Mohon tunggu...
Lindha Pasu
Lindha Pasu Mohon Tunggu... pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pungli Bergengsi

29 Agustus 2017   19:29 Diperbarui: 30 Agustus 2017   19:18 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu aku berniat belanja bersama temanku dengan mengendari sepeda motor jenis metik.

ditengah-tengah perjalanan aku teringat bahwa dompetku ketinggalan di kos.

tanpa pikir panjang aku langsung mencari ATM terdekat untuk melakukan tarik tunai. Lalu lintas dijalan lumayan ramai, untuk menghindari para pengemudi sepeda motor lain yang agak brutal aku mengikuti mobil yang berada didepanku. Tanpa tersadar aku dan banyak pengemudi yang lain termasuk mobil yang berada didepanku telah melanggar rambu-rambu lalu lintas yaitu "Dilarang belok kanan". Tiba-tiba setelah itu aku diberhentikan oleh seorang polisi untuk proses penilangan.

Untung saja surat-suratku lengkap (SIM+STNK), namun anehnya hanya segelintir pengendara sepeda motor saja yang ditilang, terutama anak muda dan para bapak-bapak yang sudah tua.  Aku bertanya kepada salah satu petugas polantas tersebut : "kenapa cuman pengendara sepeda motor saja pak yang ditilang??? Terus mobil gak ditilang ??? Tadi juga ada rambu-rambu bahwa ditempat itu dilarang parkir tapi masih banyak tuh orang-orang yang parkir kok gak ditilang juga???"  

polisinya hanya diam saja tidak menjawab. aku kembali lagi bertanya bagaimana prosedur penilangan ini. Sang polisi langsung memberikan dua pilihan kepada saya untuk membayar denda ditempat sebesar Rp. 100 ribu atau sidang dipengadilan, dan polisi itu juga menjelaskan bahwa sidang dipengadilan itu pasti akan lebih mahal dan memakan banyak waktu karena pasti bakal "ruwet". berhubung aku penasaran bagaimana proses sidang di pengadilan, tanpa pikir panjang akupun langsung memilih opsi kedua yang ditawarkan bapaknya yaitu sidang dipengadilan. 

Mimik wajah bapak tersebut langsung berubah seketika, padahal yang tadinya ramah berubah menjadi pemarah. Beliau malah berdalih kalau aku dan temenku tadi telah menyita banyak waktu dan membuat antrean panjang bagi para pelanggar yang lain. Sontak saja aku kaget, bukannya aku sudah melakukan prosedur penilangan yang baik  (menurutku sihhh). Dengan muka kesal akhirnya aku keluar dari pos tersebut.

Langsung saja, pada hari kamis tepatnya tanggal 24 agustus aku dan temenku langsung menuju kejaksaan Malang untuk melakukan proses sidang tilang. Setelah tiba disana ternyata prosesnya tidak seperti yang aku bayangkan (disebuah ruangan dan ditanya oleh hakim), prosesnya hanya menunggu antrian untuk dipanggil dan itupun cukup membayar denda Rp. 75.000. Lebih murah ternyata. 

Semenjak kejadian ini lah aku berfikir bagaimana bisa mereka memintaku Rp.100.000, ini sama saja dengan pungutan liar (pungli)  yang sekarang sedang marak diberitakan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun