperasi secara berdaulat di daerah ekonomi eksklusif Indonesia. 

Dan sebenarnya, untuk mendukung peningkatan kapasitas nelayan lokal, Kementerian KP tengah menyusun program restrukturisasi armada kapal penangkapan ikan nasional melalui rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi. Seharusnya program ini yang jadi perhatian Menko Kemaritiman, bukan ujug-ujug mengundang investor asing, dengan alibi bahwa nelayan kita tidak mampu memenuhi dan memaksimalkan kapasitas penangkapan ikan, apalagi dengan memakai alasan bahwa investor asing dapat membantu defisit anggaran nasional.

www.berdikaricenter.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun