Mohon tunggu...
Lindung Silaban
Lindung Silaban Mohon Tunggu... Guru - Guru dan penulis

Saya seorang guru

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Rasa Punya Buku Ya Begini

24 Oktober 2019   09:21 Diperbarui: 24 Oktober 2019   09:22 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Lindung Silaban

SEPASTI cinta berbalas, begitulah mekarnya hatiku, tatkala Bang Dian Adriyanto, wartawan senior TEMPO ' merestui' naskah tulisanku turut memperkaya keragaman buku "Nusantara Berkisah".

Di balik kebahagiaan itu, ada perjuangan hebat yang kukerjakan dalam menunaikan dua naskah esaiku itu. Sejak mendapat informasi kalau Dian sedang mencari 25 penulis, dengan tema unik "sosok inspiratif di sekitar kita yang hidupnya bermanfaat bagi orang lain, aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Lekas kucari beberapa orang sebagai narasumberku. Narasumber pertamaku ialah sekelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Medan (Unimed). Mereka kukontak via sambungan WhatsApp. Lalu kami bertemu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Pembina E, Medan. Di sana mereka kutemui sedang asyik melatih. Kutunggui mereka sampai jam latihannya berakhir. Sembari menunggu, kumanfaatkan momentum itu mengamati aktivitas anak-anak SLB sedang berlatih. Hasil pengamatan itu kujadikan sebagai lead ceritaku.

Melihat semangat mahasiswa yang tulus tanpa mengharapkan bayaran itu, aku pun tertarik untuk menulis cerita tentang kiprah mereka. Akhirnya jadilah satu artikel bertajuk empat serangkai, relawan kaum difabel.

Sukses menggagas artikel pertama, aku makin bersemangat menjajal esai kedua. Kali ini aku menulis kiprah seorang wanita hebat dari Siantar. Namanya, Apni Naibaho. Ia pendiri brand lokal Siantar Sehat (Sise). Aku mendapat informasi bahwa dia sedang berada di Medan. Tampil sebagai narasumber di salah satu seminar soal pertanian organik bagi komunitas mahasiswa.

Sayang, aku tak sempat bertemu muka dengannya, lantaran kesibukan kerjaan. Namun aku tak patah arang. Kulacak nomor kontaknya. Kukontak dia via pesan langsung (direct) Instagramnya. Mujur. Ia menyahut. Kami pun terlibat percakapan yang asyik. Ia menganjurkan agar kami chating lewat WA saja, supaya lebih gampang. Tentu saja tawaran itu kusambut.

Melalui pesan WA, kulontarkan beberapa pertanyaan. Ia ramah menjawab pertanyaanku. Ada hal menarik dari dirinya. Ia seorang narasumber yang rendah hati. Ini dibuktikan ketika ia bersedia dikonfirmasi melalui telepon. Bahkan ia memberikan informasi terkait dirinya tanpa aku harus menunggu lama.

Proses ini mengajariku bagaimana mewawancarai narasumber langsung maupun tidak langsung. Aku mendapatkan pelajaran untuk wawancara secara mendetail

Deadline

Hasil wawancara itu kemudian kutulis dalam tempo singkat. Berhubung deatline pengumpulan naskah tinggal dua hari lagi. Aku mendapat informasi penulisan buku ini juga sudah sangat terlambat. Di tengah-tengah kesibukan mengajar, melatih dan kegiatan sosial yang padat, aku berusaha menyelesaikan naskahku pada malam hari, di kala istriku sudah bertungkus lumus dengan selimut.

Setelah naskah kelar, kemudian kukirim langsung via surel ke Dian. Ia terima naskahku pada batas akhir, tepat beberapa menit sebelum loket penerimaan naskah ditutup. Balasan emailku pun datang.

"Mauliate, Bang Lindung Silaban," tulis Dian via surel. Eh, ia pakai bahasa batak . Terharu aku.

Ia memberitahu naskahku sudah mereka terima dengan baik. Hatiku dibesarkan lagi. Dalam hati aku berdoa pada Tuhan, meminta agar direstuiNya naskahku sehingga mendapat tempat 'khusus' dalam buku "Nusantara Berkisah" itu.

Penantian Terjawab

Setelah malam itu, aku harap-harap cemas, menunggu pengumunan nama-nama penulis yang lolos. Pengumuman nama-nama penulis yang menang, ternyata tidak sesuai jadwal. Aku sempat kecewa karena tiap hari kunantikan pengumuman itu. Kunantikan dengan antusias. Kuintip-intip postingan Bang Dian.

Tiba-tiba, tiada hujan, tiada petir, tiba-tiba postingan Bang Dian di Facebooknya pada 22 Oktober kemaren begitu menyentak. Ia menulis, panitia menerima sebanyak 217 naskah dari 80 penulis, se-Indonesia. Luar biasa banyak.

Yang menyentak adalah karena dalam postingan itu, ada 30 nama penulis yang lolos. Dan namaku ada di dalamnya. Akulah mungkin, satu-satunya dari 30 orang itu yang paling bahagia. Langsung kuposting dan kuluapkan kegembiraanku di fesbukku.

Jujur, ada rasa bangga begitu hebat menjalari darahku. Aku sadar, aku ini bukan penulis hebat. Aku hanya anak kemarin sore, yang baru belajar jurnalistik dasar. Aku cuma amatiran. Tetapi Tuhan sungguh baik. Ia merestui usaha kerasku dalam menulis naskah-naskahku. Aku senang, membayangkan akan punya sebuah buku sebagai kado istimewa kelak buat anakku.

Ya, bagiku, ini sebuah pencapaian yang mentereng. Sekaligus sebuah pelecut semangatku kembali untuk terus belajar menulis. Dari pengalaman ini aku menyadari, sebuah usaha sungguh-sungguh dalam menulis pasti diridhoi Tuhan, Sumber Ilham. Kemuliaan bagi Tuhan.(*)

Salam Nusantara Berkisah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun