Mohon tunggu...
Lindu Aji G.A
Lindu Aji G.A Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Philosophy Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Haris Azhar Harapan Terakhir Demokrasi Negara Kita

30 November 2023   20:43 Diperbarui: 30 November 2023   21:15 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu kita digegerkan dengan berita divonisnya Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terkait kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan (Menko Kemaritiman dan Investasi) pada hari senin, 13 November 2023. Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memeriksa dan mengadili perkara ini, memutuskan, menyatakan Haris Azhar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah serta menghukum Haris Azhar untuk dipidana penjara selama 4 tahun.

Haris Azhar juga dituntut membayar denda Rp 1 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini Haris Azhar bersalah melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian Jaksa juga mengatakan hal yang memberatkan Haris Azhar ialah terdakwa tidak mengakui perbuatan, berlindung seolah-olah mengatasnamakan pejuang lingkungan hidup hingga tidak sopan di persidangan. Sementara tidak ada hal meringankan bagi Haris Azhar.

Kasus ini berawal dari adanya video podcast yang berjudul “Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam” yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar. Video tersebut membahas tentang kajian cepat Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”.

Jaksa mengatakan bahwa di dalam video tersebut, Fatia dan Haris memiliki maksud mencemarkan nama baik Luhut. Adapun dugaan pencemaran nama baik tersebut terletak pada salah satu kalimat yang disorot terkait pertambangan di Papua. Kemudian pernyataan tersebut pun dibawa ke dalam meja persidangan dan akhirnya Haris Azhar didakwa bersama Fatia karena telah melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP. Terhadap empat pasal tersebut, di-juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Adapun kontroversi dari kasus tersebut ialah betapa tipisnya perbedaan antara kritik dan menghina dalam kasus tersebut. Seringkali dikatakan oleh Haris Azhar bahwa apa yang ia sampaikan dalam video tersebut sama sekali bukanlah menghina, melainkan mengkritik. Sedangkan bagi sang penggugat, yaitu Luhut Binsar Pandjaitan menganggap bahwa Haris telah melakukan penghinaan sehingga menimbulkan pencemaran nama baik bagi dirinya.

Kasus tersebut juga sebenarnya tidaklah pantas untuk masuk kedalam persidangan. Hal ini dikarenakan apa yang diutarakan oleh Haris Azhar dan Fatia ialah merupakan hasil dari kajian atau riset yang hanya bisa dibantah atau dilawan dengan riset lain, bukan dilawan dengan pemidanaan. Selain itu apa yang dikatakan oleh Haris ialah merupakan bagian dari kepentingan umum, sehingga, hal ini seharusnya dikecualikan dari ketentuan pidana.

Adapula berbagai macam kritik terhadap kasus ini ialah adanya kekuasaan yang dominan dimiliki oleh Luhut Binsar Pandjaitan karena beliau sedang menjabat sebagai menteri dari Menko Kemaritiman dan Investasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait adagium hukum yang berbunyi “Equality Before The Law” atau dalam artian persamaan di hadapan hukum. Dominannya posisi Luhut ini digadang gadang sebagai ketidakadilan posisi seseorang di dalam hukum. Mengingat bahwa orang yang digugat oleh Luhut ini memiliki posisi yang tidak setara (tidak memiliki kekuasaan) dengan Luhut itu sendiri yang menjabat sebagai seorang menteri. Sehingga adanya kecenderungan penyelahgunaan kekuasaan dalam menggunakan instrumen negara.

Sehingga, terkait kasus Haris Azhar ini sangatlah diperlukan pengawalan yang ketat dan dukungan untuk mencapai keadilan yang sebenarnya. Kita juga perlu menyadari bahwa dalam kasus ini demokrasi lah yang menjadi samsak tinju dari proses penegakan hukum itu sendiri. Bagaimanapun kebebasan berpendapat ialah bagian dari demokrasi kita sehingga harus kita jaga sepenuhnya. Jangan sampai demokrasi kita dikalahkan oleh pemegang kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun