Mohon tunggu...
Linggar Rimbawati
Linggar Rimbawati Mohon Tunggu... Guru - Tidak punya jabatan

Penulis kelahiran Jambi yang selalu rindu Solo. Manulis cerpen, puisi, dan esai ringan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Episode Rindu: Petualang Cupu

26 Juli 2024   11:24 Diperbarui: 26 Juli 2024   16:36 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

"Kalau kalian jadi melakukannya dan itu hanya terjadi sekali, terus lu baper? Lu yakin hidup lu nggak akan hancur?"

Sialnya, Va benar. Mungkin, Raka nggak datang karena tahu aku tidak terlalu siap dengan apapun konsekuensi yang harus kuhadapi seandainya dia jadi meniduriku.

Ponselku masih sepi dari dering pesan Raka. Tidak ada pesan apapun di ruang manapun darinya sejak semalam. Benda itu sunyi belaka, sesunyi hatiku saat ini. Meski kepalaku tidak.

Jahe panas buatan Va memberi efek bagi tubuhku. Setidaknya badanku sedikit menghangat setelah tadi sesaat dihajar udara dingin pagi hari. Kusesap sedikit demi sedikit minuman itu sembari kepalaku riuh berpikir.

Va sudah kembali ke kamarnya. Dengan penuh pengertian, ia memberi waktu untukku sendiri setelah cukup menguatkanku dengan pelukan hangat bersahabat yang selalu ada untukku.

Aku masih tak berani membuka ponsel. Aku takut dengan rasa sakit yang menyerangku lagi jika mendapati tak ada siapapun yang menghubungiku. Tidak juga Raka.

Air jahe dalam gelas telah tandas. Pusing di kepalaku berangsung memudar. Aku jatuh dalam tidur singkat. Sialnya, aku masih membawa Raka ke dalam alam bawah sadarku itu.

Dalam mimpiku itu kami seperti berada di ruangan serba putih. Sebentar, bukan ruang. Melainkan sebuah hamparan serba putih. Mungkin hamparan salju. Hamparan itu sangat luas, seolah tak bertepi.

Aku menggenggam sebelah tangannya. Tangan yang kuhapal benar buku-buku jarinya, rambut halus di jemarinya dan urat-urat yang menonjol di sana. Sepotong tangan yang berwarna tembaga.

"Lepasin aku, Du," ujar Raka dalam mimpi itu.

Aku tersentak bangun tepat di saat Raka menghempaskan aku hingga genggamanku terlepas. Aku telah kembali ke dunia nyata. Aku yang sekarang ini terbaring dengan tubuh sekidit miring di sofa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun