Mohon tunggu...
Linda Erlina
Linda Erlina Mohon Tunggu... Dosen - Blogger and Academician

Seorang yang suka menonton film apa saja apalagi yang antimainstrim.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Napak Tilas ke Stasiun Batutulis, Prasasti Batutulis hingga Pemandian Cipulus bareng Jelajah Click

17 Juni 2023   00:46 Diperbarui: 17 Juni 2023   00:50 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sambil menunggu Kereta Api Pangrango lewat, Mba Indah Noing ngasi oleh-oleh cokelat dari Hungaria, makasi Mbak Indah! (Sumber: Dok Pri)

Time travel ke masa lampau di Stasiun Batutulis

"Dulu waktu saya SMA, pernah naik kereta kuno terbuat dari kayu yang lewat terowongan panjang dan gelap sampai ke Pengandaran."

Memori Pak Taufik melambung ke puluhan tahun lalu di tahun 1980-an, turut membawa saya serta dalam perjalanan "time travel memoar". Saya jelas belum lahir pada saat itu, namun dari ceritanya saja, sudah membuat saya berimajinasi mengenai kondisi kereta api lokal jarak jauh.

Pak Taufik melanjutkan ceritanya, kereta jarak jauh yang ia naiki yaitu rute Banjar-Pangandaran, bermula dari Yogyakarta lalu melalui rute jalur selatan menyusuri sampai ke Karangpucung Banjar lalu lanjut ke Pangandaran. Nah di jalur dari Karangpucung Banjar ke Pangandaran inilah yang ada terowongan panjang dan gelap di masa itu. Sayangnya jalur kereta ini sudah non aktif, padahal kalau semisalnya masih beroperasi saya jadi ingin berpetualang. Hehehe.

Pak Taufik menceritakan pengalamannya sambil menatap peta jalur Kereta Api di Pulau Jawa. Nah, saya dan Pak Taufik kebetulan sedang ikut Jelajah Click ke Stasiun Batutulis. Setelah KPK Grebek ke warung Laksa Pak Inin, perut kenyang dan energi penuh, kami napak tilas ke Stasiun Batutulis yang letaknya sekitar 10 menitan dari warung Laksa Pak Inin.

Stasiun Batutulis ini saya baru pertama kali mendengarnya. Ternyata kalau mau pergi ke Sukabumi dari Bogor bisa naik kereta dari Stasiun Batutulis ini dengan Kereta Api Pangrango. Stasiun Batutulis rupanya masuk ke kategori stasiun kereta api kelas III atau kecil yang terletak di Jalan R. Saleh Danasasmita, Lawanggintung, Bogor Selatan, Bogor.

Tidak hanya Pak Taufik yang menceritakan pengalamannya, Mba Muthiah pun juga bercerita mengenai sejarah dari Stasiun Batutulis ini. Rasanya seperti kembali ke jaman kolonialisme Belanda, karena ternyata pembangunan Stasiun ini dimulai tidak lama sejak diresmikannya jalur kereta api Bogor -- Jakarta tahun 1881 oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschcappij (NIS). Uniknya dia punya dua jalur awalnya, jalur 1 dan jalur 2, namun seiring berkembangnya waktu saat ini hanya aktif jalur 2 Sepur Lurus saja. Pada tahun 2009 Stasiun ini melayani Kereta api Bumi Geulis tujuan Bogor -- Sukabumi. Namun, diberhentikan pada tahun 2012 karena rangkaian kereta api yang digunakan sudah termakan usia dan juga ada aksi pelemparan batu, sehingga dinilai kurang aman. Baru beberapa bulan setelahnya dibuka kembali dengan KA Pangrango.

Sambil menunggu Kereta Api Pangrango lewat, Mba Indah Noing ngasi oleh-oleh cokelat dari Hungaria, makasi Mbak Indah! (Sumber: Dok Pri)
Sambil menunggu Kereta Api Pangrango lewat, Mba Indah Noing ngasi oleh-oleh cokelat dari Hungaria, makasi Mbak Indah! (Sumber: Dok Pri)

Rasanya seru banget bisa tahu sejarah panjang jalur dan stasiun kereta api di Pulau Jawa, mulai dari jalur yang tidak aktif dan masih aktif sampai ke rutenya. Selain itu, ada juga Kompasianer yang telah bergabung ke KPK sejak lama dan menjadi misteri guest dalam napak tilas kali ini yaitu Mbak Indah Noing yang saat ini tinggal di Hungaria. Sembari duduk santuy di area ruang tunggu, Mbak Indah membagikan cokelat dari Hungaria. Wah senangnya, terima kasih Mbak Indah!

Menemui Keturunan ke-9 Prabu Siliwangi

Prasasti Batutulis, ada Lingga dan telapak kaki Surawisesa juga loh! (Sumber: Dok Pri)
Prasasti Batutulis, ada Lingga dan telapak kaki Surawisesa juga loh! (Sumber: Dok Pri)

Setelah puas berfoto-foto di Stasiun Batutulis, kami melanjutkan perjalanan ke Prasasti Batutulis. Karena letaknya tidak terlalu jauh, kami jalan kaki langsung dari Stasiun menuju ke TKP. Prasasti Batutulis ini rupanya terletak persis di seberangnya Istana Batutulis (Hing Puri Bima Sakti) milik keluarga Soekarno. Prasasti ini menjadi saksi bisu bagaimana kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Siliwangi di Tanah Jawa. Prasasti Batutulis ini ditulis dengan bahasa Sunda kuno dan aksara Kawi oleh anak Prabu Siliwangi yaitu Surawisesa.

Ini dia isinya Prasasti Batutulis:

Wangna pun ini sakakala, prebu ratu purane pun,

diwastu diya wingaran prebu guru dewataprana

di wastu diya wingaran sri baduga maharaja ratu haji di pakwan pajajaran seri sang ratu dewata

pun ya nu nyusuk na pakwan

diya anak rahyang dewa niskala sa(ng) sida mokta dimguna tiga i(n) cu rahyang niskala-niskala wastu ka(n) cana sa(ng) sida mokta ka nusalarang

ya siya ni nyiyan sakakala gugunungan ngabalay nyiyan samida, nyiyan sa(ng)h yang talaga rena mahawijaya, ya siya, o o i saka, panca pandawa e(m) ban bumi

Terjemahannya sebagai berikut:

Semoga selamat, ini tanda peringatan Prabu Ratu almarhum

Dinobatkan dia dengan nama Prabu Guru Dewataprana,

dinobatkan (lagi) dia dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata.

Dialah yang membuat parit (pertahanan) Pakuan.

Dia putera Rahiyang Dewa Niskala yang dipusarakan di Gunatiga, cucu Rahiyang Niskala Wastu Kancana yang dipusarakan ke Nusa Larang.

Dialah yang membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, membuat undakan untuk hutan Samida, membuat Sahiyang Telaga Rena Mahawijaya (dibuat) dalam (tahun) Saka "Panca Pandawa Mengemban Bumi".

Ternyata Prasasti Batutulis ini dijaga oleh keluarga keturunan ke-9 Prabu Siliwangi, yaitu nenek Maemunah. Nenek Maemunah yang saat ini berusia 83 tahun tidak sendiri, ia menjaga Prasasti berdua dengan Pak Farid yang menjadi juru bicara dan juga membantu nenek Maemunah yang pendengarannya sudah mulai berkurang karena usia lansia.

Nenek Maemunah sendiri sudah menjaga prasasti sejak tahun 1980, dan sang nenek selalu membersihkan tempat ini setiap hari. Di dalam ruangan tidak hanya berdiri Prasasti Batutulis saja, namun ada batu besar panjang di sampingnya yaitu Lingga dan di seberang ruangan ada batu lagi lebih kecil yaitu tempat pelantikan raja. Menariknya juga kami bisa melihat ada silsilah leluhur Sumedang yang ada di belakang Prasasti batutulis. Di halaman juga kami melihat ada makan jaman dulu yang besar dan ditumpuk oleh batu-batu.

Menyusuri rel kereta api menuju ke Pemandian Cipulus

Pertualangan selanjutnya telah menanti, kami pamit ke Pak Farid dan Nenek Maemunah untuk melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah Pemandian Cipulus yang terletak tidak jauh dari lokasi Prasasti Batutulis. Kali ini medan yang ditempuh sangat menarik, karena kami harus melewati jalur singkat yang agak sedikit menantang dengan melintasi area dengan semak dan pepohonan yang cukup terjal dan licin. Lokasinya melewati area konstruksi dan uniknya lagi kita melewati dua jalur rel kereta api.

Perjalanan menyusuri rel kereta api mulanya membuat kami was-was, barangkali takutnya ada kereta melintas. Namun setelah menanyakan ke warga sekitar, dari kedua jalur yang ada di sana, hanya satu yang masih aktif.

Ini kali pertama saya melalui jalur rek kereta api dengan berjalan kaki, rasanya seru juga ya, melintasi jalur kereta non aktif bersama teman-teman. Sepanjang perjalanan kami banyak bercerita dan bersenda gurau, sehingga sangat menikmati berjalan kaki susur rel kereta api. Sampai akhirnya kita pun sampai di lokasi Pemandian Cipulus.

Pemandian ini sungguh di luar ekspektasi kami, tadinya kami berpikir lokasinya luas dan ada sungai kecilnya. Namun ternyata pemandian ini hanya berupa beberapa bilik yang digunakan untuk keperluan mandi dan cuci, serta ada pipa kecil untuk pancuran bagi warga sekitar yang ingin mengambil airnya.

Wah segar sekali ya Mas Agung, sudah jadi lebih glowing tambah awet mudah nih, setelah membasuh wajah pakai air dari Cipulus (Sumber: Dok Pri)
Wah segar sekali ya Mas Agung, sudah jadi lebih glowing tambah awet mudah nih, setelah membasuh wajah pakai air dari Cipulus (Sumber: Dok Pri)

Saya ikut mencoba mencuci tangan dengan airnya, rasanya segar sekali. Beberapa teman lainnya bahkan sampai membasuh muka dan tangannya di sini, katanya sih langsung berasa awet muda, hehehe. Saya juga tak lupa membawa airnya sedikit dalam botol untuk saya cicip rasanya. Rasanya segar dan tentunya menjadi penolong pemuas dahaga di tengah kepanasan melanda.

Setelah semua giliran selesai, tak terasa matahari sudah tinggi, waktu mulai menunjukkan pukul 13 lebih. Saatnya kami kembali lagi ke Stasiun Bogor untuk kembali ke rumah masing-masing dan juga melanjutkan aktivitas lainnya.

Wish list untuk foto bareng di rel kereta akhirnya kesampaian juga, asik pisan! (Sumber: Dokumentasi Bang Rahab)
Wish list untuk foto bareng di rel kereta akhirnya kesampaian juga, asik pisan! (Sumber: Dokumentasi Bang Rahab)

Seru banget ini pengalaman pertamaku jalan-jalan bareng Click dan KPK. Terima kasih Mba Muthiah dan Bang Rahab, serta teman-teman lainnya. Ditunggu agenda jelajah Click dan Grebek KPK selanjutnya, uhuy!

Referensi isi Prasasti Batutulis:
https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Batutulis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun