Pilkada serentak 2018 yang sesaat lagi akan berlangsung, mau tak mau, memang menjadi semacam ajang pemantapan terakhir bagi para aktor dan partai politik yang terlibat di dalamnya, untuk menyongsong hajatan besar di 2019. Tak salah jika kemudian Burhanuddin Muhtadi mengibaratkannya sebagai babak semi-final, yang hasil akhir pertarungannya akan sangat mempengaruhi peta pertandingan final yang berlangsung pada pertengahan tahun depan.
Mengingat tingkat urgensinya yang terbilang tinggi tersebut, maka bukan hal yang aneh apabila tiap-tiap partai politik yang terjun pada Pilkada serentak 2018 ini, akan bertarung habis-habisan untuk dapat mengamankan perolehan suara nasional pada gelaran Pilpres dan Pileg 2019.
Apalagi jika kita mesti berkaca pada pengalaman Pilkada DKI tahun lalu, maka kewajiban untuk "berperang secara spartan" adalah satu-satunya cara yang tak bisa ditawar lagi oleh masing-masing pihak, demi menyegel sebuah kekuasaan politik.
Dan salah satu agenda penting dalam membaca alur kontestasi di tahun ini, selain memang untuk merebut kantong-kantong kekuasaan di tingkat daerah, adalah dengan melihat semakin banyak dan kompetitifnya para aktor-aktor politik (yang berpotensi untuk dapat berlaga pada Pilpres 2019), dalam "menjajakan" figurnya masing-masing kepada partai politik dan calon pemilih.
Dua Kubu Politik
Kalau kita menilik kenyataan politik hari ini, maka lanskap politik di 2018 dan 2019, sejatinya masih akan terpolarisasi ke dalam dua kubu yang saling berhadap-hadapan secara vis-a-vis. Kelompok pro-pemerintah, yang kemudian mendapuk dirinya sebagai kubu nasionalis. Atau pun kelompok kedua, yang lebih dekat dengan stigma agamais, dan terkesan berhaluan oposisi.
Simbol politik dari tiap-tiap kelompok ini juga, sebenarnya masih berkutat pada sisa-sisa pertarungan Pilpres empat tahun lalu. Di mana sosok Jokowi dan PDI-P, mewakili cerminan kelompok pertama. Disusul dengan peran sentral dari Prabowo dan Gerindra, yang kemudian menjadi pionir dari kelompok yang terakhir disebut.
Dari sudut pandang ini, yang kemudian belakangan didukung oleh hasil rilis dari berbagai survei elektabilitas di antara keduanya, kita dapat menyimpulkan bahwa pertarungan yang akan berlangsung sengit, justru bukan terjadi pada level penentuan siapa calon presiden yang akan berlaga. Melainkan pada teka-teki siapa figur alternatif yang kelak diusung oleh Jokowi dan Prabowo sebagai kompatriot, yang wajib memenuhi syarat efektif dalam presentase elektabilitas suara serta perolehan pundi-pundi dana.
Lalu siapa sajakah para kandidat yang kemudian berpotensi untuk diusung masing-masing kubu politik untuk berlaga di Pilpres 2019 tahun depan?
Kelompok Pro-Pemerintah
Ada setidaknya lima figur tokoh yang secara kedekatan politis memiliki peluang untuk maju mendampingi Presiden Jokowi di putaran Pilpres 2019. Siapa saja mereka, berikut ini ulasannya.
1. Sri Mulyani Indrawati (SMI)
Meninggalkan segala kemapanan hidup dan jabatan prestise di lembaga internasional, untuk kembali bergelut di kancah politik dalam negeri memang bukanlah tanpa risiko. Mengingat sebelum berangkat ke Amerika dan bertugas di Bank Dunia, nama Sri Mulyani tidaklah benar-benar luput dari kontroversi, utamanya terkait kasus penggelapan dana Bank Century.
Namun dengan prestasi terbarunya belakangan ini, sebagai Menteri terbaik se-dunia, yang diberikan dalam acara World Government Summit di Dubai pekan lalu, potensi tingkat keterpilihan Sri Mulyani menjadi kompatriot Jokowi di 2019 menjadi kian nyata.
2. Muhaimin Iskandar (Cak Imin)
Menjadi mitra loyal pemerintahan di tingkat nasional, dan kini memiliki tiga jatah Menteri di kabinet pemerintahan, posisi Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB memang cukup memiliki daya tawar di kubu koalisi pendukung rezim. Hasil riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA di bulan Januari 2018 lalu, yang menempatkan nama Muhaimin Iskandar sebagai tokoh dengan tingkat pengenalan tertinggi (32,4%) sebagai calon wakil presiden potensial di 2019, menjadi salah satu indikasi nyata bahwa kampanyenya menuju kursi RI-2 pada Pilpres tahun depan mulai menunjukkan tren yang positif.
3. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)
Keputusannya untuk melahirkan lembaga think-thank bernama The Yudhoyono Institute akhir tahun lalu, seolah menjadi batu loncatan bagi AHY untuk bisa terus menaikkan tingkat popularitasnya di mata masyarakat. Modal jabatan sebagai Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute yang belakangan dipakai untuk blusukan ke daerah-daerah di Indonesia, membuat namanya kini digadang-gadang sebagai calon wakil presiden paling potensial untuk dipinang.
4. Jusuf Kalla (JK)
5. Budi Gunawan (BG)
Nama terakhir ini memang bukanlah figur unggulan di berbagai survei elektablitas bakal calon wakil presiden 2019. Gagal menjadi Kapolri pada tahun 2015 lalu, karier kepolitikan BG kemudian berlanjut sebagai Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) pada September 2016.
Rahasia umum kedekatan personal dengan sosok Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, yang kian tampak nyata saat sesi foto bersama keluarga besar Megawati Sokernoputri di perayaan pernikahan putri Jokowi, Kahiyang Ayu, menjadi indikasi yang cukup kuat, untuk menerka ke mana arah karier politik Budi Gunawan akan berlanjut di 2019.
Kelompok Oposisi Pemerintah
Semangat konservatisme keagamaan yang belakangan disinyalir sengaja dilahirkan dari setting politik kelompok oposisi pemerintahan, memunculkan setidaknya empat alternatif nama yang juga jamak dihubung-hubungkan untuk bisa maju sebagai calon wakil presiden 2019 mendampingi Prabowo Subianto. Siapa sajakah mereka, berikut ini ringkasannya.
1. Jendral (Purn.) Gatot Nurmantyo
Hasil riset PolMark Indonesia Desember 2017 lalu, misalnya, bisa dijadikan acuan dalam mengukur sejauh mana sosok Jendral Gatot dapat memikat hati suara pemilih. Dengan masih menjabat sebagai Jendral TNI kala itu, figurnya ternyata masuk ke dalam 5 sosok dengan elektabilitas tertinggi untuk posisi calon wakil presiden di 2019.
2. Zulkifli Hasan
Konsistensi dalam menjalin relasi politik di antara PAN, Gerindra, dan PKS, sebagai kolaisi partai (yang distigmakan) aspirasi umat, menjadi modal berharga yang perlu terus dibina setidaknya hingga gelaran Pilpres 2019. Beban berat untuk meneruskan prestasi Ketua Umum PAN sebelumnya, Hatta Rajasa, yang sukses didaulat sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo di 2014 silam, menjadi bayang-bayang yang wajib dicapai oleh Zulkifli Hasan, jika ingin dibilang cukup sukses menahkodai PAN.
3. Anies Baswedan
Sebagai contoh saja, dalam survei Indo Barometer bulan Desember 2017 lalu tentang siapa sosok calon wakil presiden 2019 terpopuler, nama Anies Baswedan nyatanya menduduki perolehan elektabilitas tertinggi dengan raihan 10,5%. Hal yang juga kian diperkuat dengan tinjauan analisis dari jurnalis senior Asia Times awal bulan Februari 2018, John McBeth, dalam tulisannya yang berjudul Widodo Steams Towards Easy Second Run, yang menyebut bahwa sosok Anies Baswedan merupakan tokoh yang tepat dan paling memungkinkan untuk digandeng oleh Prabowo pada Pilpres 2019 tahun depan.
4. Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani (Tuan Guru Bajang)
Kinerjanya di NTB juga lambat laun mulai mendapat apresiasi masyarakat luas. Tak terkecuali Presiden Jokowi sendiri, yang memuji pertumbuhan ekonomi NTB yang melesat hingga 9,2% di tahun 2015, melampaui pertumbuhan rata-rata ekonomi nasional. Dalam survei yang diadakan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada bulan Januari 2018, nama Tuan Guru Bajang berada di posisi dua dengan perolehan angka 13,9%, di bawah nama Muhaimin Iskandar (32,4%) untuk calon wakil presiden potensial dari kalangan Islam.
Kini, selain masih menjabat sebagai gubernur NTB, Tuan Guru Bajang juga semakin aktif dalam dunia dakwah Islam, dengan rajin menjadi pembicara di acara-acara ceramah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H