Dua pekan belakangan ini, publik luas dihebohkan dengan tulisan investigasi seorang wartawan asing asal Amerika, Allan Nairn. Sebuah laporan yang ditulis oleh media negeri Paman Sam, The Intercept, yang kemudian disadur secara ringkas oleh portal online nasional, tirto.id.Â
Tanpa tedeng aling-aling, Nairn menulis adanya indikasi tindakan makar yang konon, sedang dan akan dijalankan oleh segelintir oknum purnawirawan Jenderal TNI, melalui rangkaian aksi massa 411 maupun 212 silam, yang dalam pandangan Sidney Jones, telah disusupi oleh kepentingan kelompok Islam radikal.
Kegaduhan yang timbul akibat publikasi paparan investigasi Nairn tersebut, lantas disikapi beragam oleh berbagai kalangan masyarakat. Secara khusus, jajaran TNI jelas membantah kabar tersebut. Bahkan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, mengaku tak akan ambil pusing atas tuduhan-tuduhan dalam tulisan Nairn tersebut.
Bagi saya, tulisan Nairn tersebut sudah selaiknya dipandang secara adil. Dalam arti kata, tak perlu dianggap berlebihan, namun juga tak bisa dipandang sepele. Uraian Nairn, seyogianya kita sejajarkan dengan tulisan-tulisan wartawan investigasi lainnya, yang acap merangkai benang merah suatu fenomena gerakan sosial 411 dan 212 lalu, dari satu sudut pandang tertentu.
Jadi, jika momentum aksi massal tersebut diibaratkan sebagai sebuah bentuk bangunan, maka anggap saja kicauan Allan Nairn tersebut sebagai salah satu perspektif melihat wajah bangunan itu dari satu sisi.
Ini menjadi wajar dan lumrah, karena saya percaya, akan ada banyak faktor yang terlibat dalam jalinan proses sebuah peristiwa. Sama seperti saat James Davies tak setuju dengan variabel deprivasi ekonomi-sosial yang dicetus Anthony Giddens, sebagai satu-satunya faktor tunggal dari lahirnya sebuah gerakan sosial.Â
Namun sejujurnya tak bisa disangkal, bahwa analisis Nairn telah menyumbang satu sudut pandang yang cukup vital. Tetapi itu tak serta merta menjadikannya sebuah cara pandang yang final. Ada banyak faktor lain tentunya, yang luput dan tak mendapat perhatian khusus dari penglihatan serta analisis Nairn.
Makna Makar Allan Nairn
Tentu saya sepakat dengan analisis Nairn, bahwa ada kepentingan lebih besar yang hendak dicapai oleh kelompok oposisi pemerintahan. Lebih dari sekadar menjungkalkan kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta, melalui aksi 411 dan 212.
Tujuan besarnya jelas, bahwa kelompok ini menginginkan era kepemimpinan Joko Widodo turun sesegera mungkin. Untuk itulah dibuat berbagai skenario yang pada akhirnya membuat masyarakat merasa gerah dengan rezim.
Cerita mengenai keberpihakan pada kepentingan asing-aseng, persekongkolan jahat dibalik bangkitnya kekuatan komunis dalam negeri, hingga isu-isu seputar sensitivitas hubungan beragama, merupakan bumbu pemanis yang sengaja diberi bingkai khusus, dalam melihat kinerja minor pemerintahan terkini.
Maka serangkaian peristiwa yang melibatkan aksi masyarakat besar-besaran lalu, sejatinya merupakan sebuah pola test the water, untuk mengukur sejauh mana dan sedalam apa gerakan ini siap untuk tujuan yang lebih besar tadi.Â
Sial bagi rezim. Cara-cara ini berhasil berjalan secara mulus lewat kekalahan telak pasangan Basuki-Djarot di Pilkada DKI, yang akhirnya membuat pihak Istana belakangan ini tak bisa tidur nyenyak.
Akan tetapi, ada argumentasi Nairn yang saya tak sepakati. Model kudeta yang dianggap Nairn akan dilakukan oleh (mengutip terminologi The Wall Street Journal) kelompok Islam garis keras (hard-line), yang bekerjasama dengan kekuatan militer, menurut saya merupakan kesimpulan yang agak terburu-buru.Â
Meski memang, tiga faktor yang mendorong terciptanya sebuah aksi kolektif menurut Charles Tilly, sudah terlihat mendukung. Seperti, struktur kesempatan politik; mobilisasi sumber daya/massa; dan proses framing.Â
Namun persiapan tiap-tiap elemen ini, dalam hemat saya, masih terlalu prematur dan belum matang teruji jika hanya melihat pada contoh dua peristiwa saja (411 dan 212).
Pada kenyataannya, hadirnya tiga faktor pendorong itu saja belum cukup menciptakan sebuah gerakan sosial yang masif. Bagi Natalie Fenton, gerakan sosial yang masif membutuhkan satu faktor penentu lain, yakni sebuah invisible hand, bernama momentum.
Untuk itu, diperlukan cukup banyak peluang bagi terciptanya momentum yang melibatkan aksi massa jauh lebih besar lagi, dan secara gradual akan menguji seberapa besar kekuatan gerbong ini melakukan hal paling sukar dalam era kepemimpinan demokrasi modern saat ini. Yaitu proses makar terhadap pemerintahan yang sah dan didukung oleh rakyat banyak.
Berdasarkan hal tersebut, maka satu-satunya tindakan 'makar' yang paling logis dan absah secara konstitusional untuk ditempuh kelompok oposan ini, tak ada jalan lain yakni melalui proses hajatan akbar demokrasi, seperti Pemilu, yang kelak diselenggarakan dalam tempo dua tahun mendatang.
Â
Panas Menjelang 2019
Dalam tahun-tahun menjelang 2019 ke depan, sudah barang tentu kelompok ini akan terus mengkonsolidasikan kekuatan-kekuatan politik yang memang dibutuhkan, demi tercapainya tujuan tersebut. Lahirnya fusi kekuasaan baru di berbagai bidang yang dikuasai dan diprakarsai para tokoh oposisi ini, menjadi penting untuk diperhatikan.
Mengingat dekatnya waktu persiapan menuju ke arah tujuan, dan di tengah proses Pemilukada serentak di tiap-tiap daerah, konstelasi politik dan kondusifitas sosial akan terus menghangat (bila tidak ingin disebut memanas).
Kondisi ini belum ditambah dengan kenyataan bahwa perebutan supremasi politik terbesar serupa jabatan Presiden, masih diramaikan dengan eksisnya tiga patron utama kekuasaan saat ini, sebagai simbol pelanggeng sistem oligarki politik. Kubu Cikeas, dan kelompok Hambalang, yang akan berusaha menggusur rezim Istana yang berkuasa hari ini.
Sehingga, konsolidasi 'makar' ke depan, akan berlangsung lebih dinamis dan cair. Hal tersebut dilakukan dalam bentuk manifes maupun laten, yang secara inheren akan menghimpun aktor dan sumber daya yang jauh lebih besar. Pun tak lupa, dengan terus berupaya menciptakan banyak momentum politik secara konsisten, demi tercapainya tujuan besar yang dimaksud.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI