Mohon tunggu...
Linda Purnama Sari
Linda Purnama Sari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya

Saya bekerja sebagai tenaga pengajar (dosen) di Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya yang dahulu adalah bernama STIE Perbanas Surabaya. Saya mengajar dan mengabdi di UHW Perbanas sejak tahun 1996-sekarang. Alhamdulillah, saya senang bergabung dengan para akademisi di kampus tercinta ini karena rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang hangat sekali. Ibaratnya, UHW Perbanas Surabaya adalah rumah kedua saya.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Tata Kelola Perusahaan Keluarga dan Tindakan Ekspropriasi

2 Februari 2024   12:00 Diperbarui: 18 Juli 2024   12:44 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gilson dan Gordon (2013) mengidentifikasi ada 4 (empat) jenis kepentingan pribadi yang dapat dikendalikan melalui kebijakan perusahaan. Pertama, keuntungan pribadi dari kebijakan operasi perusahaan (misalnya, gaji dan tunjangan yang tinggi, bonus dan kompensasi yang tinggi, dana pensiun dan dividen yang tidak dibagi). Kedua, melalui kebijakan kontraktual (seperti, harga pembelian yang menguntungkan kepada entitas sepengendali, penjualan aset kepada pihak lain dengan harga pasar yang lebih rendah dan hutang dengan motif pengendalian).  Ketiga, kebijakan penjualan kendali (penjualan kendali kepada pihak lain dengan harga harga yang lebih tinggi), kebijakan pembekuan (menjual saham perusahaan kepada pihak lain yang juga terkait dengan saham pengendali dengan harga yang lebih rendah dari harga pasar).

Menurut Siregar (2017) tindakan ekspropriasi merupakan tindakan pengambilalihan hak kontrol atas sumber daya perusahaan, dengan asumsi bahwa pihak tertentu selalu berusaha memaksimalkan kepentingannya yang tercermin dari hubungan agensi atau hubungan dengan pihak pengendali. Hubungan pihak pengendali atau bisa disebut sebagai pihak yang memiliki hubungan istimewa ini, awalnya dianggap sebagai transaksi yang normal karena dapat meningkatkan efisiensi antar perusahaan yang membutuhkan dan biasanya disebut "efficient related party transaction" namun di sisi lain dianggap sebagai "abusive related party transacation" jika pemegang saham pengendali ingin merampas hak pemegang saham minoritas melalui tunneling (Utama, 2015).

Aharony et al. (2010) menemukan bahwa terdapat cara-cara yang digunakan untuk melakukan tindakan tunneling diantaranya melalui penggunaan piutang kepada pihak berelasi yaitu mentransfer sumber daya keluar dari perusahaan. Kemudian Berkman et al. (2009) menemukan bahwa ada jaminan pinjaman yang dikeluarkan perusahaan untuk tujuan pengambilalihan kekayaan dari pemegang saham minoritas, sedangkan penelitian Cheung et.al (2009) membuktikan adanya penjualan dan pembelian aset kepada pihak berelasi yang digunakan untuk melakukan tunneling terhadap asset perusahaan.

Menurut Cheung et.al (2009) transaksi pihak berelasi dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: (1) Transaksi yang merupakan ekspropriasi, (2) Transaksi yang menguntungkan perusahaan publik, (3) Transaksi karena alasan strategis

Beberapa penelitian menemukan bahwa tujuan dan alasan perusahaan melakukan transaksi dengan pihak berelasi adalah: (a) untuk meminimalisasi biaya transaksi (Jian & Wong, 2004), (b) untuk manipulasi pendapatan karena ada motif opportunistic (Aharony, Wang & Yuan, 2010), (c) adanya motif opportunistic penggunaan transaksi pihak berelasi untuk tujuan tunneling (Cheung et.al 2009; Berkman et.al 2009).

La Porta et al (1999) mengatakan bahwa transaksi yang disebut ekspropriasi kepada pemegang saham minoritas meliputi: (1) Asset tunneling yaitu melalui transaksi pembelian dan penjualan aset, dimana hal ini dilakukan dalam pemindahan aset yang bersifat jangka panjang, baik aset yang berwujud atau aset yang tidak berwujud ke pihak yang memiliki hubungan berelasi, (2) Cash flow tunneling yaitu melalui hubungan perdagangan dan pembayaran kas perusahaan, dimana ada upaya mengalihkan arus kas keluar dari perusahaan, termasuk harga transfer dan gaji eksekutif yang berlebihan, (3) Equity tunneling yaitu melalui penjualan ekuitas dalam upaya meningkatkan kepemilikan atas perusahaan melalui transaksi pihak berelasi yang sebenarnya dapat merugikan pemegang saham minoritas (non pengendali).

La Porta, Lopez-de-Silanes, Shleifer & Vishny (2000) menciptakan istilah "tunneling" untuk menggambarkan kegiatan pengambilalihan hak pemegang saham minoritas (non pengendali) oleh pemegang saham mayoritas (pengendali). Cheung, Rau, & Stouraitis (2008) melakukan penelitian terkait transaksi tunneling dengan menggunakan data perusahaan keluarga di negara China. Dengan melakukan identifikasi dan investigasi terhadap transaksi pihak berelasi, maka ditemukan adanya tindakan ekspropriasi atau pengambilalihan hak pemegang saham minoritas dengan melibatkan akuisisi aset oleh perusahaan terbuka dari pihak terkait, penjualan aset oleh perusahaan tercatat kepada pihak terkait, penjualan saham ekuitas di perusahaan tercatat kepada pihak terkait, perdagangan hubungan antara perusahaan terdaftar dan pihak terkait dan pembayaran tunai langsung atau jaminan pinjaman dari perusahaan tercatat kepada pihak terkait.

Siregar (2011) melakukan penelitian terkait determinasi risiko ekspropriasi pada perusahaan go public di Indonesia. Dimana risiko ekspropriasi diukur dengan menggunakan cash flow right leverage atau deviasi hak aliran kas dari hak kontrol dan hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hak control (cash flow right leverage) yang melebihi hak aliran kas. Selain itu, hasil penelitian tersebut menemukan bahwa risiko ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali terhadap pemegang saham non pengendali dipengaruhi 5 (lima) faktor, yaitu: (1) Struktur kepemilikan piramida, (2) Banyaknya lapisan kepemilikan, (3) Banyaknya jalur kepemilikan, (4) Keterlibatan pemegang saham pengendali pada direksi perusahaan, (5)Ketiadaan pemegang saham pengendali lain dalam perusahaan

Besaran related party transaction (RPT) menjadi proksi dari konsep ekspropriasi yang biasa dilakukan melalui dua kategori berdasarkan penyajian laporan keuangan yaitu, laporan posisi keuangan (neraca) pada item asset & liabilitas serta laporan laba-rugi, pada item sales & expenses. Peraturan OJK Nomor VIII.G.7 (Kep-06/PM/2000, 13 Maret 2000) tentang penyajian laporan keuangan, menjelaskan bahwa transaksi dangan pihak berelasi dapat dilihat pada catatan atas laporan keuangan dengan melihat : (1) Akun asset yang terkait dengan pihak berelasi; (2) Akun liabilitas atau kewajiban yang terkait dengan pihak berelasi; (3) Jumlah penjualan yang terkait dengan pihak berelasi; (4) Jumlah masing-masing pembelian atau beban yang terkait dengan pihak berelasi. Selanjutnya total dari masing-masing kategori tersebut akan dibagi dengan total equity, yang bertujuan untuk mengetahui dampak dari adanya transaksi pihak berelasi terhadap pemegang saham.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun