Pandemik Covid19 ini boleh jadi dinyatakan sebagai perubahan radikal. Kalau kita dulu semasa sekolah mengenal adanya perubahan evolusi yang bersifat lambat, nah ini perubahan jamannya berlangsung secara cepat atau sering disebut radikal. Sekejap saja, kurang dari 6 bulan, virus bernama COVID19 sudah merajalela seantero Indonesia bahkan dunia.
Semua orang menjadi harus berdiam diri di rumah, beberapa wilayah di negara lain lebih ekstrim menggunakan istilah "lockdown" alias tutup total. Semua kegiatan berhenti, semua panik, semua takut dan juga kalut. Virus baru menciptakan suasana berbeda lebih mencekam dan membuat kita takut bila bersama orang lain dalam jumlah yang banyak. Di Indonesia sendiri kita tidak sampai seperti itu, pemerintah menetapkan PSBB, PPKM, PPKM mikro dan sekarang PPKM yang berlevel 1, 2, 3 dan 4. Makin tinggi levelnya artinya makin sedikit kegiatan bersama yang diperbolehkan yang akan berpengaruh pada aktivitas sosial masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, semua kegiatan perlahan kembali dimulai. Tentu saja penyesuaian dengan pandemik COVID19. Sebuah terobosan atas nama daring seketika menjadi primadona. Kerja, sekolah, kuliah, les, dan masih banyak lagi yang "mendadak online". Kegiatan sekolah dan kuliah salah satu contohnya.
Berdasarkan peraturan pemerintah, kegiatan belajar mengajar masih akan berlangsung daring pada semester ini. Awalnya saya sudah cukup senang, karena mulai bisa luring mulai September ini. Namun apa boleh dikata, bulan Mei-Juli kemarin terjadi lonjakan kasus COVID19 yang cukup serius, bahkan ada yang sampai mencapai rekor hingga 35-40 ribu kasus per hari. Universitas tempat saya bekerja tetap menutup ruang kelas dan mahasiswa kembali ke laptopnya masing-masing di rumah.
Hal ini terus terang membuat saya sebagai tenaga pendidik cukup khawatir. Apakah nanti mahasiswa bisa mendapatkan ketrampilan sama seperti kalau kegiatannya luring? Apakah nanti mahasiswa bisa mengikuti kegiatan belajar dan mengajar dengan baik? Apakah nanti mereka cukup paham dengan apa yang saya ajarkan kepada mereka? Pasalnya selama kurang lebih 1,5 tahun ini saya menemukan beberapa evaluasi terkait pelaksanaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) antara lain:
- Dosen tidak bisa menganalisis dan mengevaluasi mahasiswa secara penuh
- Mahasiswa dan dosen terkendala jaringan internet di rumah
- Adanya tindakan kecurangan saat mengerjakan ujian dan tugas pribadi
- Etika mahasiswa ketika menjalani kegiatan perkuliahan daring
Poin evaluasi ini cukup membuat saya berpikir keras dan mengupayakan beberapa langkah efektif untuk membangun kegiatan belajar mengajar yang kondusif dan meminimalisir kekurangan yang terjadi. Adapun langkah untuk meningkatkan efektivitas belajar mengajar daring yang telah saya coba ke mahasiswa, antara lain:
1. Buat kreasi media pembelajaran dan diskusi interaktif
Teknologi PJJ saat ini tergolong sudah sangat pesat. Adanya berbagai platform seperti Zoom, Microsoft teams, Google Meet, TeamLink dan WhatsApp group sangat memudahkan bagi para dosen dan mahasiswa. Namun, selain platform pertemuan daring, dosen juga harus menyiapkan materi pembelajaran yang interaktif. Contohnya, saya suka membuat kuis dadakan menggunakan Kahoot, atau membuat survei kecil-kecilan dengan menggunakan fitur pooling pada Zoom.
Untuk membangun diskusi yang lebih komprehensif, mahasiswa bisa ikut terlibat aktif langsung untuk membuat mind map dengan menggunakan Miro dan JamBoard yang nanti hasil diskusinya mereka kompilasikan pada google slides. Penggunaan platform baru ternyata meningkatkan minat mahasiswa untuk belajar, secara tidak langsung mereka tertarik dan menjadi semangat ketika kuliah.
2. Pastikan jaringan internet "lancar jaya" selama perkuliahan