Tidak hanya gading yang diburu, tetapi kulit gajah juga digunakan untuk pembuatan aksesoris. Di Indonesia, meskipun kasus perdagangan kulit belum seintensif di negara-negara tersebut, masih ada informasi mengenai perburuan gajah untuk daging dan gigi. Ancaman ini menambah tekanan bagi populasi gajah Sumatera yang sudah semakin menurun.
Selain perburuan, jerat listrik dan racun turut mengintai upaya konservasi gajah yang tengah dilakukan. Sugiyo menjelaskan ancaman serius dari jerat listrik dan racun, yang sering kali terjadi di beberapa wilayah di Sumatera seperti Sumatera Selatan, Jambi, dan Aceh.
Kasus kematian gajah akibat jebakan listrik dan racun ini biasanya terjadi akibat interaksi manusia dengan gajah. Masyarakat berusaha melindungi tanaman budidaya mereka. Sayangnya, gajah sering kali melewati jalur yang telah menjadi habitat alami mereka, dan dalam upaya melindungi lahan pertanian, gajah menjadi korban.
"Jadi, Way Kambas sebetulnya terbuka, ketika masyarakat hanya untuk menikmati atau melihat alam kami sangat terbuka, tetapi ada beberapa masyarakat yang masuk ke dalam melakukan kegiatan-kegiatan illegal sehingga mengakibatkan ada kebakaran hutan, ada perburuan liar dengan memasang jerat dan sebagainya, sehingga ada beberapa ekor gajah juga menjadi korban jerat yang dipasang masyarakat yang meskipun sebenarnya tujuan utamanya bukan untuk gajah yaitu untuk satwa buru seperti babi hutan rusa dan sebagainya, tetapi gajah-gajah kecil juga menjadi korban," ujar Sukatmoko.
Kasus pemasangan jerat pernah terjadi pada Erin, anak gajah yang mesti kehilangan belalainya akibat jerat yang dipasang oleh masyarakat.
"Karena terjerat diujung belalainya, kemudian infeksi dan tidak bisa pulih kembali, dokter akhirnya mengambil keputusan untuk  mengamputasi belalai itu sendiri, belalai yang berfungsi sebagai tangan sehingga saat Ini Erin kesulitan untuk  makan dan minum," sambung Sukatmoko.
Pemasangan GPS Collar untuk Monitoring, Upaya Mengurangi Interaksi Gajah dengan Masyarakat
Berbagai upaya kemudian dilakukan untuk melindungi kelestarian Gajah Sumatera, pergerakannya kemudian dipantau melalui GPS yang dipasang pada masing-masing kelompok gajah.
Maka ketika terdapat kelompok gajah liar yang berupaya keluar kawasan taman nasional dan memasuki perkampungan masyarakat, kelompok gajah-gajah jinak dalam ERU (Elephant Respond Unit) akan melakukan blokade.
"Melakukan pemantauan gajah liar menggunakan GPS Collar untuk melakukan kajian habitat, terkait dengan analisis kajian tutupan hutan, jadi penting untuk melihat pergerakannya, kemudian data pergerakan ini kita gunakan untuk melakukan kajian terkait habitat yang sesuai yang pada akhirnya ini menjadi penting untuk strategi konservasi di masa depan," terang Sugiyo.