Salah satu penyakit kulit yang paling mudah untuk didiagnosis adalah penyakit budukan, atau bahasa kerennya adalah skabies. Penyakit ini menyerang orang secara berkelompok, terutama di lingkungan yang penuh dan padat penduduk. Jika kebersihan tempat tersebut juga kurang, yaa makin menjadilah. Penyakit ini sering diderita oleh anak-anak, terutama yang pondokan, atau pesantrenan.
Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh tungau, Sarcoptes scabiei dalam bahasa Latin, terutama menyerang anak-anak yang tinggal di tempat yang padat. Misalkan seorang anak ikut pesantren, lalu ia mengeluh gatal-gatal. Lalu ia pulang ke rumah dan tidur bersama orang tuanya maupun saudaranya, kemungkinan besar seluruh keluarganya akan terkena. Kalau sudah seperti itu semua anggota keluarga perlu berobat. Pengobatan tidak akan berhasil jika tidak semua orang diobati.
Cara penularan skabies adalah melalui kontak kulit dengan orang lain secara intens. Biasanya anak tersebut tidur dengan orang lain karena padatnya perumahan. Tungau ini berpindah ke kulit orang lain dan membuat terowongan di dalamnya. Ya, ia membuat terowongan di lapisan kulit dan meletakkan telur di dalam terowongan tersebut. Suatu hari telur tersebut akan pecah, melahirkan tungau-tungau muda lainnya yang akan beranjak dewasa dalam 8-12 hari. Tungau-tungau ini hidup di dalam terowongan tentunya akan mengeluarkan (maaf) kotoran di dalam kulit, maupun sekret-sekret bentuk lainnya. Nah, inilah yang membuat pasien mengeluh gatal. Gatal lebih terasa pada malam hari, sehingga mengganggu tidur pasien.
Mungkin anak kita tidak mengeluh gatal. Tapi tidak gatal bukan berarti tidak ada tungau di dalam kulitnya. Biasanya dibutuhkan 3-4 minggu sebelum gejala timbul setelah tungau tersebut berpindah ke kulit lain. Oleh karena itu, jika ditemukan gejala-gejala berikut: gatal pada malam hari, timbul bercak-bercak merah atau bintik-bintik merah terutama pada sela-sela jari tangan atau bisa sampai seluruh tubuh, dan mengenai beberapa orang secara bersamaan, berobatlah! Ajaklah keluarga sekalian untuk datang ke dokter untuk mendapatkan obat topikal berbentuk salep untuk membunuh tungau-tungau nakal itu. Jika ada orang lain dengan gejala seperti itu, sarankan untuk berobat.
Mari kita berpikir sejenak. Jika satu anak dapat menularkan kepada satu keluarga, berarti sudah banyak keluarga yang terkena penyakit ini. Pesantren di Indonesia saja sudah berapa. Satu pesantrenan berapa anak yang ikut di dalamnya? Belum lagi perumahan-perumahan padat lainnya atau tempat penginapan bersama lainya selain pesantren. Asrama, misalnya. Mereka juga makan, tidur, mandi bersama, sehingga kebersihan pribadi kadang kurang diperhatikan. Pertanyaannya adalah: kapan selesainya?
Penyakit ini akan selesai jika menangani sumbernya. Pernah suatu hari dosen saya sewaktu saya mahasiswa kedokteran, bercerita tentang pengobatan radikal gratis yang ia lakukan terhadap asrama tempat anaknya tinggal. Anaknya mengeluh gatal-gatal saat pulang dari asrama. Dokter tersebut langsung datang ke asrama tersbut, membawa obat salep yang banyak dan memberikan obat kepada seluruh anak di tempat tersebut secara gratis. Tentunya obatnya ia beli dengan uangnya sendiri. Ia pun menyuruh untuk mencuci seprei dan pakaian dengan air panas. “Atau kalo perlu, bakar saja sekalian!”, begitu katanya diikuti tawa mahasiswa.
Saya berharap penyedia dana negara (pemerintah tentunya), juga peduli seperti dosen saya. Memang penyakit ini jarang dikemukakan di iklan-iklan, dan jarang terjadi di perkotaan dengan gedung-gedung mewah. Namun skabies perlu mendapat perhatian. Jangan disepelekan. Skabies yang dibiarkan akan menyebabkan komplikasi berupa infeksi sekunder, yaitu infeksi oleh bakteri setelah infeksi oleh tungau, sehingga dapat menyebabkan keluarnya nanah dari kulit. Kalau sudah begitu sembuhnya lama. Pasien juga bisa demam dan lemas. Pernah ada pasien datang ke IGD dengan demam dan kesadaran yang menurun karena skabies dengan infeksi sekunder. Maaf, tapi diagnosis ini di IGD tidak dapat ditanggulangi BPJS.
Kita berharap ke depannya kita bisa menjadi seperti negara maju, yang angka insiden skabies sudah sangat jarang. Semoga dengan ini, kesadaran kita terhadap infeksi skabies dan kebersihan diri semakin meningkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H