Mohon tunggu...
Linggan Aji Pamungkas
Linggan Aji Pamungkas Mohon Tunggu... -

Menulis adalah obat yang harus saya telan ditengah mesin-mesin industri berkulit manusia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebutuhan Dasar Manusia Vs Eksistensi Sosial

26 Februari 2019   07:13 Diperbarui: 28 Februari 2019   10:18 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang hendak saya sampaikan dalam tulisan saya ini memuat tentang realitas psikologi kaum muda dengan realitas ekonomi global yang sebenarnya membuat anak muda gagap menentukan pilihan mana dulu antara eksistensi Sosial/ kontribusi/dll dengan kebutuhan ekonomi sehari-hari.

Apa yang saya tulis ini adalah refleksi dari orang-orang yang sangat idealis seperti banyaknya kaum muda yang berkontribusi sosial ikut volunter sana sini ikut organisasi ini itu, menantang diri dengan lomba debat, ketua ini itu, sekali lagi yang terucap dimulut adalah kontribusi, prestasi, dan berusaha untuk bisa lebih dari pada manusia yang lainnya.

Seperti itulah psikologi yang saya baca dari interaksi saya dengan beberapa teman yang dibilang cukup mentereng dengan berbagai prestasi kemahasiswaan.nya. dan kontribusi sana sini.

Mari kita berfikir primitif dahulu tentang manusia dengan segala perangkat dia untuk bertahan hidup didunia yang modern ini, saya tidak memasukkan parameter holistik karena kaum muda sekarang tidak mengerti dan tidak bisa menafsirkan kata manfaat.

Kata manfaat bagi mereka centernya dimulai dari diri mereka sendiri, akhirnya mereka gagal paham bahwa orang yang mencuri walaupun cuma 1 jumlahnya bisa menjadi refleksi 100-200 orang bahwa mencuri itu jelek. jadi kalau dilihat dari sudut pandang kata manfaat. orang jahat yang jumlahnya 1 ini, mencegah 100 orang yang lainnya untuk berbuat hal yang sama. you see?

akhirnya jika saya mendengar anak muda penuh prestasi, dalam tanda kutip prestasi itu mereka tafsirkan dengan mengalahkan orang lain dan menjadi juara sana sini,ketua ini itu, malahan ada logika yang lebih konyol lagi, Sekolah S2 diluar negeri, Pulang Membangun negeri. 100% saya yakin dia pulang ke-indo, karena sudah umur akhirnya nyari kerja, karena biaya menikah sudah mahal !! (Mohon Maaf saya ralat, biaya resepsi dan mahar yang mahal)

(Walaupun tidak semua Mahasiswa LN seperti itu/ojo tersinggung), jadi berkontribusi dan bermafaatnya mahasiswa sebatas menjadi retorika jika tidak dibarengi oleh kemandirian ekonomi.

itulah yang akan menjadi benang kusut saya 2-5 tahun kedepan untuk membuat buku yang akan membedah psikologi dan cara berfikir mahasiswa terhadap kata manfaat dan kontribusi. supaya para anak muda sanggup berfikir bahwa nature manusia itu berbahaya, kita harus waspada dengan diri sendiri, niatnya mahasiswa baik, tapi klo tidak mengerti bahwa manusia juga mempunyai sebagaian kecil sifat hewan untuk bertahan hidup, maka akan menderita diakhir perjuangan sosial

Jadi kesana kemari ya, okelah kembali ke topik ekonomi global Vs Eksistensi sosial, yang saya kritik disini adalah kaum muda terlalu bersemangat untuk memenuhi eksistensi sosial tanpa berfikir tentang ekonomi sehari-hari mereka, itu ibarat bom waktu yang akan meledak sewaktu-waktu kenapa ?

yang saya takutnya bilamana orang yang cukup pintar mampu menguasai eksistensi sosial, tetapi dia lupa akan kebutuhan primitif manusia yang memang mau tidak mau harus dipenuhi kebutuhan dasar ekonomi karena dunia untuk sementara ini berjalan dengan logika (Uang is Everything), kaum muda lupa akan kebutuhan dasarnya sibuk akan eksistensi sosial, akhirnya yang terjadi adalah disaster, Eksistensi sosialnya dipergunakan untuk mencari Kebutuhan dasar Primitif Manusia.

Itu yang menjadi berbahaya, jadi hal yang diperbuat kaum muda yang sebernarnya bermanfaat menjadi setitik noda karena kebutuhan dasar primitifnya. eksistensi sosialnya menjadi berbentuk materi dasar untuk kebutuhan hidupnya sendiri.

Itulah yang terjadi pada orang-orang yang duduk dipemerintahan baik  yudikatif, eksekutif, maupun legislatif, mereka secara psikologi terbiasa sejak mahasiswa mendapat eksistensi sosial yang lumayan besar, sehingga bisa mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu sekehendak mereka.

akhirnya terdesak oleh kebutuhan primitif mereka dan menggadaikan eksistensi sosial yang sebenarnya akan positif bila dimanfaatkan secara benar, tetapi menjadi salah karena disiitu juga ada kesempatan untuk mendapatkan materi, sehingga seiring berjalannya waktu akhirnya, kemudahan-kemudahan dalam mengakses kebutuhan primer hanya dengan duduk disenayan sana. menonkatifkan otak akhirnya selalu jalan pintas yang mereka ambil (Catat : kemudahan selalu melalaikan)

Memang harus ada pembagian yang jelas antara dua hal yang krusial tersebut.
Karena Bagi saya manfaat sosial itu adalah output dari kemanusiaan, jangan sampai terjebak antara kebutuhan primer yang memang sifat alami binatang.

Tapi Kita Manusia Bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun